Together We Fight

1052 Kata
Austin mengernyitkan keningnya ketika melihat Dae Jung maju dan melindungi dirinya. Saat itu dia hampir terkena pemukul baseball jika Dae Jung tidak membantunya Semua orang bersorak seolah mereka mendapat mangsa baru buat taruan. “Get off!” teriak Austin yang meminta Dae Jung keluar dari pertarungan. “Minggir sebelum kau terlibat dalam pertarungan ini lebih jauh.” Teriak Austin. Dae Jung tampak cuek dan tenang. “Shut up! Urusi saja yang ada di depanmu, aku akan mengurus yang dibelakang.” Tukas Dae Jung. Austin masih belum bisa lepas dari kungkungan bos preman yang kini tengah menahan lengannya. Lelaki itu tampak memikirkan strategi untuk keluar dari semua ini. Duakh! Dae Jung kembali mengarahkan pukulannya. Badannya yang tinggi dan cukup berisi membuatnya sering diremehkan lawan. Mereka tidak tahu meskipun Dae Jung memiliki pipi yang chubby, gerakan menghindarnya patut diacungi jempol. Sudah dua kali pukulan mengarah ke arahnya namun anak itu berhasil menghindar dengan baik. “Kau memang keras kepala,” maki Austin. Bukannya tersinggung anak itu justru tersenyum. “Kau baru tahu, huh?” Tukasnya dengan tatapan dingin. Austin mengepalkan tangannya, anak itu berhasil lolos dari cengkeraman sang bos preman. Genggamannya menguat dan dengan sekuat tenaga Austin mengarahkan bogem mentahnya ke arah perut sang boslalu dengan gerakan memutar Austin menutup serangannya dengan tendangan yang cukup mematikan. Duakh! Sekali lagi Dae Jung berhasil menguasai pertandingan. Dia sudah tidak peduli lagi. Yang dia harapkan sekarang adalah orang tuanya tidak tahu apa yang dia lakukan saat ini. Dae Jung tidak bermaksud ikut dalam perkelahian tapi melihat keadaan sekitar, orang-orang tidak akan membantu Austin. Justru mereka akan senang jika Austin kalah. Bagaimana jika bukan kalah, tapi nyawa Austin juga taruhannya. Dae Jung tidak tahu apa yang membuatnya ikut dalam pertarungan tapi sebagai manusia yang berbudi luhur bukankah sudah seharusnya Dae Jung membantu sesama. “b******k! Kenapa anak baru itu harus ikut campur. Aku bisa kehilangan uangku!” “Ternyata anak baru itu hebat juga!” Dae Jung bisa mendengarnya. Seluruh makian sekaligus pujian yang dilontarkan padanya. Dia tidak peduli dengan semua itu. Pertarungan satu lawan satu kini di depan mata. Dae Jung memicingkan matanya ketika lawannya kini mengambil pisau yang ada di balik bajunya. Dae Jung harus lebih teliti lagi. Salah gerakan sedikit saja dia bisa tergores pisau yang preman itu bawa. “Be carefull!” ucap Austin. Pertarungannya belum selesai jadi dia gak bisa membantu Dae Jung bertarung. Keduanya sibuk menghadapi musuh di hadapannya. Mata Dae Jung tampak waspada. “Don’t worry about me,” tukas Dae Jung menjawab ucapan Austin. Dae Jung fokus menghindar namun keadaannya semakin terdesak. Anak itu tampak sedikit kewalahan. Dia berpikir sebelum menghindar. Dia saat pikirannya tengah sibuk menganalisis gerakan lawan. Dae Jung tak sadar jika sang lawan mengubah gerakannya. Pisau itu kini mengarah ke arah lengan Dae Jung. Terlambat sedikit saja pasti akan mengenai lengan Dae Jung. Dang! Austin melemparkan pemukul baseball ke arah lawan Dae Jung. Pemukul itu tepat mengenai punggungnya dan membuat dia terjerembab. “Kamu baik-baik saja?” Tatap Austin dengan padangan yang tetap dingin. Dae Jung mengangguk Jika mereka pikir pertarungan mereka sudah berakhir maka salah besar. Belum sempat mereka mengambil napas, segerombolan preman yang lain muncul dan bersiap menyerang mereka. “Sial!” Austin mengumpat sambil berdiri. Anak itu tampak tidak yakin jika dirinya dapat mengalahkan preman-preman di hadapannya. Dae Jung tampak belum bisa membaca keadaan. Lelaki itu masih menarik napas usai pertempuran. Para penonton tampak lebih antusias ketika para preman mulai mendekati mereka. “Wake Up!” Teriak Austin dengan nada panik. Dae Jung mengerutkan wajahnya dan memandang Austin dengan pandangan tak mengerti. “Bangun bodoh, kenapa kau masih duduk di situ!” Perintah Austin. Bukannya bangun Dae Jung justru menarik napasnya. “Biarkan aku bernapas dulu. Energiku habis untuk bertarung menolongmu,” tukas Dae Jung. “Kau memang benar-benar bodoh,” sekali lagi Austin mengumpat. Kali ini dia berjalan ke arah Dae Jung dengan tepat dan menarik tangannya hingga lelaki itu bangkit dari tempat duduknya. Lalu dengan gerakan cepat Austin menarik tangan Dae Jung dan membawanya berlari. “Hei! Kau mau membawaku kemana,” teriak Dae Jung dengan tubuh tak siap. Lelaki itu terseok-seok mengikuti langkah Austin. Dae Jung berlari di belakang Austin tanpa tahu alasan kenapa dia harus berlari. “Jangan banyak bicara bodoh!” teriak Austin. Keduanya berlari sejauh mungkin. Mereka tak peduli dengan gerombolan para murid yang tengah menyorakinya. Para pendukung Austin pasti kalah taruhan karena di mata mereka Austin sekarang mungkin seperti seorang pengecut yang lari dari kenyataan. Austin menyeret Dae Jung memasuki lorong-lorong perumahan yang padat. Anak itu mencoba berpikir. Mungkin terlihat seperti pengecut tapi Austin mencoba mengambil tindakan cerdas kali ini. Pasalnya dia tidak mungkin membiarkan anak ini terlibat semakin jauh dalam masalahnya. Setelah merasa berlari cukup jauh Austin membawa Dae Jung dan melepaskan tangannya. Mereka berdua tampak terengah-engah. “What’s wrong with you!”  teriak Dae Jung dengan kesal. Dia memang sempat menoleh dan melihat para preman mengejarnya namun Austin berhasil mencari jalan aman hingga mereka bisa lolos dari para preman. “Kamu ada masalah apa sama mereka?” Tanya Dae Jung setelah menarik napas panjang. Austin tampak tak acuh. Lelaki itu berjalan meninggalkan Dae Jung begitu saja. “Dasar tak tahu terima kasih,” teriak Dae Jung . Austin mendengarnya namun dia tidak akan memberitahu Dae Jung tentang dirinya. Dae Jung membiarkan anak itu menghilang di ujung gang. Sementara itu Dae Jung merasa bodoh setelah Austin menghilang, “Hah? Aku di mana?” Gumamnya dengan pandangan tak percaya. Dae Jung baru sadar bahwa dia tidak tahu sedang berada di mana sementara Austin sudah menghilang dari tadi. “Austin!” Teriak Dae Jung putus asa. Dia berlari dengan terburu-buru ke arah Austin menghilang. Anak itu berharap Austin tidak meninggalkannya meski terdengar mustahil. “Austin, jangan tinggalin aku woi!” Teriak Dae Jung putus asa. Dae Jung tak bisa menemukan Austin di manapun. Dae Jung benar-benar tersesat sekarang. Dia tak tahu bagaimana caranya kembali ke sekolah. Dia juga meninggalkan dompet dan handphonenya di kelas. Kelar sudah hidup Dae Jung sekarang. “Asutin—“ “TIdak usah berteriak aku dengar.” Hampir saja Dae Jung jantungan ketika mendengar suara Austin di belakangnya. Anak itu tampak menyandarkan tubuhnya di dinding dan menatap Dae Jung dnegan tatapan mengejek. “Tersesat, huh?” tukas Austin dnegan wajah tak enak. Sial, Dae Jung ingin mengumpat tapi dia menahannya. Austin memang benar-benar menyebalkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN