Kedatangan Ghazanvar ke rumah om Kaivan disambut tepuk tangan dari kedua orang tua, keempat adik serta keluarga om Kaivan yang saat itu tengah berkumpul di ruang televisi dan sebagian di meja makan.
Ghazanvar bak seorang aktor yang baru saja mendapat Piala Citra dalam perannya di sebuah film.
Tentu semua orang telah mengetahui kalau akhirnya Ghazanvar akan menikah dengan Naraya meski pria itu belum mencintainya.
Mungkin seantero Negri sudah tahu berita tentang Ghazanvar yang akan menikah mengingat orang yang pertama Ghazanvar beri tahu adalah mami dan papi.
Bisa Ghazanvar tebak, pasti mami sudah menghubungi Wedding Organizer ternama untuk melakukan meeting.
“Selamat ya Bang, akhirnya kamu nikah juga.” Dengan santai om Kaivan yang berdiri paling dekat dengan Ghazanvar saat memasuki ruangan itu pun mengulurkan tangan.
Ghazanvar tersipu saat menjabat tangan om Kaivan yang kemudian dilanjutkan dengan pelukan mascullin.
“Enggak akan ngelamun lagi pas meeting ya, Bang?” celetuk Reynand-putra sulung om Kaivan.
Ghazanvar mesem-mesem, dia menundukan pandangan agar tidak perlu bertemu tatap dengan orang-orang yang ada di sana karena sesungguhnya perasaan Ghazanvar sekarang sedang tidak menentu.
Pria itu lantas duduk di single sofa.
“Ih si Abang jijik mesem-mesem gitu, kaya yang iya udah jatuh cinta sama Nay.” Aruna mencibir.
“Yang penting dia usaha dulu, Aruna ….” Reyzio menimpali.
“Jadi gimana perasaannya mau menikah? Aduuuuh … anak sulung mami udah besar … sudah mau menikah aja.” Logat bicara mami seperti sedang bicara dengan balita, beliau juga sampai mengulurkan tangannya untuk mencubit dagu Ghazanvar karena gemas.
Bagi mami, semua putra dan putrinya adalah anak kecil yang akan selalu mami perhatikan dan manjakan mengingat mami pernah keguguran dan sempat divonis tidak bisa memiliki anak lagi.
“Biasa aja Mi,” sahut Ghazanvar enteng.
“Kok biasa aja, Abang bisa skidipapap kapan pun dan di mana pun sama Nay setelah Syah jadi suami istri nanti.” Arnawarma menganganggap Ghazanvar tidak bersyukur.
Arnawarma tidak tahu saja kalau tanpa menikah pun Ghazanvar bisa skidapapap kapan pun dan di mana pun dia ingin.
Ghazanvar tersenyum lebar tanpa memperlihatkan gigi hingga menyipitkan matanya.
“Kerjaannya baperin cewek … tebar pesona sana sini, tapi enggak ada yang diseriusin … giliran nge-baperin istri orang malah baper sendiri trus jadi sad boy, sekarang dijodohin sama cewek cantik, eeeh … dia bilang biasa aja, memang manusia paling enggak bersyukur kamu mah, Bang!” kata Reyzio bersarkasme diakhiri penghakiman untuk sang kakak.
Semua tertawa mendengar hujatan demi hujatan dilemparkan adik-adiknya Ghazanvar yang tidak ditanggapi serius oleh pria itu dan malah ikut tertawa.
“Nanti juga lama-lama jatuh cinta,” kata papi Arkana, meledek sikap acuh Ghazanvar.
Ghazanvar mendongak menatap papi sesaat kemudian mengalihkan pandangannya kepada mami.
Sedari tadi dia tidak bersuara menimpali hujatan yang ditujukan kepadanya hanya senyum-senyum kecil saja seolah dirinya sedang merasakan kebahagiaan.
“Kalian pulang duluan ya, besok Abang janji jemput Nay ke rumahnya terus ke Jakarta bareng.” Ghazanvar mengganti topik pembicaraan.
“Yeeee … kita nungguin kamu dari tadi, Bang.” Narashima misuh-misuh.
Segera saja Ghazanvar mendapat lembaran bantal sofa dari keempat adiknya.
“Tinggal panggil heli, jangan kaya orang susah ah.” Om Kaivan menengahi.
Dan malam itu juga keluarga Ghazanvar kembali ke Jakarta menggunakan helikopter yang mendarat di halaman belakang rumah om Kaivan sedangkan Ghazanvar menginap di rumah tante Bunga dan om Angga agar lebih dekat ke rumah Naraya untuk menjemputnya besok pagi.