Terminal Bus dan Hujan

1009 Kata
Hyunsu berjalan tanpa arah, tak ada tempat tujuan, yang dia pikirkan adalah pergi dari rumahnya sejauh mungkin. Dia menggendong backpacknya tanpa arah. Langit mendung dan hujan sudah turun sejak Hyunsu keluar dari rumah. Rasa sakit terasa di dadanya. Hyunsu ingin mengabaikan perkataan Bora namun semakin dia mencoba semakin ucapannya berputar di kepalanya. Hyunsu membiarkan air hujan membasahi dirinya, dia tak peduli jika terkena flu atau sakit. “Hyunsu, kau benar Hyunsu kan?” Hyunsu hampir saja ingin berbalik dan pergi dari sana ketika melihat sosok Bibi Jung yang sedang membawa payung dan sebuah kantong plastik berwarna hitam yang berjalan ke arahnya. Hyunsu ingin berlari, tapi dia tidak ingin menyakiti Bibi Jung, jadi dia memilih untuk menyusun alasan agar Bibi Jung tidak curiga. “Anyeonghaseo Bibi Jung,” sapa Hyunsu di tengah Hujan. Bibi Jung berjalan dengan cepat ke arah Hyunsu dan memayunginya dengan payung yang dia bawa. Wajahnya terlihat khawatir karena Hyunsu sudah basah kuyup. “Apa yang kau lakukan di tengah hujan seperti ini. Kenapa kau tidak memakai payung. Kau bisa terserang flu, Hyunsu. Aigoo,  kau ini benar-benar,” rentetan kalimat terucap dari bibir Bibi Jung. Bibi Jung memandangnya dengan tatapan penuh kasih sayang. Setiap kali berada di dekat Bibi Jung, Hyunsu merasakan kehangatan seorang keluarga, sebuah kasih sayang yang tidak dia dapatkan dari keluarganya sendiri.  “Aku mau pergi ke rumah teman, Bi. Tidak apa-apa kehujanan, aku bawa baju ganti kok,” ujar Hyunsu mencoba meyakinkan Bibi Jung bahwa dia baik-baik saja. “Baik-baik apanya, lihatlah tubuhmu gemetar seperti ini, kau juga pucat, kau mau apa ke rumah temanmu malam-malam seperti ini?” tanya Bibi Jung dengan wajah setenang mungkin. Melihat Hyunsu menggendong backpack dengan ukuran besar, Bibi Jung bisa membaca bahwa Hyunsu pasti bukan hanya akan pergi ke rumah temannya sekadar mengerjakan PR atau mengunjunginya. Bibi Jung tahu, pasti sesuatu terjadi pada Hyunsu. Hyunsu tak berani menatap Bibi Jung. Mereka berdua berada di bawah payung yang sama sekarang. Payung Bibi Jung cukup besar, mungkin muat untuk tiga orang. “Aku harus mengerjakan tugas, Bibi,” gumam Hyunsu beralasan. Mata Hyunsu tak bisa berbohong, ketika dia berbohong, dia akan sering berkedip tanpa alasan. “Rumah temanmu jauh? Jika tidak ayo ke rumahku dulu, ganti bajumu baru kau bisa pergi ke rumah temanmu, nanti biar aku panggilkan taksi,” tawar Bibi Jung. Hyunsu menggeleng. “Aku bisa per---“ “Hyunsu, kau tidak boleh membantah permintaan orang tua, ayo ikut aku sekarang,” Bibi Jung menggandeng lengan Hyunsu. Dia ingin menolak tapi tidak bisa karena Bibi Jung pasti akan memarahinya. Jadi Hyunsu memilih menurut dan mengikuti langkah Bibi Jung ke rumahnya. *** “Aigoo, kau pasti kedinginan,” gumam Bibi Jung sambil memberikan handuk pada Hyunsu, “Kau membawa baju kan?” Tanya Bibi Jung. Hyunsu mengangguk pelan. Dia menggigit bibirnya, semoga saja Bibi Jung tidak curiga padanya. “Cepatlah ganti pakaian nanti kamu bisa terkena flu. Kau pasti lapar kan Hyunsu, biar aku buatkan Kimchi Jeon untukmu,” pesan Bibi Jung. “Ahjunma, kau tidak perlu membuatkanku makanan, aku akan segera pergi,” gumam Hyunsu. Ahjumma  adalah panggilan wanita paruh baya di Korea atau bisa diartikan sebagai bibi. Hyunsu menatap Bibi Jung dengan lembut, dia tidak ingin merepotkan Bibi Jung. Kruk! Niat hati ingin menolak tawaran Bibi Jung tapi perutnya berkata lain. Wajah Hyunsu berubah menjadi merah padam karena perutnya berbunyi setelah dia menolak tawaran makanan dari Bibi Jung. Sejak siang Hyunsu belum makan, rasa lapar kini terasa meronta-ronta di perutnya. “Aigo, perutmu tidak bisa berbohong, Hyunsu. Cepat ganti bajumu,” ujar Bibi Jung mendorong tubuh Hyunsu untuk segera ganti baju. Bibi Jung mengeluarkan Kimchi yang masih segar di dalam kulkas. Kimchi Jeon adalah makanan yang terbuat dari Kimchi dan juga tepung terigu, cara membuatnya persis seperti membuat panchake. Kau hanya harus memotong Kimchi mencampurkannya dengan tepung terigu dan tambahkan sedikit air lalu masukkan beberapa bumbu sesuai selera dan goreng dengan minyak sedikit di atas teflon. Hyunsu keluar dari kamar mandi dan disambut dengan aroma wangi masakan Bibi Jung. “Duduklah, aku sudah selesai memasak,” gumam Bibi Jung menyuruh Hyunsu untuk duduk. Anak itu berniat untuk membantu tapi Bibi Jung tidak memperbolehkannya. Bibi Jung meletakkan Kimchi Jeon setelah memotong menjadi empat bagian ke atas piring.  “Biar aku bantu, Bi,” gumam Hyunsu sambil mengambil piring yang berisi Kimchi Jeon dan meletakkannya di atas meja. “Kau ini benar-benar keras kepala,” gumam Bibi Jung menggelengkan kepala. Hyunsu menyunggingkan senyumnya. Di mata Bibi Jung, Hyunsu adalah sosok anak yang baik, dia juga tahu bagaimana Park Bora memperlakukan Hyunsu dengan tidak baik. Dia selalu membandingkan anak ini dengan Hyunjin. Setiap kali bertatapan dengan mata Hyunsu, Bibi Jung seolah paham apa yang dirasakan oleh Hyunsu. Setelah memastikan bahwa kompor yang berada di dapur sudah mati, mereka berdua duduk di depan meja makan. “Terima kasih makanannya,” gumam Hyunsu pada bibi Jung. Perempuan itu tersenyum, “Makan yang banyak, Hyunsu,” ucapnya sambil menambahkan daging di atas Kimchi Jeon milik Hyunsu. Hyunsu mengangguk. Dia memakan Kimchi Jeon miliknya dengan lahap. “Kimchi Jeon buatan bibi memang yang terbaik,” Hyunsu mengacungkan jempolnya ke arah Bibi Jung. Bibi Jung tersenyum senang,” Syukurkah kalau kau menyukainya,” gumamnya sambil tersenyum. Hyunsu makan dengan lahap, “Wah masakan bibi memang yang paling enak,” puji Hyunsu kesekian kalinya. Lelaki itu mencoba untuk tersenyum. “Hyunsu,” gumam Bibi Jung. Wanita itu terlihat ragu untuk bicara, Hyunsu menatap bibi Jung dengan pandangan takut, sepertinya wanita itu tahu apa yang terjadi padanya, “Menginaplah di sini, jika kau akan pergi aku tidak akan menghalangimu, tapi jangan pergi sekarang. Di luar sedang hujan deras,” gumam Bibi Jung. Hyunsu menunduk, matanya berkca-kaca, entah kenapa dia tiba-tiba merasa sedih. Tanpa dia sadari air mata jatuh dari sudut matanya dan dia terisak. Bibi Jung mendekati Hyunsu dan memberikan pelukan hangat padanya, “Tidak apa-apa, menangislah, semuanya akan baik-baik saja.” Gumam Bibi Jung sambil mengelus pundak Hyunsu dengan lembut. Anak itu menangis dalam pelukannya. Hyunsu tidak tahu kenapa dia bisa menangis yang jelas dadanya terasa sesak. Dia rindu dipeluk seperti ini oleh keluarganya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN