Lima

1180 Kata
Rudolf melirik Grace. Ketahuan sekarang dari mana sifat keras kepala wanita ini kalau bukan dari ibunya. "Kami tak pernah sependapat dalam berbagai hal. Dia lebih menyayangi Tania dari pada diriku." "Tante rasa tidak demikian, hanya saja kau terlalu mandiri dan tak butuh sokongan darinya." Raut Grace berubah suram. Melihat itu, Betty langsung mengalihkan pembicaraan. "Mandilah! Kamar di lantai dua sudah Tante siapkan untuk kalian. Kalian butuh istirahat." ***** Setelah berbincang-bincang sejenak cukup lama setelah makan malam, Grace dan Rudolf dipersilahkan untuk masuk ke dalam kamar mereka. Jangan ditanya betapa dinginnya kota kecil ini, sebagai orang yang terbiasa tinggal di daerah tropis di Jakarta yang terkenal panas, ini cukup dingin walaupun pemanas ruangan sudah menyala maksimal. Rudolf mempertahankan sweathernya, supaya lebih hangat, sebanyak ini negara yang pernah dikunjungi oleh Rudolf ketika mendampingi Grace dalam bekerja, negara ini lah yang paling berkesan baginya. Andai saja dia lepas dari wanita ini, mungkin dia akan membeli rumah kecil dan sebidang tanah untuk bercocok tanam, sebagai anak seorang petani, berkebun adalah keahliannya. Dia akan hidup tenang dengan keluarga kecilnya. Tapi membayangkan Grace lah istrinya saat ini, hayalan indah Rudolf langsung berubah menjadi mimpi buruk. Grace masih setia dengan menatap ponsel pintarnya, sambil tersenyum puas. Wanita itu memang menggilai popularitas. "Aku menjadi trending topik di berbagai media massa. Tak ada ruginya menikah denganmu, setidaknya setelah ini aku akan memiliki ladang uang yang lebih luas." Grace terkekeh puas, dia bersandar di kepala ranjang dengan matanya yang berbinar bahagia. Baju kaos kedodoran dipadukan dengan hot pants super pendek, wanita itu bahkan tak mengenal kata dingin. Rudolf hanya menatap sekilas. Baginya ocehan itu sangat tak menarik. "Ya Tuhan. Bahkan banyak para fansku penasaran padamu. Andaikan mereka tau kau tak lebih menarik dari sebuah papan, mereka takkan menanyakan ini itu." Grace kembali tertawa cekikan. "Anda puas meledek saya?" Kesabaran Rudolf menipis. Dia tersinggung disamakan dengan sebuah benda mati, jelas-jelas itu adalah sebuah penghinaan. "Kau marah? Ha ha ha, ternyata kau bisa tersinggung juga, ya?" Grace meletakkan handphonenya. Dia lalu memeluk guling sambil menatap remeh pada Rudolf. "Terkadang aku penasaran pada dirimu, apa yang ada di otak pria dingin sepertimu. Kau bahkan tak tertarik sedikitpun padaku, padahal di luar sana tak terhitung banyak pria yang memujiku." "Saya bukanlah bagian dari mereka." Rudolf menjawab dingin. Grace bangkit dari ranjang, berjalan angkuh ke hadapan Rudolf. Kaki jenjang itu terekspos sempurna tanpa hambatan, tapi sedikit pun laki-laki itu tak tertarik. "Aku curiga padamu, terkadang aku berpikit kau adalah gay." Rudolf menatap cepat wajah menyebalkan milik Grace. Pertanda protes dan tersinggungnya. "Bertahun tahun kau bersamaku, aku tak pernah melihatmu dekat dengan perempuan, dan kau tak sedikitpun terlihat tertarik dengan keindahan tubuhku." Rudolf menatap Grace bosan. "Saya lebih menyukai wanita yang berisi." Grace terdiam, artinya laki laki itu secara tak langsung mengatakan bahwa dia teramat kurus dan tak menarik sama sekali. Baru kali ini Grace ingin mencakar-cakar wajah datar itu. *** Grace awalnya tak ingin memperpanjang pembicaraan itu, namun entah kenapa harga dirinya merasa terluka saat Rudolf menyatakan secara terang-terangan bahwa dia tak menarik. Satu jam dia merenung, pada akhirnya Grace bangun dan langsung mengeluarkan suara keras. "Asal kau tau, aku tak sekurus yang kau pikirkan!" Nada Grace membentak. Rudolf belum tidur, dia tersentak kaget ketika suara lengkingan itu memenuhi kamar. Rudolf bangun, mengerutkan keningnya heran, wajah Grace merah padam menahan marah. Padahal Rudolf hampir melupakan ucapannya barusan. "Ada apa, Nona? Anda terlihat emosi." Rudolf berkata santai. Melihat gelagat tak bersalah Rudolf, Grace semakin naik pitam. Dia menendang selimutnya, kemudian turun mendekati lantai yang ditiduri Rudolf. "Apa kau aslinya bersifat seperti ini , hah?" Grace menarik selimut yang membungkus laki-laki itu sambil menunduk. Rudolf berusaha berkelit, tapi dia kalah gesit dibanding wanita itu. "Nona, anda kenapa? Kenapa Anda sangat marah?" Rudolf berusaha menarik selimut itu tapi gagal. "Kau pikir kau tampan? Kau pikir kau hebat sehingga pantas menilaiku? Kau tak lebih dari pria tua yang tak laku." Grace meledak hebat. Rudolf yang awalnya heran, tertawa kecil meremehkan, wanita yang biasa dipuja itu tak terima dinilai rendah. "Ya, sudah! Anggap saja Anda benar. Kembalikan selimut saya, ini sangat dingin." Rudolf mencoba bernegosiasi, melayani Grace tak ada gunanya, dia tau betul bagaimana watak wanita itu. "Tidak, sebelum kau meminta maaf padaku!" Rudolf mengerutkan kening. "Salah saya di mana, Nona? Anda menanyakan pendapat saya tentang anda, saat saya jujur kenapa Anda malah tidak terima?" "Kau .... Benar-benar pria yang menyebalkan." Grace mengangkat tangannya, hendak memukul wajah Rudolf, tapi pria itu begitu tangkas menangkap tangan Grace yang halus. Belum sempat Grace protes, dia sudah dibanting cukup kuat ke atas lantai, bahkan Grace mendengar suara tulangnya sendiri yang beradu dengan lantai itu. Tak sampai di situ, kaki panjang Rudolf menguncinya, tangannya dipegang erat. Rudolf berhasil membuatnya terdiam. "Jangan main kekerasan, Nona! Karena bagaimana pun, saya adalah suami anda." Grace menatap sengit, menantang mata jernih Rudolf tanpa merasa takut. "Lepaskan! Sejak kapan kau bertindak kurang ajar!" "Saya mengantuk, berikan selimut itu!" Rudolf tak menyadari hidungnya bergesekan di pipi Grace yang membuat wanita itu terkesiap. Grace memberontak. "Ini selimutmu! Dasar." Wanita itu lalu melompat ke ranjangnya dan tidur membelakangi Rudolf yang mulai bergelung kembali. Rudolf tertawa menang, sedangkan Grace mengutuk dirinya yang sempat berdebar saat puncak hidung dingin itu menyentuh pipinya. Belum lagi aroma parfum laki-laki itu yang melekat tak sengaja di bajunya. "Dasar, pria menyebalkan." Grace menghabiskan sisa gerutuannya sebelum masuk ke dunia mimpi. Grace tak mengetahui, bahwa pria yang dikatakan menyebalkan itu belum tidur. Ingatannya menyelam jauh pada kehidupan dua puluh tahun yang lalu. Dia dilahirkan di keluarga miskin di negara kecil bagian Eropa. Ayahnya adalah petani dan tukang kebun, Rudolf remaja adalah anak yang periang dan ceria, tapi semua berubah saat sang Ibu meninggal dalam usia yang masih muda, meninggalkan dia, Ayah dan adik perempuannya yang masih berusia sembilan tahun. Sebagai petani yang ditugaskan menjaga kebun sebuah perusahaan, hidup di desa sangat sulit, apalagi dengan kondisi ayahnya yang juga sakit-sakitan. Rudolf remaja, memutuskan untuk mengikuti sekolah bagian militer yang memang dibentuk untuk penyedia jasa ke amanan atau bodyguard. Cukup lama bekerja di berbagai negara, sampai akhirnya mendapat tawaran dari model internasional, yaitu Grace. Bayaran yang menggiurkan, untuk menebus hutang sang ayah yang dulu membeli lahan sendiri untuk bercocok tanam, apa mau dikata, beberapa bulan setelah itu, sang ayah meninggal. Adik perempuannya menikah dengan pria desa setempat, meneruskan lahan yang belum sempat menghasilkan uang. Rudolf masih ingat, bahwa seraut wajah gadis yang berkulit putih pucat dengan bola mata biru safir, serta rambut coklat kemerahan yang sering berkunjung ke perkebunan yang digarap sang ayah. Itulah cinta pertamanya, cinta yang tak pernah kesampaian karena mereka memiliki status sosial yang berbeda. Sang gadis cantik itu adalah anak pemilik kebun, atau anak dari pemilik perusahaan kebun anggur yang digarap ayahnya. Karena merasa tak sebanding, Rudolf akhirnya bertekad melupakan gadis itu. Hatinya yang kosong sempat diisi oleh gadis sederhana yang juga tak kalah cantik, dia sempat merasakan mekarnya cinta di hatinya, tapi kembali, Rudolf tak beruntung, di usia 19 tahun, gadis pujaannya dinikahkan dengan laki-laki lain yang lebih berada. Sejak saat itulah hatinya tak lagi terbuka dan tak bisa disentuh dengan cinta. Banyak lawan jenis yang menyukainya, namun tak satu pun yang berhasil merebut perhatian Rudolf.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN