Hangat!
Cinta merasakan kehangatan seolah guling yang ia dekap dalam tidurnya berbeda dengan malam-malam sebelumnya.
Guling itu terasa seperti suhu tubuh manusia, terlebih telinganya juga menangkap adanya detak beraturan yang tampaknya berasal dari jantung seseorang.
‘Wait, jantung?!’
Sadar akan adanya keganjilan pada gulingnya, mata yang tertutup pun terbuka dengan lebarnya.
Cinta termangu dalam keadaan shock berat.
“s**t!” Cinta mengumpat tertahan kala menyadari jika dirinya kini tidak sedang berada di kamarnya.
“What, What..” Pekik Cinta panik dengan tubuh terdorong ke belakang. Bersamaan dengan hal itu, Cinta pun mengetahui jika saat ini dirinya tengah tertidur di dalam pelukan seseorang.
Kedua mata Cinta pun terbelalak hebat. Ia menyusupkan kedua tangannya pada sela-sela tubuh keduanya, lalu membekap mulutnya kuat-kuat.
“Te-telanjang..” gagap Cinta usai mengetahui penampilan pria yang memeluknya.
Jangan tanya mengapa Cinta bisa mengetahui jenis kelamin manusia j*****m yang melakukan pelecehan padanya..
Manusia itu mempunyai bentuk otot perut yang aduhai, belum lagi sepasang matanya tidak diperlihatkan gunung kembar yang tinggi menjulang. d**a manusia itu rata, serata ambisinya untuk mendapatkan atasannya setelah kejadian kemarin di kantor.
“Gu-Gue ditidurin human nggak dikenal..” Cicit Cinta lalu berteriak sekuat tenaga, “Aaaakk!! Bundaaaaa!!!”
Sungguh respon yang begitu terlambat untuk ukuran seorang gadis, yang mengira dirinya telah kehilangan kegadisannya.
Yah, namanya juga Cinta. Jadi harap maklum saja.
Teriakan maha dahsyat Cinta itu pun berhasil membangunkan Adnan dari tidur lelapnya.
“Why? Ada apa, Cin? Ada yang sakit, heum?”
Untuk kesekian kalinya syaraf mata Cinta dibuat menegang. Bola matanya serasa hendak terlepas dari cangkangnya, melihat sosok yang ia hindari kini terpampang nyata di depan matanya.
“Mas! Kenapa Mas nggak pake baju?!” Berondong Cinta, mengacungkan jarinya pada bagian tubuh Adnan yang tak berlapis pakaian.
“Ah..” Adnan menggaruk kepalanya. “Maaf, saya kalau tidur memang nggak pernah pakai pakaian.”
Kontan Cinta pun mengalihkan tatapannya pada bagian tubuh bawah Adnan.
Kan lumayan kalau mendapatkan rejeki nomplok.. Iya tidak, Pemirsa?!
Tak!
Adnan menyentil kening Cinta, seakan tahu apa yang tengah mata nakal Cinta damba-dambakan atas tubuhnya.
Ia menyibak selimut yang membungkus tubuhnya. “Kamu kurang beruntung, Cin. Saya selalu pakai celana tidur kalau malam.”
“Yah,” desah Cinta, kecewa.
Teringat akan dimana dirinya berada saat ini, akal sehat Cinta yang sempat berlarian pun seolah ditarik masuk ke dalam kepalanya
Mimik wajahnya berubah 160 derajat. Ibarat sebuah rumah produksi perfilman, Cinta sebagai aktris papan atas pun memerankan lakon teraniayanya dengan cukup apik.
“Mas apain aku? Kenapa aku ada disini?”
Tak ketinggalan, Cinta turut memeriksa bagian tubuhnya secara terang-terangan di depan Adnan. Ia mengintip isi kemejanya dari balik lubang leher.
“Cinta, Cintaa..” Adnan dengan cepat memegangi lengan Cinta. Mencegah gadis itu yang hendak membuka pengait celana kerjanya.
“Saya nggak apa-apain kamu. Semalam saya cuman tidur sambil peluk kamu aja,” jelas Adnan lalu bersumpah dengan mempertaruhkan kehormatan keluarganya.
“Loh, kok nggak diapa-apain sih, Mas?!” tanya Cinta yang malah memprotes penjelasan Adnan.
“Wah, nggak seru ah Mas Adnan! Ada cewek mabok kok nggak diapa-apain. Kacau-kacau!! Nggak laki nih, Mas Adnan!” timpal Cinta, mengejek kelaki-lakian Adnan.
Padahal jika ia membaca novel-novel romansa, kebanyakan tokoh laki-laki akan memanfaatkan peluang tak sadar dirinya si perempuan.
Apa karena dirinya bukan tokoh utama ya, makanya atasannya tidak melakukan yang iya-iya?
Duh, kok nyeri hatek ya!
Plak!
Cinta menepuk mandiri kedua pipinya. Ia kan sudah berniat untuk move on dan melepaskan Adnan.
Pria seperti Adnan yang tidak menghargai perasaan wanita, sungguh sangat tidak pantas mendapatkan perjuangannya. Harusnya ia senang segelnya belum dibobol paksa. Dengan begitu, ia bisa membalas dendam. Memacari Oppa Kim lalu mengajarkan apa itu artinya penyesalan karena telah menyia-nyiakan cintanya.
“Honestly saya juga sempat ingin khilaf.. Kamunya terlalu banyak gerak. Saya takut kita berdua berakhir celaka kalau saya nerusin keinginan saya semalam.”
Pluak!!
Telapak tangan Cinta melayang, memukul pundak bagian dalam Adnan.
“Goblog Maneh! Eling, Mas, Eling! Mas tuh udah punya pacar! Mau nikahnya sama siapa, kok menanam benihnya sama aku! Parah sih kamu, Mas!!” amuk Cinta, emosi.
Mendengar Cinta yang menyebut-nyebut kekasihnya, kepala Adnan pun jatuh tertunduk.
“Saya akan mengakhiri hubungan saya dengan Ara.”
“Lah, kenapose, Mas?” tanya Cinta yang tampak tertarik dengan ucapan Adnan.
Adnan mengangkat kepalanya. Bibir pria itu tersenyum meski terlihat cukup dipaksakan. “Dia bukan yang terbaik untuk saya.”
“Alhamdulillah.. Akhirnya Mas Adnan sadar.”
Adnan mengangguk. “Sepertinya yang terbaik untuk saya memang kamu, Cinta.. Gadis yang orang tua saya pilihkan..”
“Eh, ya nggak gitu juga dong, Bray!!” balas Cinta, menyentak.
“Enak aja mau jadiin Cinta pelarian after Mas Adnan putus! Ogah amat ya jadi pelarian!”
“Saya nggak jadiin kamu pelarian kok, Cin. Saya serius mau nikahin kamu. Kalau kamu nggak percaya, saya bisa ngelamar kamu hari ini juga.”
“Stop, Stop! Ngadi-ngadi aja situ jadi human, Bro! Aing teh masih inget ya, Mas kemarin ngasihin Cinta ke Oppa Mas Kim.”
“Emangnya Cinta ini layangan? Ditarik ulur begitu?!”
“Mas minta maaf Cinta..”
Cinta mengibaskan lengannya, “tiada maaf bagimu!”
Adnan pun tertegun. Salahnya juga yang tidak berhati-hati dalam berkata-kata.
Namun Adnan tak kehabisan akal. Sudah ia katakan, sejak semalam Cinta sudah menjadi miliknya. Ia juga sudah menandai kepemilikannya atas diri Cinta melalui ciuman dalam mereka.
“Weh, Weh!! Apaan nih!!” Seloroh Cinta kala Adnan tiba-tiba saja membawa tubuhnya ke dalam pelukan pria itu.
