[9] Janji Adnan untuk Bertanggung Jawab

1311 Kata
Susah payah Adnan mengejar dan menangkap tubuh Cinta. Setelah bermain kejar-kejaran mengelilingi tenda restoran, Adnan akhirnya dapat memboyong Cinta ke dalam mobilnya. Andai saja gadis itu tak kehilangan energi, mereka mungkin akan bermain sampai matahari menyinari kota Jakarta. “Kamu terlalu unik sampai-sampai saya nggak kuat ngadepinnya, Cinta.” “Babi, go away.. Gue naksirnya udahan aja.. Capek..” Racau Cinta, pelan, sembari memiringkan tubuhnya. Adnan mengulum bibirnya. Ia lalu membalas racauan yang Cinta udarakan dengan, “ya.. Lebih banget begitu, Cinta. Jangan sakit lagi gara-gara saya. Saya yakin di luar sana akan ada laki-laki yang jauh lebih pantas menerima cinta kamu.” Adnan membelai puncak kepala Cinta. Namun ia segera menarik tangannya cepat. Pekerjaan rumah Adnan tak selesai hanya pada ditemukannya Cinta. Tertangkapnya gadis yang kabur itu menjadi titik awal pekerjaan besar Adnan. Cinta yang tak sadarkan diri tidak memungkinkan untuk diantarkan pulang ke kediaman orang tuanya. Membawa Cinta ke rumah maminya pun akan membuat nyawanya melayang— yah, alasannya tentu karena maminya tidak akan mungkin berdiam melihat dampak nyata dari perbuatannya yang telah menyakiti menantu idaman wanita itu. Berat memang! Katanya jika mertua lebih sayang ke menantu, anak kandung pun akan otomatis berubah menjadi anak angkat yang teraniaya. ‘Ah, menantu? Calon menantu yang gagal maksudnya!’ Koreksi Adnan, dalam hati. Maka hanya tersisa dua tempat yang dapat Adnan datangi untuk merawat Cinta. Pertama, kamar hotel dan ke-dua, apartemen kekasihnya. Namun jika dipikirkan kembali, apartemen Arabela tampaknya menjadi pilihan teraman. Disana, dirinya tidak akan mungkin mendapatkan tuduhan miring mengingat dirinya yang hanya bermalam dengan Cinta. Arabela bisa menjadi saksi jika ia dan Cinta tidak melakukan hal-hal negatif. Usai memantapkan diri untuk menyambangi apartemen sang kekasih, Adnan pun menyalakan mesin mobil papinya. Pria itu menginjak pedal gas, melaju menggunakan kecepatan rata-rata agar Cinta dapat beristirahat tanpa merasa terganggu. Sesekali Adnan juga memperhatikan Cinta disela-sela aktivitas menyetirnya. Ia terus membenahi kepala Cinta yang melorot karena takut Cinta terjaga. Adnan hampir merasakan kelegaan kala mereka telah melewati gerbang tiket masuk, tapi kelegaan itu gagal dirinya rasakan setelah netranya menangkap siluet wanita yang sangat dirinya kenali, berdiri menyambut seseorang tepat depan lobby apartemen. Jika saja wanita itu berinteraksi secukupnya, jari-jari Adnan tak akan bergerak mencengkram roda kemudi. Ia akan maklum karena begitulah cara orang-orang bersosial di jaman sekarang. Namun... yang Adnan dapati adalah Arabela yang mencium bibir seorang laki-laki. Mereka berpelukan untuk sejenak sebelum memasuki kabin belakang mobil, yang sebelumnya menjadi tempat bersandarnya. Mencoba untuk tetap waras, Adnan pun menepikan mobilnya, memarkirkan mobil dan berusaha menghubungi sang kekasih. Panggilan pertamanya terhubung, tapi sayangnya, Arabela tak menjawab panggilannya. Hal yang sama pun terus berlanjut pada panggilan-panggilan selanjutnya. Tak kehilangan cara, Adnan pun mengirimkan pesan, bertanya dimanakah Arabela sekarang. Dari sana ia akan menilai apakah kekasihnya itu masih pantas untuk dipertahankan atau tidak. Jangan salah! Meski terbilang keras kepala dalam mempertahankan sesuatu, Adnan merupakan manusia yang paling benci dengan pengkhianatan. Selagi ia tak melihatnya secara langsung di depan matanya, ia akan mencoba mempercayai kesetiaan kekasihnya dan itu berlaku sebaliknya. Ia pastikan tidak akan pernah ada kata maaf yang terucap dari mulutnya. Tempat Shooting.. Aku belom sempet pulang soalnya hasil take-nya kurang mulu katanya. Capek deh.. Pengen ketemu kamu, Babe “Cih!” Spontan Adnan berdecih. Ia terkekeh lalu memukul roda kemudi mobil papinya. “Bisa-bisanya kamu, Ra.. Padahal aku selalu yakin kamu nggak kayak apa yang Kakak ku bilang..” Rasanya sungguh menyakitkan. Disaat ia sudah membela mati-matian kekasihnya, di belakangnya, perempuan itu justru dengan teganya membuat usahanya berakhir layaknya sampah. “Iym.. Iym, Athan..” Wajah Adnan berpaling kala mendengar gumaman tak jelas gadis disampingnya. Gadis itu— dia juga akan meninggalkannya dan berlari ke pelukan Nathan. Tidak.. Setelah semua ini, Adnan tak ingin menjadi seonggok daging busuk yang ditinggalkan oleh semua orang. Ia tak mau kehilangan keluarganya dan satu-satunya cara yang bisa mengembalikan keluarganya hanyalah Cinta seorang. Pria baik dan sabar itu mulai gelap mata karena terganggunya pikirannya. Ia meraih kepala Cinta, membelai pipi chubby gadis yang selama ini dirinya sia-siakan. “Cinta,” panggilnya, mesra. “Forgive me.. Saya janji kalau saya akan bertanggung jawab sampai akhir. Jadi tolong, tolong buat saya agar bisa mencintai kamu, Cinta.” Adnan menurunkan kepalanya, mempertemukan kedua bibir yang seharusnya tak akan bisa bertemu jika dirinya tak mendapati perselingkuhan Arabela. Matanya terpejam seiring dengan bulir air mata yang kemudian jatuh mengalir ke pipinya. Lama bibir Adnan hanya berdiam hingga pada detik selanjutnya, bibir itu terbuka, memakan lembut bibir yang selalu saja mencoba untuk menarik hatinya. Ia pria dewasa yang kerap merasakan keintiman. Ia bukan manusia suci yang tabu akan sebuah ciuman— dan ketika bibirnya yang penuh dosa itu mengecap manisnya keperawanan bibir Cinta, Adnan merasa tak mampu untuk menghentikan aksinya. Setelah puas menginvasi isi mulut Cinta yang tak sadarkan diri, Adnan mengakhirinya dengan tautan kening mereka. Ia memegangi kepala Cinta agar tak terjatuh. “Sekarang, kamu menjadi milik saya, Cinta..” bisik Adnan, dihadapan wajah Cinta yang teler. “Ayo kita pulang..” Pulang yang Adnan maksudkan ialah membawa Cinta ke rumah papi dan papinya. Ia sudah siap menerima segala konsekuensi yang ada, termasuk jika sang mami menginginkan dirinya untuk segera meminang calon menantu idaman keluarganya. Benar saja.. Ketika ia tiba dengan Cinta yang berada di dalam gendongannya, teriakan Maminya menyeruak hingga memekakkan gendang telinga. “What are doing, Adnan?! Kamu apain Cinta sampai dia kayak gini?” “She is drunk, Mam.. Adnan nggak sengaja nemuin dia waktu mau makan di resto Korea.” “Hell!! Calon mantuku yang polos mabok-mabokkan gara-gara patah hati?!” rutuk mami Adnan. Ibu dua anak itu memukul punggung putranya. Memaki sang putra habis-habisan. “Eung.. Berisik.. Cinta mau tidur..” lenguh Cinta membuat mami Adnan membekap mulutnya. “Eh, mau kamu bawa kemana itu Cintanya?!” Pekik mami Adnan melihat putranya beranjak menaiki anak tangga. Adnan pun berhenti, memutar tubuhnya. “Kamar Adnan, Mam..” “Sinting!! Kamar tamu banyak, kenapa harus kamar kamu yang udah nolak dia?!” Sentak perempuan itu tak terima. “Ya, maybe kalau di kamar Adnan, Mami bisa nambah cucu..” Sang mami pun speechless dengan mulut menganga. Tak jauh berbeda dengan reaksi istrinya, papi Adnan yang tengah menggenggam ponselnya melepaskan benda pipih itu dari genggamannya. Di sofa yang lain, kakak perempuan Adnan juga tampak menutup kedua daun telinga putrinya, seolah tengah melindungi kepolosan si kecil. “Pi..” “Ya, Ya?” “Anakmu ngomong apa itu, Pi? Mami kayaknya perlu ke dokter deh besok.” “Pap.. Papi juga ikut, Mi..” “Iiiih! Om Adnan tuh ngomong kalau dia mau buatin Oma cucu baru..” Ucap Nathania, keponakan Adnan yang sempat mendengar ucapan omnya karena sang mami terlambat menyelamatkan indera pendengarannya. “Cucu baru buat Oma, Nath?” “Em, em..” angguk Nathania membuat ikatan kuda dikepalanya bergoyang kesana-kemari. “Cihuuuuy!! Oma punya cucu dari Tante Cinta.. Ye, yee, yeee, yeeeeee!!” Mami Adnan melompat kegirangan. Nathania yang melihatnya pun mengomel. “Ih, Oma labil! Tadi aja Oma marah-marah ke Om Adnan. Kok sekarang malah lompat-lompat sih?! Nath mau nonton kartun lagi aja lah! Oma nggak asyik!!” Grace menepuk keningnya. “Iya, Nath.. Nonton aja.. Nggak usah peduliin orang dewasa.” Tutur perempuan itu. “Adnan, Adnan!! Nggak usah pakai pengaman, Nan!! Pelan-pelan aja ya!! Cinta masih newbie!!” Teriak sang mami, yang justru mendukung perbuatan tak pantas putranya pada seorang gadis yang tak sadarkan diri itu. “Mami mau ngabarin Bundanya Cinta dulu ah..” “Hah? Udah gila ya, Mi? Masa Mami mau bilang ke Tante kalau anaknya lagi dirusak Adnan sih?!” “Ya nggak dong, Grace! Emangnya Mamimu ini nggak punya otak apa!” Grace membelai dadanya.. Ia bersyukur kalau maminya masih waras. “Kalau Mami lapornya begitu, bisa-bisa Ayahnya Cinta langsung otw jemput anaknya. Mending Mami bilangnya Cinta nginep sini aja..” Tidak jadi! Grace tarik kembali rasa syukurnya atas kewarasan otak maminya. Wanita itu gila! 100%, sama seperti anak lelakinya!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN