“Lepaskan, Sin.” Sintya menggeleng. Wanita itu memegang kencang tangan kanan Bayu. “Aku bilang lepas.” “Tidak. Kita sudah menikah lama. Kita sudah tua. Kenapa harus cerai?” “Itu pilihanmu sendiri, Sialan.” “Aku bilang aku tidak mau cerai, apa Papa tuli?” Sepasang mata Sintya langsung membesar begitu mendengar kata-kata yang meluncur dari mulutnya sendiri, “Maaf, maafkan aku, Pa. Aku khilaf. Aku tidak bermaksud—” “Sudah cukup.” Bayu melepas paksa tangan sang istri yang berusaha memeganginya dengan kuat. Pria itu tidak lagi peduli sekalipun Sintya memohon sambil menggelengkan kepala—menolak melepas tangannya. Menatapnya penuh permohonan. Sambil menekan katupan rahangnya, Bayu tetap menarik paksa tangan Sintya hingga akhirnya terlepas. “Pa, aku mohon, Pa. Jangan tinggalkan Mama. Pa ….