bc

Bukan Salah Jodoh (ArgaNtara)

book_age18+
377
IKUTI
7.6K
BACA
love-triangle
HE
fated
friends to lovers
arranged marriage
playboy
arrogant
heir/heiress
drama
bxg
city
office/work place
like
intro-logo
Uraian

Jodoh tidak perlu dicari. Dia akan datang sendiri ketika waktunya sudah tepat. Itu yang Arjuna—kakak ke lima Mutiara katakan.

Mutiara Putri Hutama, bungsu keluarga Hutama yang hidup layaknya seperti seorang putri. Dikelilingi 4 orang kakak laki-laki yang begitu posesif hingga membuatnya sulit didekati para pria.

Meskipun begitu, Mutiara pernah merasakan cinta pertama. Sayangnya cinta itu harus kandas hanya berselang 2 bulan hubungan mereka. Bukan karena tidak cinta. Alasan Alfatih memutuskan Tara adalah untuk belajar dan menetap di luar negeri.

Namun, Tara justru bertemu dengan Alfatif di Bandung selang 2 tahun kemudian. Dan pria itu sudah menggandeng perempuan lain yang merupakan teman masa SMA Tara.

Tara yang saat itu sendirian, tidak ingin terlihat menyedihkan di depan mata sang cinta pertama. Keberuntungan datang. Seorang pria asing tampan berdiri di belakangnya. Refleks Tara tersenyum.

“Sayang, Aku pikir aku terlambat,” ujar Tara sambil tersenyum semakin lebar. Berpura-pura mengenal pria asing tersebut. Gayung bersambut.

“Kamu cantik sekali malam ini, Beb. Maaf, aku yang terlambat.”

Apakah pria asing yang datang dengan sendirinya itu akan menjadi jodoh Tara? Atau justru akan membuat hati Tara kembali hancur?

Yuk, ikuti cerita bungsu keluarga Hutama ini. Jangan lupa tap love dulu sebelum lanjut baca.

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1. Dikira Mau Dilamar, Ternyata ....
Tara berlari di sepanjang trotoar jalan Pemuda, Semarang. Sial. Jalan macet total karena kecelakaan, sementara seseorang sudah menunggunya di sebuah tempat makan. “Aww … assss ….” Tara nyaris mengumpat ketika kakinya terkilir. Dia belum terbiasa memakai sepatu dengan hak tinggi. Bukan heels dengan hak runcing di bagian bawah. Hanya sepatu model wedges dengan tinggi 7 cm. Dia harus memakai pengganjal kaki supaya bisa mengimbangi tinggi orang itu. Supaya ketika mereka jalan berdua, tidak akan terlihat jauh perbedaan tinggi mereka. Namun naas, dia justru terkilir. Sambil meringis sakit, Tara membungkuk kemudian melepas tali sepatu yang memutari pergelangan kakinya. Mendesis saat mencoba menapakkan kaki kanannya. Tara melepas sepatu di kaki kirinya juga, kemudian menentengnya. Tara menarik napas sebanyak mungkin sebelum memaksakan kakinya untuk berjalan. Meskipun sambil sesekali meringis, Tara berjalan lebih cepat. Orang yang menunggunya pasti sudah tidak sabar. Jam istirahat orang itu hanya satu jam. Siang hari. Pukul 12.30. Matahari sedang begitu angkuhnya memperlihatkan kekuatannya. Angin yang sebetulnya cukup kencang, tak mampu mengalau terik sang surya yang begitu pongah di atas sana. Peluh membasahi tubuh bungsu keluarga Hutama. Gadis berusia 22 tahun yang merupakan princessnya keluarga Hutama. Sangat disayangi oleh kakak sulungnya, Mekkaela Sawitri Hutama. Dijaga sepenuh hati oleh kedua orang tuanya, dan dijadikan seorang putri oleh empat kakak laki-lakinya. Para pria Hutama begitu protektif pada sang bungsu. Mereka tidak pernah membiarkan sang putri keluar sendirian. Mereka akan berperan menjadi bodyguard sang putri secara bergantian. Akan tetapi, gadis yang kali ini sedang berada di kota kelahiran mamanya itu terlepas dari penjagaan kakak-kakaknya. Libur kuliah Tara gunakan kesempatan itu untuk lari dari para pria Hutama yang membuatnya merasa seperti terpenjara. Tidak bisa berkumpul bersama teman-temannya tanpa tatapan dari salah satu kakaknya. Apa enaknya. Tara berterima kasih pada adik kakak iparnya. Lea. Karena Lea dia bisa menghabiskan waktu di Semarang tanpa kecurigaan para pangeran Hutama. Langkah kaki Tara berhenti. Gadis itu mendongak—memastikan nama rumah makan sesuai dengan pesan yang ditulis oleh orang itu. Tersenyum ketika yakin dia tidak salah. Ini adalah kali pertama dia mengunjungi tempat ini. Keluarga mamanya memang berasal dari kota ini, namun dia tidak terlalu sering berada di kota ini. Masalahnya, pamannya pun tinggal di Yogya. Rumah neneknya masih ada. Dihuni oleh orang yang dipercaya sang mama untuk merawat peninggalan orang tuanya. Sambil terpincang-pincang, Tara masuk ke dalam sebuah rumah makan yang menyajikan berbagai macam makanan khas India. Sepasang mata gadis itu mengedar. Senyum segera merekah begitu melihat sosok pria tampan dengan rambut yang mulai panjang—duduk di dekat jendela. Terlihat sedang membaca entah buku apa. Tara berdecak pelan. Dasar kutu buku. “Ai!” Pria yang tadinya sedang menunduk menekuri buku kecil di tangannya itu sontak mengangkat kepala mendengar suara dan nama panggilan itu. Alfatih nama pria tersebut. Pria itu meringis menyadari beberapa orang yang berada di tempat tersebut menoleh ke arahnya--setelah menatap gadis yang baru saja berteriak memanggilnya. Dengan senyum merekah—lupa akan nyeri di kakinya, Tara menghampiri sang pujaan hati. Pria yang selama 2 bulan menjadi kekasihnya. Tanpa sepengetahuan keluarganya tentu saja. Dia pacaran backstreet. Alfatih mengernyit melihat cara berjalan Tara. Gadis yang tak sengaja ia temui di kantin perusahaan tempatnya bekerja 3 bulan lalu. “Kakimu kenapa?” tanya pria itu. “Kenapa sepatunya tidak kamu pakai?” Tara memperlihatkan cengiran. “Ternyata tidak mudah pakai hak tinggi. Aku terkilir tadi, makanya aku lepas saja.” “Kamu jalan tanpa sepatu?” Tara mengangguk. “Hmm … dari pada kakiku tambah sakit. Iya, kan?” Tara menarik punggung kursi, kemudian mendudukinya. “Akhirnya bisa ketemu Ai lagi.” Tara tersenyum manis. “Makan dulu.” Alfatih mendorong piring berisi nasi biryani ke depan Tara. “Kita bicara setelah makan, ya? Kamu pasti juga lapar.” Lalu Alfatih tersenyum ketika bertemu tatap dengan sepasang mata gadis yang duduk terpisah meja dengannya. Jujur saja Tara tidak terlalu suka makanan di depannya ini. Namun, demi pria di depannya yang sudah susah-susah membelinya, akhirnya Tara menyuap satu sendok penuh nasi briyani ke dalam mulutnya. “Enak?” tanya Alfatif sebelum menyuap makanannya. Tersenyum ketika melihat kepala gadis yang tidak lain adalah kekasihnya ini mengangguk. Syukulah kalau Tara menyukainya, batin Alfatif. Tara kembali menyuap. Mengunyah seraya menarik kedua sudut bibirnya saat menyadari Alfatih menatapnya. Kepala gadis itu bergerak turun naik seolah menikmati rasa yang bercampur di dalam mulutnya. Selesai dengan sepiring nasi, Tara masih disodori makanan lain yang sumpah … benar-benar tidak ingin Tara makan sebenarnya. Lemaknya melambai-lambai. Oh … demi apa dia harus makan banyak lemak hari ini. “Makan yang banyak,” kata Alfatih sebelum memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Demi cinta, lupakan lemak-lemak itu. Dia akan membakarnya nanti. Tara kemudian melahap makanan di depannya. Memperlihatkan ekspresi wajah yang sedang menikmati makanan tersebut. Beberapa saat keduanya kembali diam. Mereka fokus menghabiskan makanan yang terhidang. Tara meraih botol air mineral 600ml di atas meja. Untung ada air putih. Gadis itu langsung meneguk beberapa kali. Mendesah nikmat setelah melepas tepi botol dari sela bibirnya. Tara menatap Alfatih yang juga sudah selesai. Alis gadis itu terangkat melihat ekspresi serius yang tertampil di wajah tampan pria dewasa itu. Ya, Alfatih adalah pria berusia 28 tahun yang dikenalnya ketika ia bermain ke pabrik furniture milik papanya di kota ini. Lebih tepatnya belajar magang di tempat tersebut. “Ada apa?” tanya Tara setelah meletakkan kembali botol minuman ke atas meja. Sepasang mata gadis itu mengerjap. Jelas ada sesuatu melihat dari cara Alfatih menatapnya. Apa mungkin pria itu akan melamarnya? Secepat ini? Oh … jantung Tara berdegup kencang. Gadis itu menelan saliva. Apa yang harus dia katakan jika benar Alfatih melamarnya? Apa dia akan langsung terima? Menikah muda seperti keinginannya? Tara merasakan degup jantungnya semakin menggila. Tarikan napas panjang Tara lakukan untuk mencoba mengendalikan rontaan jantungnya yang semakin menggila. “Tara.” “Iya ….” “Terima kasih sudah menjadi kekasihku dua bulan ini.” Tara mengangguk. Tenggorokannya tercekat. Dia semakin yakin sebentar lagi pria di depannya akan melamarnya. Sepasang mata gadis itu menatap lekat manik hitam sepekat malam yang juga sedang menatapnya. D*danya berdesir. Suara degup jantung yang begitu keras terdengar oleh telinganya sendiri. Tara menghitung mundur dalam hati--momen yang akan menjadi awal perjalanan barunya bersama Alfatif. Hatinya sudah mantap. Dia akan menerima lamaran Alfatih. Alfatih mengerutkan sepasang bibirnya, sebelum kemudian sepasang benda kenyal tersebut terbelah. “Maaf, aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita. Kita akhiri sampai di sini.”

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
292.2K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
151.8K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.2K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
167.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
212.1K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.3K
bc

TERNODA

read
192.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook