Happy Reading. Rafka tersentak bangun, kepalanya berdenyut seperti palu godam yang membentur tulang tengkoraknya. Bau anyir darah memenuhi hidungnya. Ia terbaring di tanah yang dingin. Ingatan terakhirnya: pukulan brutal, mobil-mobil hitam yang mengelilingi, beberapa orang yang menghajar, dan Maureen yang diseret masuk ke dalam mobilnya secara paksa. “Pak Rafka!” Suara Ivan memecah keheningan, panik dan cemas bercampur dalam nada suaranya. Ia berlutut di samping Rafka, wajahnya pucat pasi. Di belakangnya, Pak Wijaya berdiri tegak, wajahnya tegang, mengamati luka di pelipis Rafka yang terlihat sobek. “Maureen,” Rafka menggeram, suaranya serak dan berat. Kata itu keluar dari mulutnya seperti batu bara yang terbakar, melambangkan api amarah yang berkobar di dalam dirinya. Rasa kesal juga s