Beruntung

1112 Kata
“Ya udah … aku tinggal ya … besok aku jemput pakai motor.” “Memangnya mau ke mana? Besok aku ada perform.” “Iya … aku anterin ke Istana Negara.” “Enggak usah Bang, aku dijemput sama panitia acara dari kampus … aku harus kuliah dulu satu mata kuliah.” Ghazanvar memberengutkan wajahnya. “Ya udah … tapi peluk!” Ghazanvar merentangkan kedua tangan namun Naraya mendorong tangan Ghazanvar ke samping sampai pria itu membalikan badan. “Hati-hati ya Bang.” Naraya mendorong punggung Ghazanvar melewati pintu. Ghazanvar terkekeh karena merasa lucu, di saat banyak perempuan berebut ingin menghangatkan ranjangnya—sekarang dia harus mengemis untuk sebuah pelukan kepada gadis yang berstatus kekasihnya. Ghazanvar melanjutkan langkah tidak lupa mengangkat tangan, pamitan sekali lagi kepada Naraya dan dia mendapat senyum teramat manis dari kekasihnya. Naraya buru-buru menutup pintu rumah, dia bersandar punggung pada benda berbahan kayu tersebut dengan telapak tangan disimpan di d**a. “Ini mimpi kayanya … masa Nay mau jadi menantu anak Konglomerat?” Naraya bicara sendiri, dia masih belum percaya dengan takdir seakan sedang bercanda dengannya. Naraya baru saja kehilangan kedua orang tua lalu dalam waktu dekat akan menikah dengan pria tampan anak Konglomerat. Kisah hidupnya terlalu dramatis, Naraya butuh waktu untuk menerima semua ini. *** “Sore Pak!” Alex menyapa di depan ruang Ghazanvar. “Sore! Jadi meeting, Lex?” Ghazanvar bertanya seraya melangkah masuk ke dalam ruangannya. “Ja-jadi, Pak?” Alex bukan menjawab tapi bertanya. “Jadi donk, kasih tahu yang lain … kita meeting sekarang!” titah Ghazanvar yang langsung disibukan dengan menandatangi berkas di atas meja. “Baik, Pak!” Alex keluar untuk memberi info kepada para pimpinan di setiap bagian agar segera berkumpul di ruang rapat. “Kenapa datang-datang si bos jadi bersemangat gitu sih?” Alex bergumam bingung. “Pak Alex, Ghaza eh … pak Ghaza udah dateng ya?” “Eh … Bu Mita, kaget … kirain siapa … udah, Bu … pak Ghaza ada di dalem.” “Oke, Thanks ya.” Mita berbisik sambil mengerutkan pangkal hidung dan senyum yang dikulum. Wanita itu lantas masuk ke ruangan Ghazanvar setelah mengetuk sebanyak dua kali. Ghazanvar mendongak saat menyadari pintu dibuka dari luar. “Eeeh … Mit, gimana hasil meeting sama pak Sudibyo?” Ghazanvar meminta laporan dengan santainya. Fokusnya dia kembalikan pada kertas yang masih banyak untuk ditandatangani. Tidak ada jawaban dari Mita, perempuan itu tahu-tahu sudah sampai di samping Ghazanvar lalu duduk di atas pangkuan pria itu. “Miiit … aku lagi tanda tangan berkas,” tegur Ghazanvar tampak tidak suka. Mita mengalungkan kedua tangan di leher Ghazanvar lantas mempertemukan bibir mereka. Mita rindu sekali pada Ghazanvar. “Emmpphh ….” Ghazanvar kesulitan bicara karena bibirnya dibungkam oleh bibir Mita. Dia mendorong d**a Mita membuat pagutan terurai. “Check in yuk!” Sorot mata sayu Mita seolah memohon. “Kita mau meeting!” Ghazanvar menolak secara halus. “Iya … setelah meeting.” Mita merengek. “Mit … berdiri! Aku lagi kerja.” Ghazanvar bersikap dingin. “Kamu kenapa?” Mita memberengutkan wajahnya. “Kamu yang kenapa, tahu aku lagi kerja malah digangguin.” “Biasanya juga kamu males-malesan kerja gara-gara istri sepupu kamu itu.” Mita memajukan bibirnya kesal. “Kamu mau apa ke sini?” Ghazanvar bersikap formal bermaksud mengusir Mita dan wanita itu menangkap jelas maksud Ghazanvar tersebut. “Ghaza … kamu kok gitu?” Mita menghentakan kakinya seperti anak kecil padahal wanita itu sudah berusia diatas dua puluh lima tahun. “Mending kamu siapin bahan buat meeting.” Ghazanvar memberi saran. “Kamu enggak kangen sama aku? Kita udah seminggu lebih enggak make love.” Nada suara Mita berubah manja. Ghazanvar mengusap wajahnya kasar. “Kita enggak pacaran Mit, enggak ada kewajiban aku harus kangen sama kamu dan harus make love sama kamu.” Ghazanvar menatap Mita dingin sedingin nada bicaranya membuat Mita membeku menatap Ghazanvar tidak percaya. “Tapi kamu ….” Akhirnya Mita bersuara tapi tidak melanjutkannya. “Apa? Aku apa? Aku enggak pernah minta ya Mit … kamu yang menyerahkan diri kamu.” Ghazanvar jadi kesal dengan sikap Mita yang seolah perempuan itu adalah kekasihnya. Mita terperangah, dia kehilangan kata-kata, tidak ada alasan lagi untuk membantah ucapan Ghazanvar karena memang apa yang pria itu katakan adalah benar. Dari awal Mita yang menggoda Ghazanvar, selama ini juga Ghazanvar tidak pernah meminta tapi dia yang menyerahkan diri. Salah satu contohnya Mita sering menyentuh paha Ghazanvar dalam sebuah sedang meeting membuat hasrat Ghazanvar bangkit dan setelah meeting ruangan ini akan menjadi saksi betapa besar hasrat pria itu. “Kamu b******k!” Mita mengumpat seraya menarik langkah cepat menuju pintu. “Masa?” sahut Ghazanvar meledek. Blam. Pintu di tutup sangat kencang sampai Alex berjengit terkejut. “Bu Mit—“ “Bos kamu gila!” Mita berseru kesal. Dia pergi terburu-buru menuju ruangannya. Tiba-tiba Alex mengerti kalau ternyata selama ini Mita bersedia jadi mainannya sang bos karena apa yang Mita lakukan barusan sering dia temukan dari banyak perempuan anak Konglomerat yang dekat dengan Ghazanvar. “Kirain cewek baik-baik.” Alex bergumam setelah menghela napas panjang. *** “Gilaaaaaa … kamu akan jadi menantu Konglomerat Nay.” Anggit sampai histeris setelah diberitahu siapa Ghazanvar sebenarnya. Tapi senyum Naraya yang tampak di layar ponsel Anggit tidak tulus. “Kok senyumnya gitu?” Ternyata Afifah juga menyadarinya. Mereka sedang melakukan panggilan video call sebelum tidur. “Aku yatim piatu … orang biasa juga, ini tuh too good to be true.” Naraya masih belum percaya diri. “Nay, aku pernah baca di mana gitu ya … kalau setiap kehilangan yang kita alami akan digantikan oleh Tuhan … aku enggak bilang kedua orang tua kamu bisa digantikan tapi Nay, kamu telah kehilangan kedua orang tua kamu untuk selamanya jadi kalau sekarang tiba-tiba kamu akan menikah dengan pria kaya … anggap aja itu hadiah dari Tuhan karena kamu tetap tabah enggak bundir.” Naraya tertegun mencerna ucapan Anggit. “Jalanin aja, Nay … biarkan Tuhan yang jadi Sutradaranya …,” kata Afifah enteng. “Mau nolak juga, aku udah pakai ratusan juta uang Abang Ghaza untuk bayar hutang.” Naraya tertunduk lesu. “Eh … ada fotonya enggak si abang Ghaza ini?” Anggit benar-benar penasaran. “Sebentar ….” Naraya mulai mengotak-ngatik ponselnya mengirim foto dirinya dan Ghazanvar di Dusun Bambu melalui Group chat. Masih dalam panggilan video, Anggit dan Afifah langsung membuka pesan baru yang Naraya kirim. “Ajegile … ini mah bukan ganteng, Nay … tapi ganteng banget, tuker tambah lah sama si Latief.” Naraya dan Afifah pun tertawa mendengar celotehan Anggit. “Rezeki nomplok ini mah, Nay.” Afifah ikut berkomentar. Bukan hanya Afifah dan Anggit, Naraya juga merasa dirinya beruntung sekali.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN