Akash mengangakat tubuh Puja dalam gendongannya. Lalu ia berlari cepat dengan membawa tubuh Puja menuju mobilnya. Ia tidak memedulikan lagi tatapan orang-orang di sekitarnya, saat dia membawa tubuh Puja dalam gendongannya. Semua orang malah seakan memberikan jalan untuk Akash yang sedang dalam keadaan darurat.
Dito dan Rena pun tampak mengikuti Akash keluar dari restoran. Mereka panik melihat Puja yang tiba-tiba wajahnya pucat, napasnya tersengal, lalu pingsan mendadak. Entah kenapa Puja bisa seperti itu, mereka tidak tahu. Mereka hanya berpikir apa Puja salah makan? Padahal Puja baru makan sedikit saja, itu pun dia baru memakan kue yang dijejalkan oleh Akash padanya.
“Dit, bukakan pintu mobil, kunci mobil ada di saku celanaku, tolong ambilkan!” perintah Akash pada Dito.
Dito pun segera melakukan apa yang Akash perintahkan. Lalu setelah pintu mobil terbuka, Akash menaruh tubuh Puja ke dalam mobil.
“Ren, maaf ya aku antar dia ke rumah sakit dulu. Kalian dengan yang lainnya nikmati saja makan malamnya. Maaf banget aku tidak bisa menemani kalian,” pamit Akash.
“Iya, tidak masalah. Nyawa Puja lebih utama, kita gak tahu kenapa dia sampai begitu. Sudah cepat bawa dia ke rumah sakit!” perintah Rena.
Akash mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi untuk menuju ke rumah sakit yang tidak jauh dari Restoran. Sesekali Akash menyentuh bagian leher Puja, memastikan masih ada denyut nadinya atau tidak. Akash pun sebetulnya panik melihat Puja seperti itu. Mereka akhirnya sampai di depan rumah sakit. Beruntung hanya beberapa menit saja jaraknya dari restoran di mana tadi dirinya sedang makan malam bersama karyawannya.
Akash langsung memarkirkan mobilnya di depan IGD, lalu dia turun dan memanggil para petugas medis yang berjaga di IGD malam ini.
“Tolong teman saya, Sus!” ucap Akash panik.
“Ini kenapa, Pak?” tanya Suster.
“Saya tidak tahu, Sus. Dia tiba-tiba sesak napas, lalu pingsan,” jawab Akash.
Seorang Suster langsung membawa brankar, lalu Akash mengangkat tubuh Puja, dan menaruhnya di atas brankar. Para suster dengan sigap langsung mendorong brankar dan membawa masuk ke ruang IGD untuk di periksa.
“Bapak tunggu di depan, ya?” ucap salah satu suster. Akash hanya menganggukkan kepalanya saja dengan perasaan panik dan takut.
Tak lama kemudian, seorang Dokter jaga keluar dari ruangan tersebut dan menghampiri Akash yang masih berdiri di depan ruangan IGD.
“Bagaimana keadaan teman saya, Dok?” tanya Akash.
“Pasien mengalami alergi akut. Beruntung pasien cepat dilarikan ke rumah sakit, kalau terlambat sedikit saja, mungkin saja nyawanya tidak akan tertolong,” jawab Dokter yang membuat Akash berpikir, alergi apa Puja, sampai dia sepeti itu. Akash juga berpikir Puja habis makan apa, karena sejak sampai di restoran Puja langsung makan makanan yang ada di sana, dan Akash tidak tahu makanan apa yang bisa memicu alerginya kambuh.
“Apa sebelumnya pasien memakan sesuatu yang mungkin bisa memicu alerginya kambuh?” tanya Dokter.
“Tadi kami memang sedang berada di restoran. Teman saya sudah makan makanan yang ada di sana, tapi saya tidak tahu makanan apa yang memicu alerginya kambuh, Dok,” jawab Akash.
“Baik, kalau begitu sebaiknya pasien dirawat di sini untuk observasi lebih lanjut. Agar kami bisa memantau perkembangannya, dan tahu apa penyebab alerginya kambuh, karena pasien belum sadarkan diri,” ucap Dokter.
“Baik, Dok. Lakukan yang terbaik untuk teman saya,” ucap Akash.
Setelah memutuskan untuk rawat inap, Akash segera mengurus administrasi rawat inap Puja. Akash juga memberikan kabar pada Rena dan Dito soal keadaan Puja. Supaya mereka tidak khawatir dengan Puja. Apalagi Rena sedang hamil, tidak boleh panik dan khawatir sampai kelewatan. Takutnya tekanan darahnya malah tidak stabil.
Puja sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Di ruangan VVIP itu Puja dirawat. Akash memang sengaja memilih kamar VVIP, karena supaya Puja nyaman, dan dirinya yang menemani Puja pun nyaman. Tidak mungkin dirinya memesan kamar kelas biasa, nanti yang ada bising dengan pasien sebelah.
Seperti itu Akash, dia seorang yang perfeksionis dalam segala hal. Meski dia tegas, dingin, pemarah, arogan, dan masih banyak lagi hal yang tidak baik pada dirinya, akan tetapi Akash bukan tipe bos yang pelit pada karyawannya. Ia selalu royal pada semua karyawannya, yang membuat karyawannya segan terhadapnya.
“Ibu ...,” panggil Puja yang sudah mulai sadarkan diri. Ia membuka matanya perlahan, mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya di dalam ruangan yang dia tidak tahu sekarang dirinya ada di mana.
“Aku di mana ini?” tanya Puja lirih. Puja langsung bangun dari tidurnya, dan dia duduk di atas tempat tidurnya.
“Eh sudah bangun, sudah selesai bercengkrama dengan malaikat maut, Nona?” ucap Akash yang membuat Puja seketika menoleh ke arah suara laki-laki itu yang tak lain adalah Akash, bosnya yang galak dan menyebalkan.
“Pak Akash? Kok Pak Akash di sini? Ini aku di mana, Pak?” tanya Puja.
“Di dunia lain!” jawab Akash.
“Saya tidak bercanda, Pak. Apa saya di rumah sakit? Saya kenapa?” tanya Puja dengan lemah.
“Lagian ada infus di tangan kamu, jelas lah ini di rumah sakit, bukan di alam gaib. Kamu itu lupa apa gimana? Kamu habis mati suri lima jam yang lalu!” jawab Akash.
“Yang benar, Pak? Masa sampai lima jam?”
“Ya, lima jam saya jamuran nunggu kamu sadar! Apa kamu lupa, Puja?” jawab Akash lalu dia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke tempat tidur Puja.
Puja mencoba mengingat semuanya. Apa yang terjadi pada dirinya sampai dirinya sekarang berada di rumah sakit, di dalam kamar perawatan yang mewah ini. Dia hanya ingat, tadi dia habis menjejalkan makanan di mulut Akash, karena dia membalas Akash yang menjejalkan kue cokelat lumer ke mulutnya sampai dia terpaksa menelannya. Padahal Puja punya riwayat alergi pada cokelat. Apa pun bentuk makanannya kalau ada bahan cokelatnya di dalam sana, tidak bisa Puja makan sedikit pun, karena akan berakibat fatal pada tubuhnya.
Puja juga ingat saat sebelum tadi Akash membawanya ke rumah Sakit, Akash berkata apa saja terhadap Puja. Meski dalam keadaan panik, Akash bisa-bisanya masih mengumpat pada Puja, yang seketika membuat Puja kesal, dan langsung menatap tajam Akash.
Meski begitu, Puja sadar yang menolongnya sekarang adalah Akash. Meski galak, ucapannya tak tertata dan menyakitkan hati, tetap saja Puja harus berterima kasih pada Akash yang sudah menolong dirinya, sampai nyawanya selamat. Kalau tidak, mungkin dirinya tinggal nama saja.
“Terima kasih, Pak. Sudah menolong saya. Mungkin kalau Pak Akash tidak langsung membawa saya ke rumah sakit, saya hanya tinggal nama saja,” ucap Puja dengan menunduk.
“Oh jadi sekarang kamu sudah ingat? Saya tidak mau hanya kata terima kasih saja. Semua harus impas, ada timbal baliknya. Enak saja Cuma kata terima kasih, gak tahu cepek dan beratnya gendong tubuhmu itu, terus bawa kamu ke sini, masa hanya terima kasih saja? Gak cocok dong!”
“Ih pamrih amat jadi orang! Baru nolong gitu?” cebik Puja. “Kalau bukan terima kasih, memang saya harus apa, Pak?”
“Ya setidaknya kamu tahulah, timbal baliknya apa? Kamu lihat sendiri sudah satu minggu ini saya tidak bawa perempuan-perempuan itu ke kantor, dan sekarang aku dan kamu di ruangan ini berdua saja, kamu tahu dong harusnya kamu kasih apa ke saya? Tidak terima kasih saja?” ucap Akash dengan senyum yang menyeramkan, apalagi Akash makin mendekatkan wajahnya ke wajah Puja.
“Jangan macam-macam, Pak!” ucap Puja dengan takut, karena wajah Akash makin mengikis jarak.
“Stop, apa saya teriak!”
“Silakan teriak saja. Toh suster dan dokter tahunya kita sepasang suami-istri?” ucap Akash.
“Bos gila, bos m***m!” umpat Puja di depan wajah Akash.
“Aku tidak peduli kamu mau berkata apa? Aku mau tebus semua dengan ....”
Akash mengangkat dagu Puja, lalu menatap wajah Puja yang masih pucat dengan tatapan dalam. Puja makin pucat wajahnya. Tangannya kuat mencengkeram bantal, karena takut Akash akan macam-macam terhadapnya.
“Pak Akash, jangan lakukan yang macam-macam,” ucap Puja dengan menjauhkan tubuh Akash, tapi kekuatannya tidak sebanding dengan kekuatan Akash yang terus mendekati Puja, mengikis wajah Puja. Hingga Puja merasakan hangatnya napas Akash yang lembut menyapu wajahnya, dan aroma bolu pandan juga cokelat yang Puja rasakan dari napas Akash.
Puja yang pasrah akhirnya dia hanya bisa memejamkan kedua matanya, saat Akash terus mengikis jarak di wajahnya. Namun, seketika matanya Puja terbuka, karena dia tidak merasakan apa pun, tidak merasakan Akash melakukan apa pun di wajahnya. Akash tersenyum miring saat Puja membuka matanya, dan Puja langsung menutup wajahnya dengan kedua tangannya, karena dia malu pada Akash, yang sudah pasrah dengan apa yang akan Akash lakukan.
“Cie ... yang pengin dicium aku, pasrah sekali sampai merem begitu?” sindir Akash.
“Ih siapa yang ingin dicium?” kilah Puja.
“Kamu lah, siapa lagi? Lagian gak level saya cium-cium kamu!”
“Dih, yang mau dicium bapak juga siapa? Sayang dong, bibir saya masih perawan, belum kesentuh siapa pun, sedangkan bapak, bibirnya sudah ke sana kemari diobral sama w*************a. Ih menjijikan!”
“Halah, kalau sudah kena tadi paling kamu minta lagi?”
“Ih amit-amit!”
“Bilang saja ingin dicium saya, kan? Kalau ingin saya kabulkan sekarang,” ucap Akash.
“Idih amit-amit kalau sampai dicium bapak!”
Puja mendengkus kesal, sambil merutuki dirinya sendiri. Kenapa sampai sepasrah itu tadi. Puja kira Akash tadi akan menciumnya, ternyata malah tidak. Malu sekali rasanya.
“Kamu gak ada keluarga di sini?” tanya Akash.
“Enggak, Pak. Keluarga saya di kampung halamannya semua,” jawab Puja.
“Kamu sendirian di sini? Lalu yang jagain kamu di sini siapa nanti? Gak mungkin saya dong? Nanti ada rumor gak baik, berita gosip CEO tidur dengan Sekretarisnya?” ucap Akash.
“Ih lagian siapa yang mau ditungguin bapak di sini? Sana pulang saja, saya bisa sendiri!”
“Oke, saya pulang!” jawab Akash sambil beranjak dari tempat duduknya lalu mendekati pintu untuk keluar dari kamar rawat Puja.
Puja menoleh ke setiap sudut kamar rawatnya itu. Dia geleng-geleng kepala melihat fasilitas ruangannya, sudah pasti ini kelas yang paling bagus.
“Ini aku yang harus bayar? Gila nih orang, naruh karyawan yang gajinya gak seberapa di kamar rawat inap yang mewah seperti ini? Bisa-bisa gajiku habis buat bayar kamar ini semalam? Gak beres nih orang! Emang dasar bos gila tuh!” umpat Puja lirih, tapi masih bisa didengar oleh Akash yang akan keluar dari ruangan Puja. Akash hanya mengulas senyum saja mendengar itu.