Bab 5. Suami Bayaran

1467 Kata
"Nona?" Jayden terperanjat, tak menyangka jika akhirnya Agatha mau menerima lamarannya. "Ya, kita akan menikah. Tapi dengan syarat." Jayden mengerutkan dahinya, syarat apa lagi? pikirnya. "Syaratnya kau harus menjelaskan kepada Papaku dan jangan sampai dia tahu tentang kehamilan sialan ini," ujar Agatha. "Nona!" Jayden mendesah pelan, ia tidak tahu lagi bagaimana caranya menjelaskan kepada Agatha agar tidak membenci anak itu. "Anak itu tidak salah–" "Aku tahu, Jay." Agatha mendesis geram. "Mau kau mengatakan berulang kali pun, aku tetap menyalahkan anak ini karena dia anak dari b******n itu!" Agatha tidak bisa melupakan kejadian mengerikan malam itu, bahkan ia masih terngiang-ngiang akan teriakannya yang sangat putus asa tapi pria itu tidak menghiraukannya sama sekali. Pria itu benar-benar sangat brutal. Mengingat itu semua membuat perut Agatha bergejolak ingin muntah. "Nona." Jayden mengelus lembut lengan Agatha, bermaksud membantu. Agatha mengangkat tangannya perlahan. Ia berusaha keras melawan trauma itu. "Dengarkan aku baik-baik, Jay." Ia mulai berbicara kembali. "Selain syarat itu, aku punya satu syarat lagi." Kali ini wajah Agatha berubah sangat serius sekali. Jayden hanya diam menyimak, menunggu Agatha yang masih berpikir langkah ke depan yang akan menentukan masa depan mereka. "Syarat apa, Nona? Jika Anda takut saya akan macam-macam saat menikah, saya bisa berjanji untuk tidak akan melakukan apa pun kepada, Anda. Jika perlu kamar kami terpisah," tutur Jayden mencoba menekan perasaannya sendiri, padahal ia sangat berharap bisa lebih dekat dengan Agatha. "Itu memang salah satu syaratnya," kata Agatha cepat. "Tapi syarat utamanya disini, kau harus menandatangani surat perjanjian denganku." "Surat perjanjian?" "Ya, aku tidak mau kau mengorbankan dirimu hanya demi wanita seperti diriku. Kau masih kuliah dan punya masa depan yang lebih bagus. Kau juga masih muda, ada orang tua yang harus kau buat bangga. Maka dari itu, aku ingin kita menikah hanya sampai anak ini lahir, setelah itu kita akan bercerai." "Nona." Jayden menatap Agatha tak percaya. Agatha mengangkat tangannya ke atas pertanda meminta Jayden diam. "Aku sadar diri, Jay. Aku ini bukan wanita yang layak untuk menjadi istrimu. Kau masih muda, jangan membuang masa mudamu hanya karena wanita sepertiku," kata Agatha sambil menunduk, ia tidak setega itu menjadikan Jayden kambing hitam atas kesalahan yang tidak diperbuat. Apalagi pria itu masih sangat muda, umurnya dibawahnya 5 tahun. "Saya yang menginginkannya, Nona. Kenapa Anda terus mengulangi perkataan yang sama? Saya ingin bertanggungjawab atas anak itu." "Tapi ini bukan anakmu, Jay!" bentak Agatha mulai kesal. "Saya tidak peduli, di detik saya memutuskan untuk bertanggungjawab, maka anak itu sudah menjadi anak saya," tukas Jayden dengan suara yang tegas. Agatha mengertakkan giginya, mulai kesal juga menghadapi sikap Jayden yang cukup keras kepala. "Baik jika itu maumu, tapi bagiku kau tetep pegawai yang sedang aku bayar. Sekarang tugasmu berubah, menjadi suami bayaranku." Jayden tersenyum kecut, bohong kalau mengatakan dirinya tidak sakit hati mendengar perkataan Agatha yang hanya menganggap dirinya seperti itu. Tapi bukankah itu yang sebenarnya? Dirinya hanya seorang pengawal. "Kau tidak sakit hati 'kan?" Agatha tiba-tiba bertanya membuat Jayden tersadar. "Apakah saya punya hak itu itu?" Jayden justru balas bertanya. Agatha diam, cukup terkejut melihat tatapan mata Jayden yang terlihat sendu. "Ehm, baiklah. Ayo kita pulang, aku sudah menghubungi, Papa. Malam nanti dia akan pulang." *** Hari pernikahan itu akhirnya tiba. Agatha dan Jayden hanya menikah tanpa mengundang tamu selain keluarga dan para pegawai di rumah mereka. Tidak ada yang spesial dari pernikahan itu, hanya sebuah pernikahan untuk menutupi aib Agatha yang hamil tanpa suami. Semuanya pun berjalan tanpa ada drama sama sekali. Mungkin semalam Andrian–Papa Agatha sempat terkejut mengenai kabar pernikahan putrinya. Tapi pria itu merasa senang karena merasa Jayden memang orang yang tepat untuk putrinya. "Papa yakin Jayden akan menjagamu dengan baik. Semoga bahagia selalu," ucap Andrian sembari menepuk bahu Jayden. "Papa nggak tanya kenapa aku cepet-cepet nikah?" Agatha bertanya dengan nada datar. Andrian mengerutkan dahinya, terlihat berpikir sejenak sebelum tersenyum tipis. "Mungkin karena kalian memang sudah saling jatuh cinta. Atau karena ingin menjadikan Jayden pelipur lara atas kegagalanmu menikah dengan Hendrik?" tebak Andrian. Agatha mendengus pelan. "Papa memang tidak tahu apa pun tentangku," tukas Agatha. "Tentu saja Papa tahu, kamu kan anak Papa." Andrian masih tersenyum tanpa dosa. "Tenang saja, Papa akan tetap membiayai semua keperluanmu meksipun kalian sudah menikah. Papa juga lebih tenang jika kamu menikah dengan Jayden. Mantanmu yang kemarin, memiliki sifat yang tidak terlalu baik," ujarnya lagi. "Papa dengan mudah menilai seseorang, tapi Papa lupa berkaca pada diri sendiri." Agatha menahan tangisnya, rasanya sangat sakit sekali saat Papa kandungnya justru tidak tahu apa pun tentang dirinya. Atau lebih tepatnya tidak peduli. "Agatha." Andrian menghela napas, pria itu langsung memeluk putrinya. "Papa sayang sama kamu," sambungnya lagi. Agatha benar-benar menangis kali ini, tapi ia buru-buru mengusap air matanya dengan kasar. "Sudahlah, aku akan langsung pulang setelah ini. Kalau Papa ingin tetap tinggal, tinggal saja. Kalau tidak ya sudah, bisnis Papa lebih penting 'kan?" Agatha melepaskan dirinya, wanita itu langsung beranjak dari Altar pernikahan karena tak sanggup lagi di sana. Mengingat sikap Papanya hanya membuatnya menjadi wanita yang cengeng. "Agatha!" panggil Andrian. "Tidak apa-apa, Tuan." Jayden angkat bicara setelah sejak tadi diam. "Nona Agatha sepertinya kelelahan karena menyiapkan pesta pernikahan kami. Saya akan berbicara padanya nanti," kata Jayden. Andrian menatap Jayden, kali ini tatapan matanya cukup tajam. "Jaga putriku, Jay. Jangan mengecewakanku." Suara tegas itu berhasil membuat Jayden cukup gentar. Ia berusaha menguasai dirinya sebelum kemudian mengangguk penuh keyakinan. "Saya pasti menjaganya, Tuan." * Agatha menangis di dalam kamarnya, wanita itu benar-benar sedih sekali. Disaat terpuruknya seperti ini, tidak ada keluarga atau teman yang menemani. Bahkan satu-satunya keluarga yang dia punya tidak peduli sama sekali. Sejak dulu Papanya hanya sibuk bekerja dan bekerja. Agatha terkadang lupa jika dirinya masih mempunyai Ayah. "Nona sudah tidur?" Agatha mengangkat wajahnya saat mendengar suara Jayden. Ia melirik Jayden yang masuk dengan membawa nampan yang penuh dengan makanan. Pria itu malah menggunakan setelan jas putih pernikahan mereka. "Apa dia sudah pergi, Jay?" Agatha langsung bertanya tanpa melirik ke arah Jayden. "Siapa yang Anda maksud?" Jayden mengerutkan dahinya. "Papa," sahut Agatha memutar bola matanya malas. "Tuan Andrian langsung kembali ke Singapura. Beliau bilang Anda–" "Jangan membuat ulah, jangan membuat nama keluarga malu, begitu kan?" Agatha langsung menyela sembari tersenyum miris, sialnya air mata itu kembali tumpah membasahi pipinya. "Shitt, kenapa aku harus menangis? Aku sangat menyedihkan sekali ya, Jay?" Agatha tertawa hambar, paling benci jika ada perasaan seperti ini. Jayden meletakkan makanan di nakas, pria itu mendekati Agatha yang berbaring. Ia tahu selama ini Agatha sangat kesepian, untuk itulah wanita itu sering keluar malam sehingga membuat Andrian memperkejakan Jayden yang harus menjaga Agatha kemana-mana. Namun malam itu ia lengah dan tidak menjaga Agatha dengan benar. "Nona, menangis saja jika itu membuat hati Anda lega. Tidak ada siapa pun disini, anggap saja saya tidak ada," tutur Jayden dengan lembut. Agatha yang mendengar itu justru tidak membendung air matanya. Ia benar-benar sangat cengeng, baru kali ini ada orang yang mengerti dirinya. Dan mirisnya orang itu adalah seseorang yang cukup asing baginya. "Aku benci seperti ini, Jay. Kenapa Papa tidak pernah sekali saja mendengarkan aku? Aku tidak butuh uang, aku hanya ingin berkumpul dengan Papa. Apa sesusah itu, Jay?" Agatha menangis meraung, tak bisa lagi membendung tangis yang selama ini membuat hatinya terasa sangat sesak. Ia mungkin memiliki segalanya, tapi semua itu tidak membuatnya bahagia. "Papa Anda pasti sudah memikirkan segalanya dengan matang. Semua ini demi masa depan Anda kelak," tutur Jayden. Agatha mengerutkan dahinya, ia melirik Jayden yang duduk di belakangnya. Tiba-tiba wajah Agatha berubah bersungut-sungut kesal dan ia bangkit dari posisinya. "Ada apa, Nona?" tanya Jayden bingung saat melihat tatapan mata Agatha yang sangat tajam. "Kau sengaja, ya?" tuding Agatha sembari menunjuk batang hidung Jayden dengan jari telunjuknya. Jayden tentu kebingungan, sikap Agatha ini sangat random sekali. Tadi nangis-nangis, sekarang malah marah menuduh orang yang tidak-tidak. "Sengaja apa?" "Kau sengaja memancingku agar aku sedih 'kan? Dasar menyebalkan!" seru Agatha sambil mendorong bahu tegap Jayden, meksipun hal itu sia-sia. Jayden mengerutkan dahinya, ia tertawa kecil melihat tingkah Agatha ini. Lucu sekali, kenapa tiba-tiba marah? "Malah ketawa lagi, diamlah Jay!" teriak Agatha semakin kesal, ia paling tidak suka jika ada yang kasihan padanya ini. "Nona, kenapa harus teriak-teriak? Lihatlah, jendela itu terbuka. Para penjaga dibawah pasti berpikir saya telah melakukan sesuatu pada, Anda," tegur Jayden menggelengkan kepalanya. Agatha menipiskan bibirnya, diliriknya Jayden yang masih tertawa itu. Tiba-tiba saja ada ide jahil di kepalanya, wanita itu bangun dari posisinya lalu berdiri tepat di hadapan Jayden. "Nona?" Jayden terperanjat, bola matanya sontak terpaku pada tubuh indah Agatha yang hanya dibalut piyama tipis berwarna merah muda itu. Dengan belahan d**a yang begitu menggoda membuat jantung Jayden berdetak tak karuan. "Jay." Perlahan Agatha mendekat, membuat Jayden mundur. Ia terus mendekat hingga akhirnya tubuh Jayden terhempas ke ranjang. Agatha tersenyum tipis, ia merangkak dan tanpa ragu duduk di pangkuan pria itu. "Nona."Jayden rasanya ingin gila, kali ini tubuhnya mulai berkeringat dingin. Ayolah, dia juga pria normal! Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN