PERNIKAHAN

1464 Kata
Acara pernikahan mereka berlangsung sangat meriah, tanpa ada kendala sedikitpun, dan Bianca harus akui bahwa cara kerja Tante Caty memang fantastic. Hampir seluruh kolega dan kerabat dekat dari keluarga Elino dan Bianca hadir pada acara pernikahan mereka. Termasuk juga dosen dan teman-teman kuliah Bianca pun turut serta hadir sebagai tamu undangan. Dan kebanyakan dari mereka tak ada satu pun yang menyangka bahwa salah satu mahasiswa terbaik mereka akan dipersunting pengusaha kaya raya berkat acara magang yang diadakan universitas. Daebak! Bianca memperhatikan keseluruhan acara pernikahannya. Ada rasa senang sekaligus sedih jika menggingat bahwa semeriah apapun acara pesta ini, semua ini hanyalah acara pernikahan sandiwara, yang akan berakhir juga nantinya. Elino yang melihat wajah sedih Bianca mau tak mau menyikut pelan gadis disebelahnya itu, “Woy, muka lo tolong dikondisikan dong. Cemberut begitu, nggak enak sama tamu yang ngeliatin, ntar dikira kita nikah karena terpaksa lagi.” Bisik Elino. Bianca melirik Elino kesal. “Ya emang kita nikah karena paksaan kan, elo yang maksa gue. Gimana si.” Balas Bianca menohok, membuat Elino mati kutu. Perkataan Bianca memang benar adanya, tapi apa ya harus di ucapkan sebegitu gamblangnya, lagipula kan Elino juga memberi Bianca kompensasi yang nilai nya tidak sedikit, berati mereka sejujurnya impas dong, dalam hati Elino mendumel sendiri. Tapi daripada memperpanjang konfrontasi dengan Bianca, Elino memilih bungkam dan kembali fokus pada acara mereka hari ini. Acara pernikahan mereka berjalan dengan lancar dan selesai pukul sebelas malam. Wajah-wajah puas dari tamu undangan dan ucapan selamat yang datang silih berganti, membuat keluarga Elino dan Bianca merasa diliputi kebahagiaan. Bianca dan Elino menghembuskan nafas penuh kelegaan, yah setidaknya satu proses sandiwara mereka kembali berhasil mereka lewati dengan baik, dan keduanya berharap sandiwara ini akan lancar sampai akhir nanti. Semoga. *** Bianca melirik Elino yang baru saja memasuki rumah baru mereka dengan sengit. Hari ini, keduanya telah resmi menyandang status sebagai suami istri. Yah Bianca menggambil keputusan untuk mempertanggung jawabkan semuanya, toh hanya dua tahun, setelah itu Bianca pastikan semua akan kembali seperti sedia kala. "Kamar gue dimana?"tanya Bianca ketus, entah kenapa sejak insiden kemarin Bianca menjadi sebal sendiri jika melihat muka Elino. Dan sejak tahu bahwa Elino adalah Ino, cara interaksi Bianca pun seketika berubah. Ia tak lagi memanggil Elino dengan sebutan bapak, dan gaya bahasanya pun berubah tak se-formal dulu. "Tuh disana!"jawab Elino tak kalah ketus, sambil menunjuk sebuah ruangan berpintu kayu warna putih. Bianca memincingkan bibir atas sebelah kirinya, dan dengan langkah menghentak segera pergi ke ruangan yang ditunjukan oleh Elino.  Elino melihat ulah Bianca dengan perasaan kesal, kemarin hampir saja perempuan labil itu mengacaukan segala rencananya. Untung saja mama Bianca bisa meyakinkan Bianca untuk  mau menikah dengan nya, coba kalau tidak, bisa-bisa perusahan Sanjaya miliknya raib disita sang mami yang gagal mendapatkan mantu idamannya. "Dasar cewe galak." gumam Elino, dirinya teringat kejadian saat diacara resepsi pernikahan mereka tadi sore. Bianca dengan terang-terangan membentak Elino gara-gara mencium kening cewe itu. Padahal kan itu untuk menunjang sandiwara mereka agar tampak lebih meyakinkan. Elino jadi menyesal pernah minta menikah dengan cewe galak itu dimasa lalu.     BRAKKK!! Pintu kamar yang dibanting keras seketika membuat Elino yang tengah minum tersedak, dan membuat kaus yang dipakai Elino basah karena air yang tumpah dari gelasnya. "BIANCA!! PELAN-PELAN DONG TUTUP PINTUNYA!! LOE KIRA INI HUTAN APA DIMANA LO BISA BERTINGKAH SEENAKNYA!" bentak Elino geram.  Gadis yang kini sudah menjadi istrinya itu benar-benar membuat senewen. Kalau terus seperti ini bisa-bisa Elino mati muda. ***     Bianca menutup pintu kamarnya dengan bantingan keras, berusaha meluap kan segala emosi yang ada dalam hatinya. Biarkan rumah barunya itu dindingnya bergetar, kalau perlu roboh sekalian juga nggak apa-apa. Toh ini juga bukan rumahnya, ini hanya rumah sementara baginya. Bianca berjalan menuju ranjangnya yang berukuran sedang, merebahkan dirinya diatas benda empuk itu, berharap rasa lelahnya berkurang sedikit demi sedikit. "Ah lega." gumam Bianca sedetik setelah tubuhnya terbaring sempurna diatas ranjang bersprei warna pink. Ini adalah warna kesukaan Bianca. Mata Bianca menerawang, menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya berkelana, dan otaknya meng-evaluasi segala hal yang akhir-akhir ini terjadi di dalam hidupnya. Mulai dari perjumpaan awalnya dengan Elino, hingga akhirnya dirinya harus berakhir dengan status pernikahan gila ini. "Hhhh," Bianca menghela nafas. "Kegilaan apaan si yang lagi gue jalani ini?" Bianca mengacak-acak rambutnya yang terasa kaku karena terkena hairspray. Semua terasa bagai mimpi untuk Bianca, benar-benar bagai mimpi. Namun, mimpi ini sama sekali bukan mimpi indah. Mimpi ini adalah mimpi yang amat mengerikan, mimpi buruknya! *** Elino mengancingkan kemejanya dan memakai dasinya, hari ini kehidupannya terasa sedikit berbeda, karena adanya kehadiran Bianca.  Dirinya yang biasanya tinggal diapartemen sendirian kini harus berbagi rumah baru pemberian sang mami dengan seorang gadis menyebalkan bernama Bianca Caroline! Elino memaut penampilannya dicermin besar walk in closet. Penampilannya selalu tampak sempurna setiap hari. Mampu mempesona setiap kaum hawa yang bertemu dengannya. SEMPURNA. Hanya satu kata itu yang pas untuk mengambarkan seperti apa sosok Elino. Elino meraih jas hitamnya dan memakainya dengan segera. Sekarang pukul delapan pagi dan dirinya harus segera berangkat ke kantor sebelum kemacetan jalanan ibukota memperangkapnya. Elino keluar dari kamarnya, berharap dapat menemukan setangkup roti untuk sarapan paginya diatas meja makan. Dengan senyuman dan mood yang baik, dihampirinya penutup makanan yang terbuat dari rotan dan membukanya, dan mata Elino membulat maksimal. Meja itu kosong melompong, tak ada tanda-tanda makananan ter-diteksi sama sekali. Dan seketika moodnya kacau balau. Benar-benar tega Bianca membiarkan sang suami yang tampan itu kelaparan dipagi hari ini. Elino mengelus d**a, menahan sabar. Rumah sudah sepi, itu artinya Bianca sudah berangkat ke kantor terlebih dahulu. Elino menarik dan menghembuskan nafasnya mengatur emosi, diputuskan nya untuk segera berangkat ke kantor sebelum terlambat, walau Ia tahu mood nya sudah dibuat kacau balau oleh seseorang. *** Bianca menatap layar laptopnya sambil cengar-cengir sendiri. Betapa gembiranya dirinya berhasil mengerjai Elino. Bianca tau persis pasti sekarang Elino sedang berangkat ke kantor dalam keadaan kelaparan karena tak menemukan makanan sama sekali. Rasakan!  Bianca berjanji akan membuat hidup Elino seperti di neraka. Yah, hitung-hitung untuk memberi Elino pelajaran karena sudah menyeretnya pada kehidupan yang Bianca tidak inginkan ini. “Selamat pagi," sapa beberapa orang dari luar ruangan kerja Bianca, membuat Bianca segera menghapus senyuman dari wajahnya dan kembali bersikap normal. Bianca sadar kalau orang yang disapa oleh rekan-rekannya itu adalah si cowo egois, Elino.  Dan dugaannya tepat, karena selang tak berapa lama Elino masuk kedalam ruangannya dan segera menghampiri meja kerja Bianca lalu menatap Bianca tajam.  "Benar-benar istri yang baik hati ya kamu, bisa-bisanya berangkat kantor tanpa buatin aku sarapan dulu." sindir Elino pada Bianca, yang membuat Bianca seketika mendongakan kepala menatap Elino. "Maksudnya?" tanya Bianca pura-pura bloon, tatapan polos hadir diwajah cantiknya. Elino mengantupkan rahangnya, menahan emosi, pria itu tahu bahwa wajah polos Bianca itu hanyalah tipuan saja.  "Aku lapar!" Jelas Elino akhirnya, mukanya tampak menahan amarah. Bianca mengangkat sebelah alisnya lalu berkata lembut namun menyingung. "Terus? Dalam perjanjian, nggak ada kalimat aku harus ngasih makan kamu kan?" sindir Bianca tajam, Elino diam, bingung membalas ucapan gadis menyebalkan didepannya itu.  'Betul si memang apa yang Bianca ucapkan. Tapi, mereka itu kan tinggal serumah, apa ya tidak bisa berkompromi sedikit saja?' Dirinya jadi salah tingkah sendiri, merasa ucapan Bianca ada benarnya juga. Dan tatapannya berubah jelalatan kemana-mana, mata elangnya yang memukau jatuh pada sebuah kotak bekal yang ada diatas meja kerja milik Bianca. Elino tersenyum dan dengan gerakan cepat diraihnya kotak bekal milik Bianca dan berlari kabur. "Ini buat aku!" ungkap Elino senang, lalu berlari kabur dari hadapan Bianca secepatnya. Bianca terpana dan Ia lupa untuk kembali merebut kotak bekalnya. Bianca mengerjapkan matanya berulang kali, menatap ulah Elino dengan segala keterpesonaanya. Bukan karena cowo itu kelewat tampan, namun lebih kepada sikapnya yang persis seperti anak kecil. Mengambil kotak bekal Bianca lalu berlari pergi dengan cengiran lebar. Bianca melongo, namun semenit kemudian dirinya tersenyum miring.     "Dasar cowo aneh." gumam Bianca dengan senyuman manis terkembang tanpa sadar diwajah cantiknya yang natural. Bianca geleng-geleng kepala dan kembali melanjutkan aktivitasnya. Tak perduli lagi dengan kotak bekalnya yang kini sudah raib di ambil suami anehnya. *** Elino membuka kotak bekal milik Bianca, dan mendapati 2 tangkup roti berselai coklat kesukaanya tegolek indah didalam sana. Mata Elino berbinar dan dengan penuh nafsu diambilnya setangkup roti dan segera memakannya untuk menghilangkan rasa laparnya.  Jujur saja Ia memang lah tipe orang yang tidak bisa melewatkan sarapan sekali saja. Penyakit maag kronis yang dideritanya sejak kecil, membuat Elino tak ingin ambil resiko dengan melewatkan jam-jam makannya. "Delicious." gumam Elino. Sedikit berlebihan memang, namun rasa laparnya inilah yang membuat roti berselai coklat itu terasa begitu lezat seperti rasa pizza hut. Elino terus menyantap roti dikotak bekal milik Bianca hingga habis, dua tangkup roti itu seketika terasa mengisi penuh perut Elino yang awalnya tadi kosong melompong. Kini dipastikan Ia akan bisa lebih fokus bekerja karena rasa laparnya sudah teratasi.  Elino menutup kotak bekal Bianca dan menaruhnya diujung meja kerja. Bebarengan dengan itu, handphonenya berdering, Elino meraih handphonenya dan mengerenyitkan kening saat sederet nomor tak dikenal muncul dilayar ponsel.  Walaupun ragu, tetap di jawabnya telpon itu segera. "Halo?" sapa Elino lambat. Ada jeda yang cukup lama sampai sang penelefon menjawab sapaannya. "Elino...  kamu dimana. Aku ada di Indonesia, aku dateng, No. Untuk kamu." suara disebrang sana seketika membekukan Elino. Elino tau siapa penelefon itu tanpa sang penelefon perlu menyebutkan namanya. Dia adalah Crystal, kekasihnya. Kekasih gelapnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN