Lamaran Resmi

1401 Kata
Jenar tidak tahu apa yang akan Felicia lakukan agar dirinya tidak terjerat ke dalam skandal cinta segitiga tersebut, tetapi yang jelas sekarang ini dia butuh perlindungan untuk bisa keluar dari situasi ini tanpa disadari orang-orang. Setelah mendapat pesan dari Felicia tempo hari, Jenar baru bisa menemui wanita itu di luar jam kerja dua hari kemudian. Jadwal syuting Jillian tidak memberinya waktu untuk pergi. Bahkan ketika tidak ada jadwal syuting, gadis itu harus menemani aktornya melakukan hal-hal lain. Sudah hampir tiga puluh menit Jenar duduk di restoran tertutup yang telah dipesan atas nama Felicia, tetapi orang yang dia tunggu-tunggu tidak juga menampakkan batang hidungnya. Akan tetapi, gadis itu memakluminya lantaran Felicia bukanlah seseorang yang bisa pergi kapan pun dia mau. Getaran ponsel mengalihkan perhatian Jenar. Ada nama Pak Bos Anti Kecoak di layar, tetapi gadis itu tidak berniat untuk menerimanya. “Mau apa lagi dia?” Jenar tak berhenti mencibir bahkan ketika dirinya dengan sengaja mengabaikan empat panggilan dari bos-nya yang aneh itu. Dia masih ingat betul bagaimana Dean tak acuh pada keluhannya tentang skandal cinta segitiga dan memohon untuk segera mengambil tindakan, tetapi pria itu dengan santai menanggapi bahwa mereka tidak akan melakukan apa pun dan membiarkan berita itu tenggelam dengan sendirinya. “Dasar pria aneh. Bisa-bisanya santai begitu!” Getaran ponsel berhenti dan detik selanjutnya pintu bergeser. Felicia masuk seorang diri dengan penampilan yang tidak diragukan lagi, anggun dan menarik sampai-sampai membuat Jenar merasa rendah diri. “Maaf, ya, aku ada pertemuan penting tadi, jadi tidak bisa datang tepat waktu,” kata wanita itu. “Iya, tidak apa-apa, Bu Felicia. Saya juga baru datang,” balas Jenar canggung, “oh iya, saya sudah minta agar mereka menyiapkan makanan ….” “Oh, iya, terima kasih. Kalau begitu kita bicarakan saja langsung karena setelah ini aku harus pergi ke suatu tempat.” “Ya, saya mengerti.” Felicia lantas mengatakan niatnya meminta Jenar datang. Dia menjelaskan apa yang harus mereka lakukan untuk membuat publik diam dan fokus pada dua pemeran utama yang seharusnya dan mematahkan isu cinta segitiga yang menjadi panas hari demi hari. Jenar sendiri tidak masalah apa pun rencana Felicia sebab yang paling dia inginkan adalah keluar dari tuduhan cinta segitiga, apalagi menjadi pihak orang ketiga di antara dua tokoh besar yang ada di industri hiburan tersebut. Felicia menyangga dagu setelah menjelaskan rencananya. Dia menatap Jenar lekat-lekat hingga membuat gadis itu salah tingkah. “Aku penasaran, apa sebenarnya kalian berdua punya hubungan serius?” Jenar segera menyangkal dengan mengibaskan kedua tangan di depan d**a. “Sama sekali tidak! Sama seperti wanita lainnya, saya cuma sebatas kecoak di mata Pak Bos! Tapi saya yakin Bu Felicia lebih … lebih dari sekadar kecoak ….” “Tapi, waktu itu kalian benar-benar terlihat dekat dan kompak. Atau mungkin perasaanku saja?” “Ah, kejadian di toko baju itu … karena saya punya banyak utang kepada Pak Bos. Bisa dibilang, saya sedang mencicil utang saja. Jadi, jangan salah paham, Bu.” Felicia mengangguk sambil tersenyum puas. “Kalau begitu, aku tidak perlu mengkhawatirkan apa pun, bukan? Kita bisa melanjutkan rencana yang sudah kita bicarakan tadi.” “Bisa, Bu, bisa. Saya berterima kasih karena Bu Felicia mau repot-repot membantu saya dan menerima skandal dengan Pak Bos.” “Bukan masalah besar. Santai saja.” Felicia kembali menyunggingkan senyum dan tepat setelah itu, dia mendapat pesan dari asistennya. “Maaf, aku harus pergi sekarang juga. Ada pertemuan lain yang sangat penting.” “Oh, iya, silakan, Bu. Masalah Pak Bos, serahkan saja kepada saya. Saya akan memaksa Pak Bos untuk datang ke tempat yang Bu Felicia katakan.” Jenar berkata meyakinkankan. “Aku serahkan padamu, Jen!” *** Beberapa kali terdengar suara bel di salah satu rumah di Gang Mawar. Meski berada di pemukiman padat penduduk, Jenar sadar jika bel rumahnya lah yang berbunyi. Hanya dengan memakai celana kolor panjang dan kaus oblong warna putih yang sering dihina tidak layak pakai oleh Hidan, gadis itu berjalan ke arah pintu dan membuka pintu dan melihat punggung seorang pria yang sedang berdiri di depan pagar rumahnya. Kembali Jenar menutup pintu dan bersandar sambil mengoceh. “Gila! Aku sampai-sampai berkhayal kalau orang itu datang ke sini?!” Suara bel lagi-lagi berbunyi dan itu membuat Jenar terlonjak kaget. Pintu yang tengah-tengahnya terdapat kaca transparan membuat Dean melihat punggung manajer Jillian tengah berdiri di sana dan itu membuatnya menekan tombol berkali-kali sampai Hidan melangkah keluar dari kamar. “Aduh, ngapain malah berdiri di situ, sih? Bukannya buka biar nggak berisik!” bentak laki-laki itu dengan ekspresi kesal. “Atau jangan-jangan kamu punya pinjaman?!” “Ssstt! Jangan teriak-teriak!” pekik Jenar sambil melotot, tetapi tiba-tiba pintu yang dijadikan sandaran didorong dari luar dan membuatnya terdorong beberapa langkah ke depan. Dia menerobos masuk padahal tidak dipersilakan?! Jenar berbalik badan dengan mata melotot, inginnya. Namun, begitu membalikkan badan, dia tersenyum ramah kepada pria yang dikiranya Dean. “Ayah?!” “Kamu ini tidak sopan! Bosmu sudah berdiri di depan pagar, tapi tidak dipersilakan masuk?” Armand geleng-geleng melihat sikap anak gadisnya yang mengecewakan, lalu berbalik menatap Dean dengan ekspresi ramah. “Mari, silakan duduk.” “Terima kasih, Pak.” Dean membalas senyum Armand, tetapi ketika tatapannya beralih kepada Jenar, garis ramah di bibir itu mendadak hilang dan berubah menjadi tatapan tajam yang mematikan. Detik selanjutnya, pria itu teralihkan pada pemuda yang hanya memakai kaus dalam warna hitam dan celana kolor pendek sepaha. Dean tahu jika itu adalah laki-laki yang Irgi maksud, tetapi penampilan Hidan sekarang sangat tidak memungkinkan. Jenar begitu saja bergeser menghalangi tatapan Dean kepada Hidan meski tingginya tidak lantas membuat mereka berhenti berpandangan. Akan tetapi, usaha gadis itu berhasil ketika bos-nya mengalihkan pandangan ke arahnya. “Ada perlu apa Pak Bos datang ke sini?” tanya Jenar seramah mungkin. Dean mengambil duduk terlebih dulu, sementara Armand melangkah pergi bersama Hidan yang penasaran siapa pria berpenampilan rapi dan menarik itu. “Aku menghubungimu lima kali dan mengirim pesan sebanyak sepuluh kali, tapi kamu sengaja mengabaikan semua itu?” Dean melayangkan tatapan kesal dan membuat Jenar beranjak duduk di depannya. “Bapak menelpon saya?” Jenar pura-pura terkejut dan merasa bersalah, kemudian merogoh kantong celana untuk mengambil ponselnya. “Wah, iya ternyata! Maaf, Pak, saya tidak tahu kalau Bapak menelpon dan mengirim pesan sebanyak ini kepada saya!” “Kamu lupa berapa utangmu padaku?” Dean mengeluarkan jurus andalannya, yaitu ancaman. “Iya, jadi, terus Bapak ada keperluan apa sama saya?” tanya Jenar cemas. Dia mulai takut jika pria itu menyebut soal utang yang tidak masuk akal itu. Dean berdeham sebelum menjawab pertanyaan Jenar. “Aku akan menurunkan semua artikel yang menyeret dirimu–” “Ssst! Sssttt!” Jenar menempelkan telunjuk pada bibirnya, meminta Dean untuk berhenti bicara. “Jangan keras-keras, Pak! Keluarga saya tidak ada yang tahu, kalau mereka dengar, bisa gawat!” Pria itu mendesah berat, lalu berkata, “Pokoknya aku akan membuat mereka semua menurunkan artikel-artikel itu, tapi ada syarat yang harus kamu setujui?” “Apa?” Jenar mengerutkan dahi, agak penasaran dengan penawaran Dean meski dia sudah setuju dengan rencana Felicia siang tadi. “Kamu harus mau jadi orangku.” Jenar mengangguk sekali meski tak yakin sambil melirik ke samping, tetapi kemudian dia kembali menatap Dean. “Tapi kan saya memang orangnya Bapak? Saya sudah dikontrak dua tahun di perusahaan Bapak.” “Bukan … bukan yang seperti itu maksudku.” Dean menghela napas panjang setelahnya. “Maksudku, kamu harus mau jadi seseorang yang bisa berada di dekatku selamanya. Begitu.” “Bapak mau jadikan saya sebagai sekretaris Bapak, begitu?” Jenar memastikan keragu-raguannya dengan alis berkerut. “Aku sudah punya sekretaris, namanya Naga. Jadi, aku tidak butuh sekretaris lagi,” jelas Dean singkat dan penuh penekanan. “Terus? Apa dong? Bapak ini kalau ngomong suka ambigu, bikin saya kelihatan bodoh.” Dean menarik napas, agak tersinggung dengan ucapan Jenar yang terkadang memang berani tanpa sebab. Apalagi, dia sendiri tidak seratus persen yakin meminta gadis itu menjadi orangnya dalam arti lain. Namun, hanya kurang beberapa persen untuk menjadikannya bulat dan itu harus dilakukan dengan mempertaruhkan sesuatu, seperti mencoba meski dibayang-bayangi ketakutan. “Aku ingin kamu menjadi satu-satunya wanita yang bisa masuk ke hidupku.” Tepat setelah Dean mengatakan sesuatu yang membuat Jenar menganga lebar, terdengar suara piring jatuh tak jauh dari mereka berada. Mayang terkejut bukan main mendengar kata-kata dari pria yang tempo hari mengantar anaknya ke rumah sakit dan sempat dikiranya sebagai kekasih sang anak itu. “Kamu melamar anak saya?!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN