Tubuh Nay terasa tersengat saat mencium tangan abangnya. Tangan ini yang dulu selalu memeluknya, mengusap penuh sayang dan menuntunnya kemanapun pergi. Sekejam inikah takdir, hingga tali persaudaraan mereka harus terputus oleh dendam dan kesalahan yang Nay dan Vian juga korbannya. “Ini yang terakhir. Setelahnya, aku akan ikhlas melepasmu. Kita bukan saudara. Bang Vian bukan kakakku,” ucap Nay sambil terisak lirih. Masih menggenggam tangan kakaknya, Nay mendongak membalas tatapan sendu mata sembab memerah itu. “Aku senang bisa bertemu dengan Bang Vian lagi, meski semua tidak seperti yang aku angan-angankan selama ini. Tidak apa, setidaknya aku tahu abangku baik-baik saja. Itu sudah lebih dari cukup.” “Nay …,” gumam Vian lirih. “Aku paham kenapa kalian begitu membenciku. Oleh karena itu