Bab 4. Rasa Nyaman

1406 Kata
Bagaimana Agatha tidak terkejut jika melihat rumah pengawal pribadinya yang sangat mewah sama seperti rumahnya sendiri. Jika memiliki rumah semegah ini, untuk apa Jayden harus bekerja di rumahnya? "Saya akan menjelaskan nanti, ayo masuk dulu. Orang tua saya sudah menunggu didalam," ajak Jayden dengan cekatan langsung turun dari mobil. Pria itu membukakan pintu untuk Agatha dan membantu wanita itu untuk turun. Wajah Agatha berubah kesal, merasa dibohongi disini. "Apa maksudmu sebenarnya? Ini bukan sekedar lelucon kau tahu?" sentaknya geram. "Saya mengerti, Nona. Saya berjanji akan menjelaskannya nanti, percayalah saya ingin membantu Anda saat ini. Ayo masuk." Jayden tidak membuang waktunya, ia langsung meraih tangan Agatha dan mengajaknya masuk ke dalam. Agatha sempat ingin memprotes, tapi ia ingin tahu juga apa yang sebenarnya Jayden rencanakan. Pria itu begitu misterius sekali selama bekerja dengannya. Ternyata Jayden menyimpan rahasia yang sangat mencengangkan. Mereka berdua masuk ke dalam rumah megah itu. Di sana ternyata sudah berkumpul 4 orang di ruang tengah. Tatapan mereka sontak langsung berpaku pada sosok Jayden yang datang bersama seorang wanita asing. Terutama sosok remaja wanita yang tengah duduk dengan gayanya yang sangat angkuh. "Kak Jay! Long time no see, aku merindukanmu!" Wanita muda itu langsung bangkit dari duduknya dan langsung memeluk Jayden tanpa rasa sungkan. Agatha kaget pastinya, tapi lagi-lagi ia hanya diam saja. Melirik ke arah wajah-wajah asing yang berada di tempat itu. "Alexa, aku sangat baik." Jayden melepaskan pelukan adiknya dengan cepat membuat wanita itu melengos. "Aku meminta kalian datang karena ingin mengatakan, kalau aku akan menikah," ucap Jayden tegas tanpa basa-basi. "Menikah?" Semua keluarga Jayden sangat terkejut pastinya. Terutama Nugraha–Papa Jayden yang langsung menatap putranya dengan sangat tajam. "Apa lagi ini? Apa belum puas hukuman dari Papamu, Jayden? Baru beberapa bulan saja kau tidak pulang ke rumah, sekalinya pulang membawa kabar yang menggelikan," celetuk Maya–Mama Jayden. "Papa bilang, ingin melihatku menjadi pria yang sesungguhnya bukan? Inilah yang sedang aku lakukan. Aku ingin menikahi dia ..." Jayden menarik lembut tangan Agatha agar berdiri di sampingnya. "Papa dan Mama mungkin belum mengenalnya, sekarang aku perkenalkan. Namanya Agatha, calon istriku." Agatha mengangkat wajahnya, perkataan Jayden sangat tegas sekali membuat hatinya seperti disirami air yang menyejukkan. Ia memandang mata pria itu, begitu teduh dan menenangkan. Apakah pria itu adalah malaikat yang dikirimkan oleh Tuhan setelah kehancurannya? Pikir Agatha. Nugraha menghela napas lelah. Anak pertamanya itu memang sangat susah sekali diatur. Semakin keras didikannya, semakin keras juga Jayden menantangnya. "Menikah itu bukan sekedar main-main, tapi untuk selamanya, Jay. Apakah kau sudah yakin dengan keputusanmu?" Nugraha bertanya dengan suara khasnya yang berat. "Aku juga tidak sedang bermain-main, Pa Aku ingin menikah," jawab Jayden tanpa keraguan sama sekali. "Tidak, tidak." Sebelum Nugraha angkat bicara, Alexa angkat bicara. Wajah wanita itu terlihat bersungut-sungut kesal. "Kak Jay tidak boleh menikah," tolaknya tanpa basa-basi, wajahnya merengut tidak suka namun Jayden tak peduli. "Kalau Papa dan Mama