Lembar 3. Bukan Pernikahan Sempurna

2496 Kata
"Hawa cantik yah Kus?" tanya Arion sambil tersenyum. "Cantik." balas Markus dengan enggan. "Ah, tapi biarpun cantik kalau milik orang lain tidak boleh Boss. Pokoknya dilarang!" tambah laki-laki itu lagi sambil menciptakan tanda X menggunakan lengannya. "Aku sedikit mengerti perasaan Damian dulu." gumam Arion masih dengan mata yang menerawang dan bibir yang tersenyum. Senyum yang terlihat seperti peringatan bahaya paling menakutkan dimata Markus. Seorang Asisten Profesional yang sudah ada di samping Arion sejak laki-laki itu pertama kali menginjakkan kakinya di Kantor, jelas sudah sangat memahami Tuan Mudanya itu. Tatapan Arion ketika pertama kali bertemu Hawa di ruang Kepala Puskesmas siang tadi, jelas adalah tatapan yang baru pertama kali Markus Lihat. Tatapan penuh cinta yang dulu tidak pernah sekalipun bisa Markus bayangkan, karena Arion seperti tidak tertarik dengan hubungan dengan lawan jenis. Markus cukup senang karena Tuan Mudanya yang sudah tidak muda lagi itu, akhirnya menemukan tambatan hatinya. Tapi rasa senang itu langsung berubah menjadi sirene bahaya, setelah mengetahui Hawa sudah memiliki calon dan tinggal menghitung hari saja menuju pernikahan. "Pokoknya jangan diikuti! jangan mengikuti kegilaan tuan muda Damian, saya mohon!" Markus benar-benar terlihat stress, tapi Arion hanya melirik saja kemudian beranjak mengambil handuknya untuk mandi. Tidak memperdulikan asistennya yang terlihat hampir menyerah itu. "Ngapain tidur di bawah?" tanya Arion heran, melihat Markus sudah menata tikar dan bantal di lantai. "Kasurnya cuma satu Boss!" "Tidur diatas! meskipun badanku atletis, tidak akan sempit kalau menggunakan kasur itu untuk berdua." perintah Arion tegas. Markus tersenyum dan langsung pindah tanpa protes. Meskipun Tuan Mudanya sering membuat Stress, tapi dia tahu kalau seluruh anggota keluarga Adrian adalah orang yang memanusiakan karyawannya lebih dari perusahaan manapun. "Ternyata jadi petugas kebersihan itu berat juga yah. Kayaknya aku perlu memperbaiki ruang istirahat para petugas kebersihan di kantor, agar mereka bisa istirahat dengan lebih baik." gumam Arion sambil memikirkan pekerjaan barunya hari ini, setelah merebahkan tubuhnya di sebelah Markus. "Kalau terlalu berat, bagaimana kalau kita pulang saja besok Boss?" tanya Markus penuh harap. "Tidak ada hal yang tidak bisa kita lakukan, jika kita punya semangat juang. Karena itu, seorang Arion yang penuh semangat juang ini, tidak mungkin menyerah dengan mudah." balasan Arion memudarkan senyum penuh harap di bibir Markus. Setelah itu mereka tidak lagi berbicara, karena Arion langsung tidur dengan nyenyak. Markus cukup terkejut melihat Tuan Mudanya yang tidak pernah merasakan kemiskinan, tidak protes sedikitpun ketika harus tinggal di ruangan sempit yang mungkin hanya sebesar kamar mandi di kediamannya. Arion bisa tidur dengan nyenyak tanpa banyak berkomentar. Baju tidur mahalnya, terasa begitu kontras dengan kain Sprei yang terlihat usang dan sedikit kasar. Markus tidak pernah membayangkan akan melihat pemandangan langka dimana Tuan Mudanya tidur diatas ranjang yang keras dan sempit seperti sekarang. Tidak lama setelah suara Adzan subuh berkumandang, suara lantunan Alqur'an, samar-samar terdengar sampai ke ruang makan di kediaman Heru. Jarak antara ruangan yang ditinggali Arion dengan Dapur dan Ruang makan keluarga Heru memang sangat dekat. Karena itu, meskipun suara Arion kecil karena tidak ingin membangunkan Markus yang masih lelap, tetap bisa didengar oleh Heru dan Marina yang sedang minum kopi di dekat dapur. "Buruan mandi! Nggak enak kalau kita bangun kesiangan di rumah orang. Setelah mandi, langsung ke rumah utama! Kita diundang sarapan!" perintah Arion tegas, setelah membangunkan Markus dengan lembut. Markus mengangguk dan langsung masuk ke kamar mandi, sementara Arion keluar dan mengambil sapu untuk membersihkan halaman belakang yang berada di luar ruangan tempatnya tinggal. "Nak, Prince! Tidak perlu di sapu! Nanti juga daun-daun pada jatuh-jatuhan lagi." Ucap Marini sambil tersenyum dari pintu belakang rumahnya. "Tidak papa Bu, Heru. Biar rapih saja." balas Arion sambil tersenyum sopan. "Kamu nggak perlu kerja juga di rumah ini, Prince!" Heru ikut menimpali dari arah dalam. "Enggak kerja kok, Pak Heru." balas Arion sambil terkekeh. Laki-laki itu kemudian meletakkan sapunya setelah selesai dan menghampiri Heru dan Marini yang berada di ruang makan. Sarapan berlalu dengan damai, seperti yang Markus harapkan. Hawa pergi lebih dulu sambil membawa rantang berisi makanan setelah sarapan selesai. Sementara Markus dan Arion berangkat kerja bersama Heru dengan berjalan kaki. Pemandangan laut yang bisa terlihat dari jalan menuju Puskesmas, benar-benar memanjakan mata Arion dan Markus yang selama ini hanya melihat pemandangan kota Jakarta yang sibuk. "Oh iya, dua minggu lagi jangan lupa datang ke acara nikahan anak bapak yah. Undangannya sudah disiapkan sama Hawa, tapi bapak lupa mau kasih ke kalian tadi." ucap Heru tampak senang. "Iya pak, kami pasti datang jika tidak bersamaan dengan jam kerja." balas Arion sopan. "Tenang saja, acaranya sampai jam 3 sore kok. Jadi masih bisa datang, karena hari itu seharusnya kalian bekerja setengah hari." balas Heru sambil terkekeh. Arion dan Markus tersenyum saja dengan sopan. "Jangan melakukan yang tidak-tidak di hari pernikahan orang Boss! Kepala saya benar-benar bisa melayang kalau Boss melakukannya." bisik Markus penuh ancaman, setelah berpisah dengan Heru di persimpangan lorong puskesmas. "Hal yang tidak-tidak apa sih Kus? kamu orangnya curigaan." balas Arion dengan lirikan sebal. Markus mendesah saja, karena berdebat dengan Arion akan membuat kadar Stressnya naik dan asam lambungnya juga akan naik sampai ke tenggorokan. Tapi entah kenapa perasaan Markus sedikit tidak enak setelah mendengar mereka diundang ke acara pernikahan Hawa. Markus hanya terus berdoa dengan tulus, semoga Tuan Mudanya tidak membuat masalah di hari berharga milik wanita yang membuatnya jatuh cinta itu. *** Hari berlalu dengan cepat, Markus benar-benar terkejut karena Arion menjalankan tugasnya membersihkan Puskesmas dengan hasil yang lebih sempurna dari dirinya. Hari pernikahan Hawa juga semakin dekat dan semakin membuat Arion dan Markus penasaran tentang sosok calon suami dari wanita lemah lembut itu. "Boss, sial banget! Saya hampir ketahuan!" ucap Markus dengan napas memburu, setelah berlari menghampiri Arion. "Apa sih kus? aku mau bersihin ruangan rawat. Jangan ganggu deh!" balas Arion kesal. "Gawat banget Boss! Siaga satu!" "Siaga satu apaan sih?" "Masih inget nggak sama Belalang Sembah yang waktu itu Boss minta saya buat usir?" ucap Markus bisik-bisik. "Belalang yang mana? terlalu banyak belalang." balas Arion acuh. "Itu loh, pemilik Wisata Nusantara." "Oh belalang sialan yang bilang aku pencuri itu?" Arion terlihat semakin kesal. "Iya Boss, ternyata dia calon suami Hawa." ucapan Markus membuat Arion kaget, seakan tidak percaya. Apalagi setelah Markus berlari untuk sembunyi, Arion melihat dengan matanya sendiri, Hawa berjalan bersama Aryo menuju ruangan Heru. Mereka terlihat mesra! "Sial! rasanya ingin ku curi juga calon istrinya." gumaman Arion menciptakan sirene bahaya di kepala Markus yang samar-samar mendengarnya. Laki-laki itu langsung berlari lagi menghampiri Tuan mudanya dengan tatapan memohon. "Jangan Boss! Pokoknya jangan! Tolong!" bisiknya penuh permohonan, yang tentu saja tidak ditanggapi oleh Arion sedikitpun, karena laki-laki itu memilih untuk lanjut bekerja agar bisa melupakan perasaan tidak senang di dalam dirinya. Meskipun menyukai Hawa dari pandangan pertama, Arion tahu kalau perasaan itu seharunya tidak boleh dilanjutkan. Jadi, meskipun dia kesal pada Aryo, tidak ada yang bisa Arion lakukan. "Huh, sial! Kenapa Belalang itu beruntung banget sih? Aku jadi kesal!" Arion terus bergumam sambil mengepel lantai. Perasaannya cukup berantakan. Dan karena Seumur hidup, Arion baru pernah merasakannya, laki-laki itu menjadi cukup menderita. Penderitaan yang tadinya dia anggap remeh itu, ternyata berlangsung hingga Hari Pernikahan Hawa datang. Pagi itu Markus sudah menyiapkan Tuxedo yang akan mereka pakai untuk kondangan. Menatap setelan hitam yang cukup mahal itu, perasaan Arion semakin kesal. "Apakah tidak ada yang lebih jelek dari ini Markus? Orang-orang akan berpikir aku yang akan menikah jika baju yang aku kenakan sebagus ini." protes Arion yang tidak ingin menjadi pusat perhatian di pernikahan Hawa. "Itu adalah setelan paling murah yang pernah anda gunakan Tuan Muda. Jiwa estetika saya tidak terima jika anda memakai pakaian yang lebih murah dari itu. Pokoknya tidak boleh! Hati saya sudah menangis setiap hari karena melihat anda memakai seragam petugas kebersihan, tolong jangan membuat perasaan saya semakin ingin menjerit." balas Markus tegas. "Orang-orang biasanya kondangan pakai batik doang Kus, kenapa kamu malah membelikan Tuxedo sih?" Arion masih merasa tidak tenang jika harus memakai setelan dari desainer langganannya di Lombok itu untuk kondangan. "Sudah lah Boss, jangan menggerutu terus! Beberapa hari ini anda terus menggerutu sampai terlihat menua. Sekarang kita harus menangkap Yakub karena kabarnya dia akan datang ke Puskesmas untuk membawa gadis yang dia culik itu. Skenario penangkapan sudah tersusun dengan rapih dan orang-orang sudah disiapkan dengan sempurna. Setelah Yakub tertangkap, kita akan langsung Resign dan pulang ke Jakarta. Jadi, tidak ada yang akan mengomentari Tuxedo yang anda kenakan." balas Markus tegas, sambil menyiapkan sepatu untuk Arion bekerja. "Dasar cerewet." Arion menggerutu lagi, tapi tidak lagi memprotes. Selama dua minggu mereka di kampung Suka Sari, target penangkapan mereka memang sudah berhasil di jebak. Gadis yang Yakub culik sedang hamil, karena itu dia butuh di periksa. Arion dan Markus berhasil memancing Yakub untuk datang ke Puskesmas pada tengah hari ketika Puskesmas menjelang tutup. Pada saat Yakub datang, Polisi akan langsung menangkap mereka berdua dengan aman. Itu adalah Skenario yang sempurna, agar sampai akhir, Arion dan Markus tidak ketahuan identitasnya. "Tuan Adrian sudah menelpon saya puluhan kali karena tidak bisa menghubungi anda. Kalau kita tidak segera pulang, kepala saya bisa melayang." Markus mengomel lagi sambil berjalan menuju tempat kerja. Keluarga Heru sendiri sudah berangkat ke Resort tempat pernikahan Hawa diadakan sehingga hanya Arion dan Markus saja yang ada di rumah. Arion menggerakkan mulutnya mengikuti omelan Markus dengan kesal, tapi memilih diam saja dan tidak memulai perdebatan karena rencana Markus adalah rencana terbaik saat ini, agar Arion tidak semakin larut dalam perasaan yang salah. Untungnya, Yakub tidak sepintar yang Arion bayangkan. Karena itu dia ditangkap dengan mudah dan gadis yang dia culik juga bisa diamankan tanpa kendala. Tugas Arion di pulau itu sudah selesai, dan membuat Markus merasa cukup lega. "Sumpah ini terlalu mewah Kus, gimana kalau pak Heru dan keluarganya jadi merasa aku nggak menghormati mempelai laki-laki?" tanya Arion sambil melihat pantulan dirinya didepan kaca, setelah memakai Tuxedo yang Markus siapkan. "Sudah lah Boss! Kita buru-buru ini! Lihat saja sudah jam satu. Kata pak Heru perjalanan setengah jam. Kalau kita telat nanti makanan udah pada abis." balas Markus sambil menyisir rambutnya. Arion mendesah saja dengan kesal, karena untuk mencari baju lain juga sudah tidak ada waktu. "Dimana memangnya tempatnya?" "Saya nggak sempet baca undangannya dan benda itu entah ada dimana karena saya hanya mengambil gelang untuk masuk ke tempat acaranya saja. Tapi kata pak Heru, kita cukup naik angkot merah satu kali dan turun di perempatan. Nanti dari perempatan jalan sebanyak empat toko. Nah disana ada plang Resortnya. Kita tinggal tunjukkin gelang ini saja." ucap Markus menjelaskan. "Btw, Boss belum pernah naik angkot yah?" "Jangan meremehkanku Kus, aku sudah pernah melakukannya ketika kabur bersama Reigha dulu." balas Arion tidak terima. Markus terkekeh geli mendengarnya. "Sebenarnya saya sedikit tidak terima anda naik angkot. Tapi kalau kita naik mobil akan lebih mencolok." desah Markus terdengar pasrah. "Aku yang naik angkot, kenapa kamu yang nggak terima sih? Heran!" Arion menggerutu sambil berjalan keluar untuk berangkat menuju tempat pernikahan Hawa. Meskipun agak kesulitan menaiki Angkot karena Arion dan Markus cukup tinggi, mereka akhirnya sampai di perempatan pertama yang Heru beritahu dengan selamat. "Nah dari sini kita tinggal jalan empat toko ke kanan saja Boss." ucap Markus sambil berjalan diikuti oleh Arion dibelakangnya. "Kalau sudah jalan empat toko maka akan kelihatan...." kalimat Markus terhenti melihat Plang Resort yang dia kenali. "Sialan! Ini Resortku." ucap Arion sambil meringis. Markus juga meringis sambil menatap Arion penuh permintaan maaf karena dia tidak mencari tahu lebih dulu. "Ya Ampun, Tuan Muda Arion! Kenapa anda ada di luar?" Seorang Manager yang sedang berjaga di luar untuk menerima tamu langsung mengenali Arion. Laki-laki itu terlihat celingukkan mencari mobil mewah dan para Bodyguard yang biasanya di bawa oleh Arion tapi tidak menemukannya. "Aku akan memotong gajimu Markus, lihat saja nanti!" bisik Arion kesal. Markus diam saja sambil mundur satu langkah ke belakang Arion. Sudah pasrah meskipun gajinya benar-benar akan di potong. "Ekhem, kebetulan tadi pengen jalan-jalan bentar lihat pemandangan." balas Arion sambil tersenyum canggung. "Btw, di ruang berapa pernikahan Hawa dan Aryo. Kebetulan saya di undang dengan tidak sengaja." tambah Arion lagi sambil menunjukkan gelangnya. "Ah, anda datang untuk kondangan? Apakah saya perlu memberikan perhatian khusus pada rekan anda yang menikah?" "Tidak perlu Rafi. Tapi karena saya sedang tidak ingin dikenali, bisakah kamu mengatakan pada semua pegawai yang tahu wajahku untuk pura-pura tidak kenal? Aku hanya akan menghadiri sebentar pernikahan itu kemudian langsung pergi." balas Arion sambil berbisik. "Tentu saja Tuan Muda, Mereka ada di Ruang pertemuan nomor delapan yang letaknya paling dekat dari sini. Apakah perlu saya antarkan Tuan Muda?" "Jangan diantar, nanti terlalu mencolok." balas Arion diangguki Rafi dengan sopan. Arion berjalan dengan tenang menuju ruangan yang ditunjukkan oleh Rafi, kemudian masuk dengan perasaan campur aduk. Dia memilih duduk di belakang bersama Markus. Saat itu, para tamu sudah sangat banyak. Arion tidak terlalu menyesal memakai Tuxedo pilihan Markus, karena tamu yang datang ternyata tidak ada yang memakai batik. Hampir semua memakai setelan Jas, meskipun tidak semahal yang dikenalan oleh Arion saat ini. Tapi dahi Arion mengerut merasakan atmosfer yang aneh. Dia dan Markus, datang sangat siang, seharusnya ijab kabul sudah terlaksana. Setelah ijab kabul biasanya akan ada acara musik atau semacamnya. Tapi suasana di gedung yang cukup mahal itu justru tegang. "Ada apa sih? kok pada tegang?" Markus bertanya pada salah satu rekan pegawai Puskesmas yang duduk di sampingnya. "Pengantin Pria dan keluarganya belum datang." jawaban laki-laki itu membuat Arion dan Markus kaget. Jarak rumah Aryo menuju Resort sangat dekat karena sama-sama di kampung Suka Sari. Karena itu seharusnya Aryo tidak memiliki alasan untuk terlambat. Arion langsung bisa merasakan ada kejanggalan dalam pernikahan ini. "Kok bisa?" Markus yang kepo bertanya lagi dengan bisik-bisik. "Nggak tahu, katanya nggak bisa dihubungi juga seluruh keluarganya. Pas didatangi ke rumah juga mereka nggak ada. Tapi pak Heru dan keluarga lagi berusaha menunggu sebentar lagi, karena jam sewa gedung juga kurang dari dua jam lagi." balas teman Markus menjelaskan. Setelah itu Arion dan Markus menunggu hingg satu jam. Suasana para tamu sudah mulai tidak kondusif. Heru terus mondar-mandir di pintu ruangan pengantin sambil memainkan ponselnya. Arion tidak bisa duduk diam begitu saja dan membiarkan pernikahan yang di persiapkan oleh Hawa dengan sungguh-sungguh itu hancur berantakan. Karena itu, untuk pertama kalinya dalam hidup, Arion mengambil keputusan besar untuk dirinya sendiri, tanpa berdiskusi dulu dengan keluarga. Markus nyaris jantungan ketika Tuan Mudanya tiba-tiba saja berdiri. "Apa yang mau kamu lakukan?" tanyanya penuh peringatan. Arion memilih diam sambil melepaskan cengkeraman Markus di tangannya. Perasaan tidak enak Markus yang selama beberapa hari ini berusaha dia hilangkan, kembali hadir. Apalagi ketika dia melihat Arion berjalan menghampiri Heru di ruang pengantin. Markus tentu saja tidak mau pasrah begitu saja melihat itu. Setelah Arion semakin dekat dengan Heru, laki-laki itu menyusul sambil setengah berlari. "Boss, kamu nggak akan melakukan hal yang tidak-tidak kan?" tanya Markus penuh curiga. "Hal tidak-tidak apa sih?" jawab Arion santai. "Boss! jangan lakukan apapun yang ada dikepalamu! Pokoknya jangan!" Markus berusaha menghentikkan Arion yang terlihat sangat mencurigakan itu, tapi dia gagal. "Pak Heru, bagaimana kalau saya saja yang menggantikan mempelai laki-laki untuk menikah dengan Hawa?" ucap Arion terlihat sangat teguh. Perasaan tidak enak Markus benar-benar terjadi dan membuat asam lambungnya seperti naik ke tenggorokan. "Selamat tinggal dunia ini!" bisik Markus pada dirinya sendiri dengan penuh kepasrahan. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN