“Akhirnya Tuan putri rumah ini pulang juga ...."
Suara wanita yang menggelegar memenuhi ruangan, sempat membuat Tania mengangkat pandangannya kemudian menghembuskan napasnya kasar.
Dia adalah Sandra. Ibu tiri yang selama beberapa tahun ini tinggal bersamanya. Namun, hubungannya dengan Sandra tidak begitu baik selama beberapa minggu terakhir dan ya ... kalian bisa menebak sendiri bagaimana kelakuan seorang Ibu tiri setelah topeng mulianya terlepas--terbawa angin.
"Dari mana saja kau sampai tak pulang semalam? Apakah kau sudah berniat untuk angkat kaki dari sini, Tania?” lanjut Sandra sembari meniup kuku panjangnya yang baru di cat dengan warna maroon favoritnya sehingga membuat Tania sempat menghentikan langkahnya.
“Ibu tidak perlu tau."
“Wah ... benarkah? Lalu, jika Ibu ingin mencari ayah baru untukmu, apa kau tidak mau tau juga?"
Balasan Sandra kali ini membuat Tania bungkam. Tangannya yang menjuntai di samping tubuhnya mengepal kuat. Ayahnya baru meninggal beberapa minggu yang lalu, dan secepat inikah Sandra ingin mencari suami baru? Semudah itukah wanita itu melupakan ayahnya yang selama 3 tahun terakhir menjalin kenangan bersamanya?
Tanpa berniat untuk menjawab, Tania memilih melanjutkan langkah. Pergi dari sana adalah hal terbaik untuknya sekarang.
Sejak awal harusnya dia menyadari, jika Sandra mau menikahi ayahnya bukan karena saling mencintai. Memang, Sandra pernah bersikap baik dan menjadi teman bicara yang menyenangkan sehingga dia tak begitu kesepian. Akan tetapi, situasi itu tidak berlangsung lama. Sandra berubah total setelah ayahnya tiada dan sekarang, wanita itu sangat tau bagaimana membuat hidupnya menderita.
"Halo?"
"Halo, Nona Tania. Saya ingin memberi kabar jika Tuan Edelwis mengalami kecelakaan dan saat ini kondisinya sedang kritis di rumah sakit, Nona."
Prang!
Piring berisi steak yang tadinya gadis itu pegang, terjatuh ke lantai dan pecah berserakan begitu dia mendengar kabar buruk tentang ayahnya, yang jelas masih membuatnya tak percaya.
Beberapa menit yang lalu, ayahnya masih berpamitan dengan wajah begitu riang. Tidak ada tanda-tanda jika ayahnya sakit atau mengalami masalah. Ayahnya justru mengatakan jika selama beberapa hari ke depan ayahnya akan lembur, agar bisa secepatnya membawa ia pergi liburan.
"Tolong jangan bicara omong kosong. Ayah saya--"
"Cepatlah datang ke rumah sakit, Nona Tania. Ayah Anda membutuhkan Anda."
Mendengar perkataan terakhir seseorang yang berada di sana, membuat gadis muda yang tak lain adalah Tania Edelwis menangis terisak.
Tania segera meninggalkan pijakannya tadi kemudian berlari secepat dia bisa. Meninggalkan rumah mewahnya kemudian mengendarai mobil pemberian ayahnya saat dia ulang tahun beberapa bulan yang lalu.
Di dunia ini, hanya ayahnya yang dia punya. Jika sampai terjadi sesuatu pada ayahnya, siapa lagi yang akan melindunginya dan menjadi penyemangatnya?
Tania mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tak peduli dengan keselamatannya sendiri karena yang ada di benaknya saat ini hanyalah, bagaimana kondisi ayahnya sekarang? Demi Tuhan, dia tak akan mempercayai perkataan si penelpon tadi sebelum melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri.
Aku mohon, bertahanlah untukku. Ayah tidak boleh meninggalkanku seperti ini. Batin Tania perih. Air matanya tak terbendung lagi. Berbagai pemikiran buruk memenuhi otaknya sehingga dia tidak bisa menahan diri untuk tak terisak kuat. Untuk saat ini, dia hanya bisa menangis dan berdoa kepada Tuhan, agar ayahnya baik-baik saja. Namun, sebelum dia sampai di sana dan melihat semuanya, tentu saja dia tidak akan bisa tenang.
Tak lama kemudian, Tania sampai di halaman rumah sakit. Tanpa berniat memarkirkan mobilnya dia berlalu begitu saja. Berlari cepat di sepanjang koridor rumah sakit setelah bertanya kepada resepsionis tentang keberadaan ayahnya di rumah sakit ini.
Jawaban resepsionis yang membuat perasaannya semakin tak menentu adalah, ayahnya benar berada di rumah sakit ini untuk mendapatkan pertolongan.
Ayahnya benar mengalami kekelakaan yang cukup parah dan saat ini berada di ruang unit gawat darurat.
Ya Tuhan, tolong selamatkan ayahku.
Langkah kaki Tania berhenti, begitu dia sampai di koridor tempat ruangan unit gawat darurat yang resepsionis katakan tadi. Keberadaan ibunya yang terduduk di salah satu kursi tunggu yang ada di depan ruangan itu pun membuatnya lekas mendekat dengan kaki gemetar.
"Bu, bagaimana kondisi ayah? Ayah baik-baik saja 'kan?" suara Tania tergugu oleh isak tangisnya. Air matanya yang berderai memasahi wajah cantiknya, bahkan terlihat begutu deras.
"Ayahmu kritis, Tania. Dia mengalami pendarahan pada otaknya."
Mendengar jawaban wanita bernama Sandra yang ayahnya bawa ke rumah 3 tahun silam sebagai istri sekaligus ibu baru untuknya, jelas saja membuat Tania menangis histeris penuh sesak. Dia melangkah ke depan pintu ruangan ayahnya berada dan hanya bisa menangis sembari menekan dadanya kuat.
Tak mampu berdiri lebih lama, tubuh Tania terduduk meringkuk di lantai rumah sakit yang dingin menusuk tulang.
Dia merasa sangat ketakutan sekarang. Seolah dunia menjadi gelap seketika dan bagaimana jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada ayahnya? Apakah dia siap menerima?
Aku mohon bertahanlah Ayah. Jangan pernah menyerah walau sedetik saja. Ingat, ada aku di sini yang selalu menunggu Ayah pulang dan memelukku erat seperti biasa. Jika Ayah menyerah? Siapa yang akan menemaniku dan memberiku semangat? Siapa yang akan menjadi tempatku bersandar disaat aku sedang merasa lelah dan ingin menyerah? Siapa yang akan melindungiku saat aku ketakutan?
Tania menutup wajahnya yang masih berurai air mata. Demi Tuhan, dia tidak akan sanggup jika dirinya harus kehilangan ayahnya.
Beberapa Jam Tania lalui dalam ketakutan yang mencekam. Hingga pada akhirnya, pintu putih itu terbuka bersama seorang dokter yang membuat dunia Tania hancur seketika menjadi kepingan kecil yang mustahil bisa disusun kembali.
"Maaf. Kami sudah berusaha semampu kami tapi, Tuan Edelwis menyerah. Beliau--"
"Tidakkk ....!"
"Ayah ...! Hiks!"
Suara dokter pria itu tercekat saat Tania sudah lebih dulu memasuki ruangan bersama Sandra yang tak mau kalah.
Di atas brankar dingin itu, Tania melihat ayahnya yang sudah terbujur kaku sehingga hatinya pun semakin hancur.
"Edel!"
Bersamaan dengan tangis histeris Tania, ada tangis histeris Sandra juga yang memeluk tubuh kaku Edelwis yang sudah tiada. Tanpa Tania ketahui, masa-masa hidupnya tidak akan lagi sama setelahnya. Ibaratnya pergantian siang dan malam, yang akan Tania lalui hanyalah malam yang begitu gelap, pekat dan mencekam.
Tania mengusap wajahnya kasar kala ingatan menyakitkan yang dua kali terjadi dalam hidupnya, berputar bak kaset usang yang tidak bisa dia hentikan.
Hari itu, benar menjadi hari terakhir Sandra berbaik hati padanya karena setelahnya, sikap asli Sandra mulai terlihat. Sandra tidak hanya bersikap kasar tetapi, tak segan menjadikannya sebagai pelayan.
Di rumah besar miliknya yang dulunya mempekerjakan beberapa pelayan, justru semuanya Sandra pecat. Sandra tidak menyisakan satu pelayan pun, karena mulai hari itu semua pekerjaan rumah menjadi tugasnya. Namun, dia memilih sabar menerima. Yang terpenting adalah, Sandra masih mau menanggung biaya kuliahnya karena semua keuangan serta aset milik ayahnya berada dalam tanggung jawab Sandra dan dia tidak bisa melakukan apa-apa.
Hal yang cukup menyedihkan adalah, untuk kebutuhannya sehari-hari Sandra tidak mau memberinya sepeser pun. Jadi untuk memenuhi semua itu, dia harus bekerja paruh waktu sebagai pelayan restoran atau ikut salah satu temannya jika di bar tempatnya bekerja membutuhkan pelayan dalam beberapa jam.
Miris memang.
Namun, beginilah kehidupannya sekarang. Dia tidak berdaya untuk melawan Sandra, karena Sandra memegang semua aset yang ditinggalkan ayahnya.
Usianya belum cukup untuk menerima wasiat itu jadi dia harus sabar menunggu sampai saat itu tiba walaupun dia harus hidup di fase yang begitu menyedihkan.
Tak lama kemudian, langkah kaki Tania sampai di kamarnya yang sudah Sandra pindahkan ke lantai bawah. Tepatnya di bawah tangga dan berdekatan dengan dapur utama. Lebih tepatnya juga, kamar seorang pelayan yang sudah lama meninggalkan rumahnya.
Memang, tepat 1 hari setelah kematian ayahnya, Sandra menyuruhnya pindah ke lantai bawah sehingga lantai atas menjadi daerah kekuasan Sandra sepenuhnya dan dia tak ubahnya upik abu yang bisa Sandra rendahkan dan perintah semaunya. Dan sekali lagi, dia tak bisa melakukan apa-apa selain bersabar dan menerima itu semua.
"Aku lelah, Ayah. Kapan semua ini berakhir?"
Tania menghembuskannya napasnya pelan begitu dia merebahkan tubuhnya ke tempat tidur berukuran sedang yang selama beberapa minggu terakhir menemaninya. Dia mencoba memejamkan mata dan seketika, bayangan pria yang menjadi teman tidurnya semalam muncul sehingga membuatnya terkesiap.
Justin Austen.
Bagaimana mungkin, dia bisa melupakan Justin semudah itu? Justin adalah salah satu orang yang memperlakukannya dengan lembut, seolah dia porselen yang mudah hancur.
Tatapan matanya ... kata-kata manis yang selalu terucap dari bibir bergelombangnya ... sentuhannya ... bagaimana bisa dia menganggap semua itu tidak nyata?
"Ya Tuhan, aku mohon jangan lagi kau pertemuan aku dengan pria itu. Cukup sekali dan biarkan insiden tadi malam menjadi kenangan kami." lirih Tania sebelum menutup wajahnya menggunakan bantal.
Dia lelah.
Untuk sekejap saja, dia ingin melupakan dunianya yang penuh derita.
**
“Bagaimana? Apa kalian berhasil membuat gadis itu menjadi p*****r?”
Seorang wanita modis yang berada di dalam mobil hitam mewahnya, berbicara cukup pelan pada seorang pria yang dia perintahkan untuk menculik putrinya. Lebih tepatnya, seorang putri tiri yang ingin dia singkirkan sedari lama karena keberadaan gadis itu akan membawa kesialan dalam hidupnya.
"Tentu saja, Nyonya Sandra. Kinerja kami, tidak perlu, Nyonya ragukan."
Benar.
Wanita modis itu adalah Sandra.
Benar dia yang sudah memerintahkan pria-pria berbadan kekar itu untuk menculik Tania dan dia akui, jika rencana jahat itu memanglah rencana jahat yang dia buat seorang diri tanpa campur tangan siapa-siapa.
Tujuannya hanya satu. Yakni membuat Tania depresi kemudian bunuh diri karena dia sudah bosan melakukan bermacam cara untuk membuat Tania pergi dari hidupnya yang sebentar lagi akan bergelimang harta warisan peninggallan Edelwis.
Oleh karena itulah, dia membuat rencana yang lebih ekstrem dari pada rencana sebelummya dan semoga saja, rencana kali ini berhasil tanpa sedikitpun kegagalan.
“Bagus!”
Sandra mengeluarkan amplop berwarna coklat yang bervolume sedikit tebal. Dia memberikan amplop itu pada pria berbadan kekar yang menyeret Tania semalam kemudian melemparkan sebuah senyuman lebar.
"Aku akan menghubungimu lagi jika membutuhkan bantuan. Sekarang, cepat pergi dari sini dan jangan sampai rahasia ini terbongkar. Mengerti?"
Pria itu sempat mengangguk pelan sebelum pergi meninggalkan Sandra sendiri di sana. Sandra yang tertawa lepas begitu membayangkan kondisi Tania yang pastilah menangis hiteris di rumah dan mungkin saja, sedang merencanakan jalan kematiannya.
Bukannya apa? Sejak dulu, Tania tidak pernah memperlihatkan kesedihannya dan selalu terlihat kuat sekalipun dia buat menderita dengan bermacam cara. Dan tadi pagi, Tania masih saja mencoba menyembunyikan kesedihan itu begitu berpapasan dengannya di ruang tamu. Namun, saat ini pastilah Tania sedang menangisi nasibnya yang menyedihkan.
"Kau akan segera bebas dari wanita itu Sandra dan harta Edelwis akan menjadi milikmu. Semuanya. Hahaha ...," Sandra tertawa lepas, hingga sebuah ketukan di jendela kaca mobilnya berhasil membuatnya terenyak.
Dia segera menurunkan kaca mobil kemudian menunjukkan senyuman begitu lebar, saat pria yang dia tunggu-tunggu sudah datang.
“Maaf sudah membuatmu menunggu lama,” ucap pria itu sehingga membuat Sandra tersipu dan raut wajah jahatnya tadi telah berubah lembut.
“Tidak apa-apa, Justin. Aku mengerti. Lagi pula, aku baru saja sampai di sini.”
Tanpa membuang waktu, Sandra segera turun dari mobilnya. Dia pun menggandeng tangan Justin--pria yang tanpa dia ketahui, telah menjadi teman tidur Tania yang sudah dia jual ke tempat pelacuran.
Lantas, apa jadinya jika Sandra sampai mengetahui jika pria yang tengah dia incar sekarang, sudah menjadi malaikat penolong Tania dari rencana jahat yang dia buat?
***
Daily Update di Aplikasi k********a.
Yang berkenan, silakan mampir ya.
Pastinya di akun yang sama (Riski Hakiki)
Terima kasih banyak...