mau melihat pernikahanku, datanglah besok ke Gereja Katedral jam 8 pagi," kata Jayden. "Ih, kakak kok gitu sih? Aku kan bilang Kak Jay tidak boleh menikah. Apalagi dengan wanita ini? Memangnya siapa sih dia, Kak? Dari keluarga mana? Lihatlah, wajahnya sangat kumal sekali," cemooh Alexa. Agatha mengangkat alisnya, menilai sikap Alexa ini sangat aneh. Terkesan terlalu berlebihan malahan. Jika hanya karena Kakaknya akan menikah, tidak perlu seperti itu bukan? Tapi ia pun cukup kesal dengan hinaan gadis kecil itu. Apa Alexa tidak tahu siapa dirinya? "Namaku Agatha Pricilla Kingston. Mungkin kalian sudah sering mendengar nama Kingston CORPORATION bukan? Ayahku bekerja disana," kata Agatha sengaja menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya. Ia tentu tidak mau direndahkan begitu saja. "Kingston CORPORATION?" Nugraha langsung menegakkan tubuhnya. Pasti tidak asing dengan nama perusahaan raksasa itu. "Halah, palingan Ayahnya hanya bekerja sebagai pegawai biasa. Jangan terpengaruh, Pa. Wanita ini pasti hanya membual," celetuk Alexa masih tidak terima. Agatha terkekeh sinis, ia mengangkat dagunya dengan angkuh. "Apa aku perlu menelepon Papaku untuk datang kesini?" "Jangan, jangan." Nugraha segera mengangkat tangannya. Pria itu tahu betul urusannya akan panjang jika berhadapan dengan orang-orang besar seperti mereka. "Kalian ingin menikah besok? Kenapa terburu-buru?" Nugraha bertanya dengan serius. "Bukankah lebih cepat lebih baik, Pa?" Jayden langsung menyela dengan cepat, pria itu merasa senang dengan sikap Agatha yang sudah mulai percaya diri lagi. "Tidak, Papa hanya kaget saja. Kalau begitu, persiapkan saja segalanya. Papa dan Mama pasti datang, begitu juga dengan Axel dan Alexa. Kami pasti akan datang," tutur Nugraha. Maya terlihat ingin angkat bicara tapi Nugraha segera memberikan gestur untuk diam. Kedua adik Jayden pun hanya diam saja, jika Ayahnya sudah memutuskan seperti itu, artinya semua tidak bisa dibantah sama sekali. Agatha tersenyum tipis, cukup puas akan hasil flexing yang baru saja ia lakukan. "Baiklah, sepertinya semua sudah mengerti. Aku akan mengantar calon istriku pulang dulu," ucap Jayden sambil merengkuh pinggang kecil Agatha, seolah sengaja menunjukkan kepada semuanya tentang kemesraannya. * "Jadi?" Jayden mendesah pelan saat mendengar suara lembut yang ada disisinya. Dilihatnya Agatha yang tengah memasang wajah kesal dan sangat tidak enak dilihat sejak kepulangannya dari rumah utama. Wanita itu terus menagih penjelasan dari Jayden tentang jati dirinya yang sebenarnya. Akhirnya Jayden pun mengajak Agatha berhenti sejenak di taman. Pembicaraan ini harua dilakukan dengan ketenangan. "Sudah jam makan siang. Nona harus makan yang banyak, saya akan mencari makan dulu," ujar Jayden sembari bangkit dari duduknya. "Aku tidak butuh makan, kau tahu? Pembohong!" Suara Agatha mulai meninggi, pastinya sudah menahan kesal yang sudah berada di ubun-ubun, tapi Jayden terus saja menglur waktu. Jayden kembali menghela napas. "Kalau tidak mau makan, saya belikan es krim mau?" bujuk Jayden. "Kau pikir aku anak kecil?" Agatha mendengus kesal, bisa-bisanya membujuk dirinya dengan es krim. "Es krim kan bukan untuk anak kecil saja, Nona. Saya beli dulu, ya." Tanpa menunggu persetujuan dari Agatha, pria itu langsung bangkit dan membeli es krim yang dijual keliling oleh bapak-bapak. Es krim yang terbilang murahan untuk kaum seorang Agatha Pricilla yang makan diatas piring marmer. "Ini." Jayden mengulurkan satu es krim kepada Agatha. "Apa ini?" Agatha mengernyit, dari penampilannya saja sangat tidak meyakinkan. Mana mungkin dia mau? "Tenang saja, es krim ini tidak akan membuat Anda sakit perut kok. Cobalah sedikit saja," bujuk Jayden. "Enggak!" Agatha menolak dengan tegas. "Kau itu jangan suka mengalihkan pembicaraan. Cepat katakan, apa maksudmu berbohong tentang identitasmu segala? Aku curiga kau punya niat buruk pada keluargaku?" tuding Agatha. Jayden bukannya panik justru tersenyum tipis. Pria itu tetap tenang menikmati es krimnya membuat Agatha sangat jengkel. "Kalau saja punya niat buruk, saya tidak akan duduk disini menemani, Anda." "Ya biasa saja kau hanya berpura-pura." "Saya hanya berpura-pura tentang identitas asli saya, selebihnya adalah fakta yang pernah ada dalam angan," ucap Jayden memandang Agatha dengan lembut serta senyuman tulus. "Fakta yang mana lagi? Katakan dengan jelas," tukas Agatha masih kesal. "Tentang perasaan saya, itu bukan sebuah kebohongan, Nona. Saya benar-benar tulus ingin menjaga, Anda selamanya. Terimalah cintaku, Nona." Jayden memberanikan diri meraih tangan Agatha, menatap wanita itu sangat dalam. Agatha mengatupkan bibirnya, tiba-tiba saja merasa salah tingkah saat ditatap sedalam itu oleh Jayden. Padahal sebelumnya ia tidak pernah seperti ini, bahkan dengan Hendrik. Tapi pria yang disampingnya ini nyatanya mampu membuat jantungnya berdegup sangat kencang. "Berikan aku eskrim-nya, Jay." Agatha menarik tangannya dari genggaman Jayden. Tidak ingin larut dalam perasaan yang tercipta. "Kau ini bagaimana, makan tidak ingat denganku ya? Dasar!" Karena salah tingkah dan gugup, Agatha langsung merampas es krim dari tangan Jayden. Wanita itu berpura-pura memakannya. Jayden tersenyum menutupi perasaannya, ia tahu saat ini Agatha pasti butuh waktu. Apalagi yang dialami Agatha meninggalkan trauma yang mendalam. "Akhhhhhhh!" Agatha tiba-tiba berteriak keras membuat Jayden kaget. "Kenapa, Nona? Anda baik-baik saja 'kan?" Jayden buru-buru mengecek keadaan wanita itu, takut terjadi sesuatu atau apa. Agatha menggeleng cepat-cepat. "Ehmmm, ternyata eskrim-nya enak, Jay!" serunya dengan senyuman manis. "Astaga!" Jayden menghela napas lega. "Saya pikir Anda kenapa-kenapa, Nona. Kenapa harus berteriak?" Agatha tersenyum simpul, ia kembali menikmati es krim yang dipegangnya. Rasanya memang sangat enak, padahal hanya es krim biasa. Namun, saat ia sedang menikmati es krim, ia justru teralihkan dengan tatapan Jayden yang begitu lembut padanya. "Es krim ini tidak berbahaya 'kan?" Agatha berpura-pura bertanya, sungguh tatapan Jayden membuat jantungnya tidak aman. "Tentu." Jayden mengangguk singkat. "Saya pastikan Anda dan si kecil baik-baik saja," sambungnya sembari mengelus lembut perut Agatha yang masih rata. Agatha tersentak, bulu kuduknya seperti merinding saat merasakan sentuhan itu. Sentuhan yang sangat lembut dan membuat hatinya tiba-tiba terasa sangat dingin sekali. Sejuk dan begitu tenang, ditambah tatapan yang sangat dalam itu, membuat Agatha rasanya ingin sekali menangis. "Jay," panggil Agatha. "Ya, Nona?" "Aku setuju menikah denganmu." Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN