Hari berlalu dengan cepat, tanpa terasa kini Agatha lebih sering menghabiskan waktu bersama Jayden. Pria itu tentunya sangat menurut saat Agatha menyuruhnya ini itu. Dan yang lebih membuat Agatha senang adalah, Jayden tidak pernah menolak meski terkadang permintaannya sangat menyebalkan.
Beberapa kali Agatha tahu Jayden sempat kerepotan menuruti permintaannya, tapi pria itu tidak pernah menolak.
Seperti pagi itu contohnya, Agatha baru saja bangun tidur. Wanita itu langsung saja mencari keberadaan Jayden karena tidak menemukannya. Semalam ia juga tidak tahu kapan pria itu pulang karena sejak sore Jayden mengatakan ada urusan.
"Selamat pagi, Nona." Moti menyapa begitu melihat Agatha masuk ke area dapur.
Agatha tampak celingukan, mencari-cari sosok Jayden yang entah dimana rimbanya. "Makanan aku belum siap emang?" tanya Agatha berpura-pura menutupi jika ia mencari Jayden.
"Semua makanan sudah saya siapkan di meja. Nona butuh apa lagi?"
Agatha terperanjat, tapi ia langsung menguasai dirinya. "Oh, aku tadi tidak melihat ke meja," ucapnya asal.
Agatha langsung berlalu, ia kembali ke ruang depan. Mencari sosok Jayden yang entah sejak tadi belum ditemukan. Tapi anehnya ia tidak menemukan pria itu dimana-mana.
"Menyebalkan! Apa dia sudah pergi lagi sebelum menemuiku?" umpatnya kesal.
Agatha pun akhirnya kembali ke kamarnya, namun ia ingat semalam kan ia tidur di kamar Jayden. Ia akhirnya memutar langkah menuju kamar pria itu. Belakangan ini ia memang suka bersikap aneh, entah kenapa tidak bisa tidur nyenyak sebelum melihat wajah Jayden yang menyebalkan itu.
Begitu sampai di kamar, Agatha segera mengambil ponsel, bermaksud menghubungi Jayden untuk meluapkan kekesalannya. Namun, sebelum ia menyentuh ikon panggilan, terdengar deru motor yang mendekat. Agatha buru-buru melihat ke arah jendela, sedikit mengintip siapa yang baru saja datang. Dan ternyata Jayden.
"Ck, benar-benar kayak jelangkung ya itu orang. Awas saja nanti."
Agatha cepat-cepat keluar untuk menemui Jayden, ia sudah siap dengan segala sumpah serapah yang akan keluar dari bibirnya.
"Kau–"
"Taraaa!"
Sebelum Agatha sempat berbicara, Jayden sudah terlebih dulu mengulurkan kantong plastik yang berisi seabrek makanan.
"Apa ini?" Wajah sebal Agatha akhirnya berubah menjadi kerutan di dahi saat melihat kantong plastik sebesar itu.
Jayden tersenyum. "Makanan sehat buat cemilan bumil. Pasti belum sarapan 'kan? Sambil nunggu sarapan, makan ini dulu, ya?" kata Jayden tersenyum ceria disela-sela wajahnya yang terlihat kecapekan.
"Kau sedang merayuku?" Agatha mendesis sebal, tentunya tidak mudah dibujuk dengan makanan seperti itu.
Jayden mengulum bibirnya. "Semalam saya lagi sibuk banget ngurus skripsi. Dikerjain di rumah temen, saya mikirnya kalau siang Nona bakalan nyariin. Makanya saya kerjain malem," ujar Jayden.
"Alasan saja," tukas Agatha berusaha keras masih terlihat kesal, padahal jangan ditanya saat ini hatinya bergemuruh saat mendengar Jayden begitu memikirkan dirinya.
"Nggak alasan kok. Kenapa lagi sekarang? Anak aku rewel emangnya?" Secara tiba-tiba Jayden menyentuh perut Agatha tanpa permisi. Wanita itu terkejut sesaat, tapi sentuhan dari tangan besar itu mampu membuat seluruh otak syarafnya tidak bekerja. "Eh? Dia udah agak besar loh!" seru Jayden saat merasakan perut Agatha sedikit menonjol meski hanya sedikit.
"Wah, harus makin banyak makan ini. Nona lihat 'kan? Usianya berapa ya sekarang?" Wajah Jayden mendadak antusias sekali, tangannya bahkan tak lepas mengusap perut Agatha yang hanya dibalut tang top putih itu.
Agatha mengerutkan dahinya, melihat wajah Jayden yang sangat senang sekali membuat ia tertular akan senyuman itu. Ia ikut menunduk, melihat perutnya yang memang sudah sedikit menonjol.
"Aku tidak tahu," sahut Agatha, lebih tepatnya tidak ingin mengingat-ingat berapa umur anak yang dikandungnya itu karena ia masih menganggap anak itu sebagai petaka.
"Bagaimana kalau kita periksa?" usul Jayden.
"Periksa apa?"
"Ya, biar tahu bagaimana perkembangan bayinya. Apa Nona tidak penasaran suara detak jantungnya?"
Agatha seperti merasakan getaran aneh di hatinya. Sejak pernikahan dadakan mereka satu bulan yang lalu, Jayden seolah benar-benar berubah menjadi sosok pria yang sangat menyayanginya dan juga anak yang dikandungnya ini. Bahkan setelah mereka berdua melakukan hubungan seks, Jayden tak pernah sekalipun bersikap kasar atau berubah tiba-tiba. Semakin hari Jayden justru semakin manis padanya.
Kini melihat pria yang begitu tulus padanya dan juga anaknya. Hati Agatha begitu tersentuh, bahkan Papanya sendiri tidak pernah memperlakukannya sebaik ini. Tapi Jayden?
"Jay," panggil Agatha, menahan air matanya agar tidak jatuh saat itu juga.
"Ya, Nona?"
"Boleh nggak sih, kalau aku bilang aku nyaman dengan situasi ini?"
Jayden terdiam sesaat, keterkejutan menghiasai wajahnya. Ia kemudian tersenyum, menarik lembut lengan Agatha dan mengusap sudut matanya yang basah.
"Kenapa tidak boleh?" jawab Jayden sembari tersenyum. "Di Detik saya memilih Anda, saya sudah siap dengan segala konsekuensi apapun Nona. Kita belum terlambat, jika Nona ingin ... kita bisa memulainya sama-sama dari awal kembali. Cobalah membuka hati Anda untuk saya, saya akan berusaha untuk meyakinkan jika saya mencintai wanita yang tepat." Dengan lembut Jayden berbicara, tutur katanya sangat menyentuh hati Agatha sehingga membuat wanita itu tak membendung air matanya.
Agatha menangis tersedu-sedu, setidaknya diantaranya kehancuran hidupnya, Tuhan masih mengirimkan Jayden yang menjadi pengobat luka hatinya. Kini, melihat pria itu menatapnya sangat teduh membuat hatinya percaya jika pria ini memang sangat tulus.
"Jay, kau tidak ingin memelukku?" ucap Agatha dengan suara manja, antara terharu dan juga malu. Ia pun memukul Jayden lalu membuka kedua tangannya lebar-lebar.
Jayden tersenyum tipis. "Tidak, Nona." Jawaban itu membuat wajah Agatha semakin sebal.
"Tidak akan menolak pastinya." Secepat kilat Jayden langsung menarik Agatha ke dalam pelukannya. Pria itu juga memberikan kecupan manis di kening Agatha.
Agatha ikut tersenyum, memeluk tubuh tegap itu sangat nyaman sekali. Beberapa saat pelukannya terurai, Jayden melempar senyum lalu mendekatkan wajahnya. Agatha pikir Jayden akan mencium bibirnya, tapi ternyata tidak.
"Mulai sekarang tidak boleh membahas lagi tentang masa lalu. Sekarang hanya ada kita dan anak kita," ucap Jayden, sekali lagi mengelus lembut perut Agatha.
Agatha mengangguk cepat-cepat. "Dia memang anak kita," kata Agatha mencoba perlahan-lahan berdamai dengan dirinya sendiri.
Jayden tersenyum lebar, segera memberikan kecupan manis di kening wanita itu kembali. "Jika ada yang mengatakan hal buruk tentang Anda, katakan pada saya siapa orangnya. Kelak akan saya tunjukkan siapa wanita hebat yang telah dihina selama ini. Saya akan dengan bangga mengatakan ... Dia istriku."
"Apaan sih?" Agatha mencubit perut Jayden dengan sebal, wajahnya saat ini pasti sudah seperti kepiting rebus karena malu.
"Loh, beneran ini. Nona tidak percaya? Percayalah!"
Agatha segera mendorong bahu pria itu agar menjauh. "Aku selalu percaya pada orang, Jay. Aku bahkan selalu memberikan kepercayaan penuh pada setiap orang yang aku kenal. Nyatanya kepercayaan saja tidak pernah cukup bukan?" Agatha tersenyum miris, sejauh ini orang-orang yang dipercaya justru mengkhianati dirinya.
"Sekarang, aku juga akan seperti itu padamu, Jay." Agatha menatap Jayden sangat serius.
Jayden tersenyum tipis, tubuh Agatha yang sempat menjauh segera ia raih ke dalam dekapan hangatnya. "Dan saya akan selalu menjaga kepercayaan itu, Nona," bisik Jayden sambil mencium pipi Agatha.
Agatha menoleh, kedua matanya beradu pandang dengan Jayden. Tidak berlebihan jika mengatakan Jayden ini adalah makhluk yang sangat sempurna. Sebuah ciuman kecil di daratan di bibirnya oleh Jayden, sialnya Agatha menganggap hal itu kurang.
"Ayo sarapan dulu, Nona belum makan apa pun dari semalam pasti," ucap Jayden sambil meraih tangan Agatha lalu digenggam erat.
Agatha mengigit bibirnya sembari menatap punggung Jayden yang ada di depannya. Pria tinggi tegap itu sudah seperti gapura kabupaten yang menutupi tubuhnya yang sangat mungil. Namun, hal itu justru membuat pikiran Agatha kemana-mana. Apalagi ia sudah pernah merasakan keperkasaan pria itu di ranjang. Benar-benar liar dan berbeda dengan Jayden saat diluar kamar.
"Jay," panggil Agatha.
"Hem?"
"Aku tuh lagi nggak pengen makan," ujar Agatha cepat.
"Lalu?" Jayden menghentikan langkahnya, ia memutar tubuhnya menatap Agatha.
"Pengen digendong," kata Agatha yang tiba-tiba saja ingin hal random.
"Digendong?" Jayden mengernyit.
Agatha mengangguk cepat-cepat, ia bahkan tanpa rasa malu langsung mengeluarkan tangannya. "Pengen digendong," pintanya lagi dengan suara yang lebih manja.
Jayden tertawa sambil menggelengkan kepalanya. "Ada-ada ya, Nona ini. Baiklah, ayo saya gendong."
Jayden segera menuruti keinginan random istrinya itu. Meraih tubuh mungil Agatha dan digendong di depan, seperti bayi koala yang memeluknya sangat erat.
"Udah seneng?" Jayden tersenyum sambil bertanya.
"Seneng banget." Agatha menjawab tanpa keraguan sama sekali. Sepertinya hormon kehamilannya saat ini membuat ia menjadi wanita yang super manja. "Pengen kek gini terus," kata Agatha sambil menyandarkan kepalanya di bahu Jayden.
Senyuman Jayden kian lebar, ia memeluk Agatha seerat mungkin. Wanita itu sangat mungil jadi sangat mudah ia gendong seperti itu. Agatha sudah seperti bayi besar yang begitu manja pada Ayahnya.
"Habis ini mau apa lagi?" Jayden bertanya kembali.
"Mau tidur."
"Kalau saya minta yang lain boleh?" bisik Jayden tepat di telinga Agatha.
Agatha membuka matanya, melirik Jayden yang mulai menatapnya dengan tatapan lapar. "Punyaku masih sakit," kata Agatha.
"Kali ini saya janji akan pelan-pelan."
"Ihhh Jayden! Ini masih pagi, kenapa kau m***m sekali?" seru Agatha langsung bertraveling otaknya.
"Sedikit keringat di pagi hari membuat kita semakin bersemangat. Anggap saja ini ini adalah sarapan pagi kita." Jayden mengedipkan sebelah matanya menggoda, membawa Agatha yang masih di dalam gendongannya ke dalam kamarnya yang ada di lantai satu.
Agatha membulatkan matanya lebih lebar. "Kali ini ... awas kau membuatku tidak bisa berjalan lagi, Jay!"
"Untuk yang itu, saya tidak bisa berjanji." Jayden mengedipkan sebelah matanya.
"Akhhhhhhh, kau benar-benar gila, Jay! Ahhhhh ...."
Begitu masuk ke dalam kamar Jayden langsung mengunci pintunya dna menyandarkan Agatha di belakang pintu tanpa menurunkannya dari gendongan. Pria itu langsung menyerang Agatha dengan ciuman dan sentuhan gila yang memabukkan.
Jayden tak henti membuat Agatha terus mendesah dan menjerit karena pergumulan panas mereka. Untung saja kamar Jayden kedap suara, jika tidak semua pembantu di rumah itu akan mendengar suara desahan dan makian Agatha. Menjadi saksi betapa panasnya pergelutan ranjang kedua anak manusia itu.
Bersambung.