Saat Kaia melangkah keluar, Bara memanggilnya lagi dengan nada yang lebih lembut. “Kaia, tunggu.” Kaia berhenti, menoleh perlahan, meskipun ragu. “Ya, Pak?” Bara berjalan mendekat, menyisakan sedikit jarak di antara mereka. Tatapannya jauh lebih lembut dibandingkan beberapa menit lalu. “Aku tidak ingin memperkeruh keadaan. Aku hanya ingin kamu tahu, aku menghargai kerja kerasmu. Tapi kamu tidak perlu memikul semua beban sendirian.” Kaia terdiam, merasa kata-kata itu menusuk tepat di hatinya. Ia menunduk, berusaha menyembunyikan gejolak perasaannya. “Dan tentang kemarin” lanjut Bara, suaranya lebih pelan, “aku mungkin terlalu keras. Maaf kalau itu membuatmu merasa tidak nyaman.” Kaia mengangkat kepalanya, menatap Bara. Ada sesuatu dalam tatapan pria itu—ketulusan dan perhatian yang jar