“Capek banget menghadapi orang yang namanya Pak Dean.” Jenar mendudukkan pantatnya di salah satu kursi yang ada di kantin perusahaan, berhadapan dengan Sharon yang baru saja menyedot minumannya. “Aku juga heran bisa-bisanya kamu berhadapan sama Pak Dean yang jelas-jelas punya alergi sama perempuan!” Sharon berbicara dengan kedua mata melotot, saking tidak percayanya. “Cuma kamu satu-satunya perempuan yang diakui sebagai wanita oleh Pak Dean! Bayangin kalau setelah ini kamu sama Pak–” Jenar mendecih dan menghentikan ucapan Sharon yang kemana-mana. “Jangan membayangkan yang tidak-tidak. Kamu tidak tahu harus se-sabar apa diriku saat berhadapan dengannya.” Dia memijat kening. “Tapi sumpah. Kalau jadi kamu, aku bakal manfaatkan apa yang ada.” Sharon cengengesan sendiri membayangkan dirinya