Langit sore itu berwarna jingga, seolah ikut menyaksikan gejolak hati Dewi yang masih kacau. Sudah dua hari ia menghindari Rangga, menutup diri di kamar, hanya keluar saat benar -benar perlu. Namun, semakin ia menjauh, semakin pikirannya dihantui oleh wajah lelaki itu. Dewi menatap pantulan dirinya di cermin. Mata bengkak karena terlalu banyak menangis. Hatinya bimbang. Ia ingin pergi sejauh mungkin, tapi kaki seakan tak sanggup melangkah. Pintu kamar diketuk pelan. Suara berat yang ia kenal begitu baik terdengar dari luar. "Wi … boleh aku masuk?" Dewi terdiam. Hatinya bergetar, tapi bibirnya kaku. Ketukan itu kembali terdengar, lebih lirih, seakan penuh permohonan. "Aku janji, aku nggak akan maksa kamu apa pun. Aku cuma pengin bicara." Dengan helaan napas panjang, Dewi akhirnya berj