Jenar menutup tirai rapat-rapat, lalu berganti pakaian dan meninggalkan semua itu di sana dengan cara mengendap-endap agar tidak ketahuan oleh Dean. Namun, justru Felicia yang membuat pria itu tahu jika dirinya sedang berusaha kabur.
“Kamu manajernya Jillian, bukan?” tanya Felicia lagi, sementara Dean berbalik badan.
Jenar beralih sambil tertawa canggung, apalagi ketika menatap Dean yang mengerutkan dahi, menunjukkan kekesalannya. “Wah, kebetulan sekali bertemu dengan Bu Felicia dan Pak Dean di sini,” ucapnya diselingi tawa yang terdengar aneh. “Kalau begitu saya permisi. Ada urusan mendesak soalnya.”
Felicia tampak tidak keberatan dan membiarkan Jenar berlalu, tetapi Dean justru menarik tangannya dan pergi begitu saja menghampiri manajer Jillian yang melangkah dengan cepat.
“Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu pergi begitu saja padahal aku belum melihat bagaimana kamu memakai baju-baju itu?” Dean melangkah lebar, menarik siku Jenar dan membuat gadis itu terpaksa berhenti.
Felicia yang melihatnya agak tidak suka, apalagi melihat Dean tanpa sungkan memegang tangan Jenar sementara jika dirinya yang menyentuh, pria itu terlihat tidak sudi. “Aku yang berlebihan atau karena mereka memang sedekat itu?”
Sembari mencuri pandang kepada Felicia yang tampak cemburu, Jenar mencoba melepas cengkraman Dean dengan ekspresi memohon. Dia tidak mau menjadi pihak ketiga atau pihak ke berapa pun dan berurusan dengan kisah cinta orang-orang berada tersebut.
“Pak, tolong lepasin saya! Saya tidak enak sama Bu Felicia!” pekik gadis itu seraya menarik tangannya sendiri, tetapi Dean masih tetap mencengkram sikunya.
“Aku minta kamu pilih salah satu dari mereka, tapi kenapa kamu pergi?” tanya Dean penuh penekanan. “Kamu mau saya pecat? Mau saya tagih utang-utangmu itu?”
“Bapak mengancam saya lagi?” Jenar mendongak, menatap Dean dengan mata terbelalak. “Kenapa Bapak plin-plan sekali jadi orang?”
“Aku tidak plin-plan. Aku cuma memberimu pilihan. Pilihan apa yang kamu ambil, maka itu yang akan aku lakukan. Begitu. Masa begitu saja tidak mengerti?” Dean menghela napas, lalu menarik gadis itu kembali ke ruang ganti. “Pokoknya keluar setelah memilih satu baju yang kamu suka.”
“Pak–”
Penolakan Jenar menjadi sia-sia ketika Dean menutup tirai dan berdiri di depan agar gadis itu tidak berusaha kabur lagi. Lalu tanpa sadar, Felicia menghampiri dengan penuh pertanyaan yang tidak bisa dilontarkan dalam satu waktu.
Meskipun merasa tertarik, wanita itu pikir menjaga harga diri agar tetap tinggi adalah sesuatu yang harus dilakukan. Felicia mungkin penasaran, tetapi dia akan menahan diri dan pelan-pelan menanyakan apa yang terjadi di antara mereka berdua.
“Apa ada sesuatu yang terjadi di sini?”
Dean sedikit tersentak mendengar suara Felicia yang tiba-tiba berdiri di sebelahnya. “Tidak, tidak ada. Hanya sedikit urusan,” jawabnya. “Bu Felicia masih ada di sini? Atau sedang menunggu Pak Dharman?”
Felicia terlihat tersenyum menanggapi ucapan Dean. “Saya merasa tidak enak atas apa yang ayah saya lakukan tempo hari lalu kepada Pak Dean. Seharusnya proyek itu jatuh ke tangan Jillian, tapi–”
“Tidak perlu sungkan, Bu Felicia,” timpal Dean cepat, “berkat hal itu, Jillian menerima proyek yang jauh lebih besar. Saya berterima kasih banyak kepada Bu Felicia karena hal itu.”
Hampir saja Felicia membuka mulut, tirai dibuka dan Jenar muncul memakai pakaian yang paling disukainya. Setelan warna abu yang sebelumnya dia coba.
“Ini yang paling cocok menurut saya, Pak,” ucap gadis itu sambil menunjukkan gerak-gerik tidak nyaman, apalagi saat menatap wanita yang berdiri di sebelah Dean.
“Lumayan. Pakai saja yang itu. Kita harus cepat pergi karena sudah tidak ada waktu lagi.” Dean hendak berbalik, tetapi dia kembali menghadap Felicia. “Kami permisi dulu, Bu Felicia. Sampaikan salamku kepada Pak Dharman.”
“Ya. Akan saya sampaikan.”
Dean berlalu pergi diikuti Jenar yang pamitan hanya dengan isyarat kepada Felicia. Sementara anak rahasia Sutradara Dharman Kartajaya itu hanya bergeming menatap keduanya pergi dari toko baju dan menuju entah ke mana.
***
Setelah memilih pakaian mahal yang tak terhingga harganya, Jenar juga dipaksa duduk di salon kecantikan, sama seperti yang Jillian lakukan beberapa waktu lalu. Akan tetapi, kali ini dia didandani sebagai wanita dewasa yang berkelas.
Rambutnya dicatok dan diikat rendah di belakang kepala, riasan wajahnya pun tidak begitu membuat pangling seperti riasan milik make up artis yang Jillian sewa. Bahkan, Dean membiarkan Jenar memakai kacamata, tetapi lagi-lagi pria itu membeli yang baru dan terlihat lebih modern serta cocok dengan garis wajah Jenar.
“Pak, sebenarnya Bapak ini mau bawa saya ke mana sampai-sampai saya didandani begini?”
Kedua kaki Jenar yang memakai sepatu hitam ber-hak rendah itu berhenti saat Dean menghentikan langkah di antara meja dan kursi yang ada di sebuah restoran mahal di hotel bintang lima tersebut.
“Ibuku baru datang dari kota sebelah dan dia ingin bertemu denganku,” ucap Dean kemudian sambil menatap wanita yang duduk dekat dengan jendela di lantai tujuh itu.
“Terus apa hubungannya sama saya?!” Jenar memekik, merasa ada yang tidak beres dan berpikir harus segera pergi dari sana.
“Anggap saja buat bayar utang. Kamu sudah menciumku dua kali, merusak ponselku juga dan–”
“Kata Bapak, saya bawa keberuntungan. Kenapa masih harus diperas begini?!”
Dean menarik napas dalam-dalam, berniat membalas ucapan gadis berkacamata tersebut. Namun, pada akhirnya dia hanya menghela dan memaksa Jenar untuk menghampiri Ratna Andini, wanita yang telah melahirkannya tiga puluh lima tahun yang lalu.
“Pak! Pak!”
Pekikan Jenar yang agak teras membuat Ratna mengalihkan pandangan dan dia cukup terkejut melihat Dean menggenggam tangan seorang wanita padahal selama ini mereka tahu jika kesialan akan menimpa setiap kali pria itu bersentuhan dengan lawan jenisnya. Di saat bersamaan, wanita itu benar-benar berharap jika gadis muda yang Dean bawa adalah sosok yang mematahkan entah kutukan atau kepercayaan yang membuat mereka menderita selama ini.
Wanita itu beranjak berdiri, menatap Jenar yang tersenyum canggung ke arahnya. “Anakku, jangan-jangan dia ….”
“Benar, Bu, dia satu-satunya perempuan yang tidak membuatku takut pada kesialan.”
***
Keesokan paginya, berita selebrita yang ditayangkan sekitar pukul tujuh membawa topik hangat tentang kedekatan CEO agensi hiburan dan penulis pendatang baru di dunia perfilman yang akhir-akhir ini mencuri perhatian karena parasnya yang cantik. Namun, ada satu hal lagi yang membuat bahan pembicaraan itu menjadi lebih panas dan menarik.
Adalah kemunculan isu orang ketiga yang dijadikan tokoh utama ketika Dean lebih memilihnya daripada memilih penulis cantik bernama Felicia itu. Jenar hampir terkena serangan jantung saat memasuki lift sambil menggigit roti kelapa yang empuk dan gurih.
“Astaga naga dosa apa yang sudah aku lakukan di masa lalu sampai-sampai terlibat gosip seperti ini?!”
Teriakan gadis itu membuat orang-orang yang berada satu lift dengannya menoleh. Dengan segera Jenar mematikan ponselnya agar mereka tidak merasa curiga. Bagaimanapun, dia harus diam dan memastikan gosip ini reda tanpa membahayakan dirinya sendiri.
Denting pintu berbunyi, Jenar segera keluar dan bergegas ke toilet, masuk ke salah satu bilik dan duduk di atas kloset seraya membuka artikel terbaru yang dirilis pagi ini oleh salah satu stasiun televisi melalui media sosialnya.
Meski wajah ketiga tokoh utama disamarkan dan nama mereka tidak disebut secara terus terang, jabatan CEO muda agensi hiburan dan penulis naskah pendatang baru membuat publik menebak jika dua di antaranya adalah Dean Kartajaya dan Felicia Dewi Cantika. Lalu, satu orang yang tidak disebutkan jabatan atau lainnya itu membuat Jenar berada di pihak yang untung.
“Setidaknya tidak ada seseorang yang sadar kalau ini aku,” gumam gadis itu sambil menggigit kuku jempolnya. “Wajahku benar-benar tidak terlihat dan baju mahal itu benar-benar membuatku seperti wanita kelas atas! Tidak akan ada yang mengira kalau itu adalah diriku!”
Tiba-tiba ponselnya sendiri berdering dan itu membuat Jenar terperanjat. Nomor tak dikenal muncul di layar dan itu membuatnya sedikit waspada, jika ada salah satu dari mereka mengetahui siapa sosok di balik wanita yang lebih menarik di mata Dean itu.
Karena merasa ragu, Jenar mengabaikan panggilan tersebut dan membiarkannya berlalu begitu saja. Akan tetapi, beberapa detik setelahnya dia mendapat pesan dari nomor yang sama.
Ini aku, Felicia. Kalau kamu tidak mau berada di situasi yang rumit ini, bisa tolong aku melakukan sesuatu?