Berselang beberapa detik dari kepergian Cinta, Adnan pun mengekor keluar. Pria itu berjalan cukup santai meski tahu kehebohan seperti apa yang nantinya akan menimpanya.
“Mbak, tolong sisir untuk rapiin rambut Mbak Cinta..” pinta Adnan pada pelayan yang baru saja menyuguhkan jamuan untuk kedua orang tua Cinta.
Ia memposisikan diri dibelakang tubuh Cinta, melayangkan tangan kanannya pada puncak kepala sang adik. “Rambut kamu acak-acakan, Cin. Sini saya rapihin.” Ucapnya membuat orang-orang yang melihat keduanya terhenyak ditempat.
Keadaan tersebut tak berlangsung lama. Setelah mampu menguasai dirinya, ibunda Cinta pun mengirimkan sinar laser dari sorot matanya yang tajam.
“Cinta.. Bisa kamu jelasin kenapa kamu ngilang, terus tiba-tiba malemnya nginep di rumah Tante Diah?”
“An-Anu..” Cinta membelitkan jari tangannya, tampak kentara jika dirinya sedang gugup.
Setelah mendapatkan informasi terkait keberadaan sang putri, baik Nirmala atau pun Dimas, keduanya berniat membawa pulang Cinta. Namun niat tersebut gagal terlaksana berkat larangan sahabatnya.
Semalaman mereka tak tidur memikirkan nasib Cinta, terlebih Diah mengatakan jika kemungkinan setelah malam itu mereka akan resmi berbesan.
“Ya? Bunda nunggu loh!” tuntut Nirmala, menagih jawaban sang putri.
Melihat perlakuan pria yang selama ini didambakan oleh putrinya, pikiran tentang Cinta yang sudah tak terselamatkan pun menghiasi benaknya.
Nirmala belum pernah menyaksikan perhatian intens putra sahabatnya terhadap sang putri. Meski pria itu baik, ia sangat tahu jika Adnan memperlakukan Cinta berdasarkan rasa hormatnya pada perinta maminya. Perhatian yang diberikan jelas bukan karena Adnan membalas perasaan Cinta.
“Cinta..”
“Aw-Awalnya Cinta coba-coba, eh, kok, malah keterusan...” lontar Cinta, ambigu.
“Mas Adnan, sisirnya..”
“Ah, makasih, Mbak.” Adnan menerima alat yang dirinya minta sebelumnya. Ia lalu berkata pada Cinta, “saya sisirin dulu ya, rambutnya..”
Pemandangan itu pun membuat ayah Cinta— Dimas, meraup wajahnya. Ia ingin menginterupsi kegiatan pria yang disukai putrinya, akan tetapi ia takut jika perbuatannya itu justru berakhir dengan omelan putrinya.
“Nan, Nan.. Timingnya nggak pas kali kamu nyisirin, Cinta. Dia lagi jawabin pertanyaannya Bundanya loh.”
“Iya nih, Mas Adnan! Awas ah, jangan ganggu Cinta!” Seru Cinta sembari mengenyahkan tangan Adnan dari kepalanya.
“Bunda.. Bunda sama Ayah jangan salah paham ya. Maksud Cinta tuh bukan keterusan yang aneh-aneh.”
“Jadi gini..”
Cinta pun menceritakan kronologi awal mengapa ia sampai tidak pulang. Ia menceritakannya dengan sangat runtut, tak menghilangkan satu pun peristiwa dan apa yang dirinya lakukan, termasuk kegiatannya dalam mengkonsumsi soju yang memabukkannya.
“Nah, abis itu Cinta nggak inget deh, hehe..” Cengirnya, menutup cerita panjangnya.
“Adnan ngapain kamu, kamu juga nggak inget?” selidik Nirmala dibalas gelengan kepala oleh Cinta.
Adnan yang merasa jika usahanya akan menjumpai gerbang kegagalan pun tak lagi berdiam. Pria itu membuka mulutnya dan bertanya pada Cinta, “yang beberapa menit lalu di kamar, kamu juga sudah lupa? Padahal kita melakukannya dalam kondisi kamu sudah sadar loh.”
“Weh, weh!! Ngomong naon siak?!” hardik Cinta, memasang tampang sangarnya.
“Ehem!” Dimas berpura-pura batuk. Pria itu mengayunkan telapak tangannya, “Cinta, sini..” Meminta Cinta untuk mendekat.
Disaat Cinta melangkahkan kakinya menghampiri kedua orang tuanya, Adnan pun kembali bersuara.
“Sebagai seorang laki-laki, saya akan mempertanggung jawabkan perbuatan saya ke Cinta. Om, Tante, tolong ijinkan saya untuk meminang Cinta..”
Perkataan itu pun berhasil membuat Cinta oleng hingga terhuyung. Untungnya Cinta mendarat di atas pangkuan kedua orang tuanya.
Cinta berusaha bangkit dan memutar tubuhnya menghadap Adnan. “Mas! Jangan bikin orang tua Cinta mikir yang enggak-enggak dong! Kita kan nggak ngapa-ngapain! Kissing doang mah anak SD juga udah pada ngelakuin jaman sekarang!”
“Yah, Bun.. Sumpah! Onderdil Cinta masih safety kok. Cinta nggak ngerasain ngilu waktu bangun tidur.” Jelas Cinta, berharap orang tuanya mempercayainya.
“Iya, Ayah percaya, Cin.” Dimas membelai rambut putrinya. “Kamu nggak mabok aja tidurnya serampangan, apalagi kalau lagi mabok. Boro-boro deh si Adnan bisa ngapa-ngapain kamu. Baru megang juga paling udah kena tendang..”
Cinta mengangguk semangat.
Benar apa yang dikatakan oleh ayahnya. Syukurlah jika ayahnya mengenal perangai putrinya dengan baik. Pria itu memang pantas diberikan gelar sebagai cinta pertama.
“Adnan, lagipula dari yang Om selama ini tahu, kamu kan sudah punya pilihan sendiri. Sejauh ini kamu selalu menolak rencana keluarga untuk menjodohkan kalian kan? Terus kenapa tiba-tiba kamu putar haluan ke anak Om?”
“Jangan-jangan hubungn kalian sedang ada masalah ya?” Cecar Nirmala, berasumsi tepat sesuai sasaran.
Sebelum Adnan bisa menjawabnya, ayah Cinta mengambil kesempatan Adnan dalam berbicara. “Om nggak bisa kasih restu kalau keputusan kamu menikahi Cinta ternyata gara-gara hubungan kalian yang bermasalah.”
“... anak Om bukan tempat pelarian. Om yakin Cinta pasti bisa lupain kamu walau nggak sekarang.”
“Tenang, Yah.. Cinta udah punya mangsa baru kok. Orang Korea lagi. Dijamin bisa memperbaiki keturunan..”
Uhuk!
Orang tua Adnan tersedak mendengarnya. Keduanya pun langsung memusatkan penglihatan mereka kepada putra mereka.
“Nah, dengar sendiri kan? Karena diantara kalian nggak terjadi apa-apa semalam, nggak perlu lah pakai tanggung jawab segala. Lagian Om percaya kamu nggak sebrengsek itu ke Cinta.”
‘Gawat! Celaka dua belas!’ panik Diah, kebakaran jenggot. Kalau begini angan-angannya dalam menjadikan Cinta sebagai menantu kesayangan keluarganya akan pupus ditengah jalan. Ah! Diah tidak rela jika itu sampai terjadi. Ia harus melakukan sesuatu untuk mencegah kegagalan putranya dalam meminang Cinta.
“Pi, Pi!! Semalem waktu kita mau ngecek kondisi Cinta, kamar Adnan dikunci kan, Pi?”
Dengan kerlingan matanya, Diah memberi kode supaya suaminya mau diajak bekerjasama.
“Hah, iya, bener itu..” Seolah otak kedua terhubung, Samuel pun menambahkan bumbu penyedap berserta penguat rasa agar bertambah mantap.
“Kita sampe merinding ya, Mi, waktu di depan kamar Adnan..” Ucap Samuel, mengusap kedua lengannya bersamaan. “Desahan mereka berdua itu loh.. Duh! Maaf.. Harusnya saya nggak usah cerita ya, Mas? Cinta kan udah move on dari Adnan..”
Cinta tolah-toleh. Seketika saja Cinta merasakan fungsi otaknya melamban secara tiba-tiba.
“Adnan! Jadi kapan kamu mau nikahin anak Tante? Makin cepet, makin baik. Jangan sampe Cintanya bunting duluan baru kalian nikah!”
“Loh, loh, Bun.. yang mau nikah sama Mas Adnan siapa?!”
“Ya kamu lah!” sentak Nirmala.
“Dih, enggak!! Cinta udah nggak minat, Bun! Suruh aja Mas Adnan nikah sama Mbak Ara..”
“Cinta, kamu jangan begitu, Sayang. Tante tau kamu mikirin perasaannya Adnan, tapi kamu juga harus mikirin masa depan calon anak kamu..”
“He?!! Calon anak apa coba! Cinta nggak hamil kok!!”
“Iya kan emang nggak sekarang.. Proses pembuahan tuh minim-minim seminggu lah..” sahut mami Adnan, semakin terjun bebas dengan drama besutannya.
“Apa sih?! Cinta tuh pusing loh!! Jangan kayak gini dong!” rengek Cinta menghentakkan kakinya karena kesal.
Adnan yang telah berpindah ke sisi Cinta pun melingkarkan lengannya pada pinggang gadis itu.
“Iyain aja, Cin, biar cepet. Kasihan kepala kamu kalau pusing.” Tutur pria itu memanfaatkan keadaan Cinta.
“Ah tau lah! Kepala Cinta beneran pusing nih!!”
“Iya, iya.. Kita balik ke kamar lagi aja ya.. Kamu lanjut bobok biar kepalanya nggak pusing.” Ajak Adnan lalu tanpa menunggu persetujuan Cinta, ia menggiring tubuh calon istri paksaannya untuk naik ke lantai atas, tempat dimana kamar pribadinya berada.
“Di, anakmu bisa berubah 360 derajat gitu abis kecelakaan dimana?”
“Woiya! Kemaren kan mereka emang kecelakan Nir, nabrak pohon. Kita nih yang ngurusin mereka di kantor polisi.” Terang Diah yang lupa menginformasikan kecelakaan tunggal keduanya.
Mata Dimas membulat. “Anakmu nggak amnesia kan, Di? Ntar sadar anakku dibuang lagi!”
“Nggak kok.. Kepalanya mah aman. Dia begitu abis Cinta ngilang aja. Kayaknya mendadak dapet hidayah deh itu anak, Dim.” Kali ini papi Adnan lah yang menjawab.
“Yeah, kalau amnesia semoga aja bertahan sampe akhir hayat. Nggak rela aku anakku disakitin. Apalagi kalau posisi mereka udah kawin!”
“Nggak bakalan, nggak! Adnan tuh kalau udah A, nggak mungkin pindah ke B. Kalau pun gitu, pasti ada sebab yang parah banget.”
“Lho, terus dia udahan sama pacarnya alasannya kira-kira apa dong?!” tanya bunda Cinta, penasaran.
Bibir Diah mencebik. “Paling si Adnan udah tau kalau pacarnya yang artis FTV itu suka open B.O.”
“Astaga!! Suruh Adnan cek kesehatan dulu baru nikahin Cinta!!! Anakku kalau kena HIV gimana?!”
“Lah.. Kan mereka udah anuan-anuan. Udah telat lah!! Kalau Adnan kena, Cinta juga udah pasti kena. Iya nggak, Pi?!”
Ayah Cinta pun reflek berdiri. “Cintaaa... Cin!!” Ia berlari menaiki anak tangga. “Pulang, Cin.. Ayo kita ke rumah sakit!!” teriaknya menggelegar.