Keesokan paginya, langit Surabaya diselimuti mendung tipis. Udara terasa lebih sejuk dari biasanya, seolah alam pun ikut menurunkan nadanya demi hari yang berat bagi dua bersaudara itu. Aleena berdiri di depan gerbang makam dengan buket bunga krisan putih di tangannya. Di sampingnya, Ellody. Gadis itu akhirnya mau diajak, meski tanpa banyak bicara. Mungkin masih ada amarah, tapi juga ada rindu yang tak bisa dibendung. Di belakang mereka, Agastya ikut datang. Pria itu menjaga jarak, berdiri beberapa langkah di belakang. Wajahnya serius, tubuhnya kaku seperti menahan sesuatu yang tidak ingin terlihat. Mereka berjalan perlahan menuju pusara sang ayah. Langkah-langkah kecil di atas rumput basah menyisakan jejak yang terasa berat. Saat tiba, Aleena berjongkok pelan, menyentuh nisan batu itu