“Lepas, Mas! Kita bukan muhrim..”
Cinta menjeritkan erangan saat merasakan kulit lehernya yang tersedot oleh benda berair.
“Sakit, Woy!! Lepasin nggak!!”
Adnan mendaratkan kecupan pada kissmark yang dirinya buat. Pria itu lalu membubuhkan ciuman singkat pada bibir Cinta sebelum menarik kepalanya.
“Sejak semalam, kamu sudah saya stempel. Walau pun kita nggak berhubungan suami istri, saya sudah memberikan tanda kepemilikan saya.”
“Anjing!”
Andak mengacak puncak kepala Cinta. “Kamu nggak akan bisa menikah selain sama saya Cinta. Nanti biar saya revisi kata-kata saya ke Kim..”
“Emangnya Mas lagi ujian? Mana bisa kayak gitu!”
Cup..
Sekali lagi Adnan mencuri ciuman.
“Bisa.. Kamu kan calon istri saya. Sebagai sahabat, Kim harus tau diri..”
“Situ kali yang harus tau diri!!” ngegas Cinta, tak terkontrol.
Adnan terkekeh. Matanya terus jatuh pada bibir yang seakan-akan mengundangnya untuk melabuhkan miliknya kembali kesana.
“Liat apa lo? Mata lo baru?!”
“Forgive me..” Setelah mengucapkan itu, Adnan meraih tengkuk Cinta. Ia memusnahkan jarak antara bibir keduanya hingga membelalakkan kedua mata Cinta.
Cinta tentu saja meronta.. Pada awalnya! Setelah sepersekian detik, perlawanannya mengendur usai merasakan sensasi yang selama ini tidak pernah ia rasakan.
Ciuman pertama dengan lawan jenis, terlebih dengan pria yang dirinya dambakan melemahkan seluruh persendiannya. Ia terbuai sampai tak sadar jika tubuhnya dengan Adnan kini telah melekat, tak berjarak dan dengan posisi Adnan yang berada di atasnya.
Hingga...
Brak! Brak! Brak!!
“Adnan udah!! Kasihan anak orang kamu ena-enain dari semalem!! Keluar kalian! Orang tua Cinta ada dibawah tuh!!”
Suara mami Adnan membuat Cinta mendorong d**a pria di atasnya.
“Gosh!! Ayah, Bunda!!”
Cinta pun panik-sepanik-paniknya.
Mati sudah! Ia pasti akan dibelikan tiket untuk pemberangkatan ke neraka paling dalam.
“Mas, please bilang kalau kita nggak ngapa-ngapain ke mereka!” Ucap Cinta memohon sembari menggosok-gosokkan telapak tangannya.
Orang tua mana yang akan berdiam jika mengetahui putrinya melakukan hal yang tidak-tidak dengan seorang pria. Apalagi pria itu ia sudah gilai sejak lama.
Tidak berpikir ia yang menggoda saja sudah syukur Puji Tuhan!
“Tapi janji terima lamaran saya, ya?”
“Bahas nanti aja, Mas.. Urusin nama baikku dulu di depan Ayah sama Bunda.”
“Eum, ya sudah.”
Cinta kemudian melompat turun dari ranjang Adnan. Karena rasa paniknya, gadis itu bahkan tidak terpikir untuk membenahi penampilannya yang acak-acakkan.
Adnan sendiri pun tidak mengingatkan perihal penampilan yang mungkin akan mengundang pikiran negatif itu pada Cinta. Adnan justru dengan sengaja membiarkan Cinta keluar, berharap jika penampilang sang gadis dapat ia jadikan senjata untuk meminang Cinta.
“Di kamus Mas nggak ada penolakan, Cinta. Ayo kita hadapi bersama kemarahan mereka.” Gumam Adnan lengkap dengan seringaian diwajahnya.