“Lo itu kurang ajar banget! Sudah pergi gitu aja tanpa pamit. Enam belas tahun kemudian balik dan kembali ngerecokin hidup gue. Bangke lu, Cyin.” Sena tertawa, Jessy tidak pernah berubah, nada bicaranya masih kemayu, meskipun penampilannya sudah seperti pria pada umumnya. “Gue heran. Lo masih kemayu gini, tapi bisa produksi anak.” “Kurang ajar! Gini – gini titid gue masih bisa bikin bini gue merem melek tau!” Sena tertawa. Tawa yang sudah lama tidak terpatri di bibirnya, sejak dia kehilangan dua orang yang dicintainya. “Tapi gue lega lo sekarang baik – baik saja. Gue sempat khawatir sama lo yang ngilang gitu aja. Dan sekarang lihatlah! Lo kaya. Masa ke kampung gue aja harus ditemani dua ajudan.” “Demi keselamatan gue, lah.” “Bangke lu.” Sena mengumpat. Dia meminta salah satu ajudannya