Apakah Ini Takdir?

1277 Kata
Jam dinding menunjukkan jika sekarang adalah waktunya untuk para karyawan istirahat dan makan siang. Entah kenapa hari ini Nara begitu menginginkan Nasi Padang sebagai makan siangnya. Lantas, wanita itu pun mengajak Sita untuk ke Rumah Makan Padang untuk makan siang mereka. “Enggak, Ra. Hari ini aku diet. Jadi aku akan makan bekal yang sudah aku siapkan dari rumah,” sahut Sita sembari mengangkat kotak bekal berisi salad sayur. “Lagi?” tanya Nara sedikit melongo, “Bukannya kamu bilang kemarin adalah hari terakhir kamu diet, Ta. Kata kamu angka timbangan kamu juga sudah berkurang satu, ‘kan?” Nara menambahkan. Menghela napas pelan, Sita kemudian menjawab, “Aku bohong, Ra,” cicitnya dengan wajah cemberut dan masam. “Ck ck ck ...,” Nara berdecak sembari menggelengkan kepala pelan, “Ya sudah kalau begitu. Biar aku sendiri saja yang makan Nasi Padang,” tambahnya. Nara pun berpamitan kepada Sita. Tidak ingin membuang banyak waktu untuk jam makan siang yang tidak terlalu panjang. Juga karena Nara merasa sangat kelaparan sebab tidak sarapan tadi pagi. Nara berjalan menyusuri koridor yang ramai, di sana ia berpapasan kembali dengan Damar. “Siang, Pak Damar,” sapa Nara sedikit canggung. “Ya, siang ....” Damar menyahut singkat. Padahal dalam lubuk hatinya ia begitu berdebar ketika Nara menyapa. Keduanya pun berjalan beriringan. Memasuki lift yang sama dan menuju ke lantai yang sama. Yaitu lantai dasar. Tidak ada banyak orang yang berada di dalam lift ini, hanya beberapa orang saja termasuk Nara dan juga Damar. Hingga beberapa saat kemudian, mereka telah tiba di lantai tujuan. Baik Nara ataupun Damar, keduanya hanya saling bersapa melalui sebuah anggukan disertai senyuman yang bertengger di bibir mereka. Dan berpisah setelah mereka keluar dari gedung itu. *** Ketidakberuntungan bagi Nara karena Rumah Makan Padang yang ia datangi ternyata tutup. Padahal Nara sudah membela-bela kan diri berjalan kaki kemari. Dengan raut wajah kecewa dan sedikit masam, Nara meraih benda pipih yang ia simpan di dalam saku celana. Menggulir layar benda pipih tersebut untuk membuka sebuah aplikasi transportasi online. Nara akan mendatangi Rumah Makan Padang di tempat yang lain. Bagaimanapun, Nara harus mewujudkan keinginannya untuk makan Nasi Padang. Setelah memesan ojek online, Nara hanya perlu menunggu beberapa saat hingga sang driver datang menghampiri dirinya. “Dengan Mbak Genara?” tanya abang driver berjaket hijau. Nara pun mengangguk, kemudian menjawab, “Benar, Mas,” sahutnya. Menerima helm yang diberikan oleh abang driver. Usai memasang helm di kepalanya. Nara pun segera naik ke atas motor abang driver. “Mas, tolong cepat sedikit ya. Ngebut juga nggak apa-apa. Soalnya saya lapar banget,” cicit Nara tanpa rasa malu lagi. “Baik, Mbak. Kita berangkat sekarang ya,” sahut abang driver kemudian melajukan motornya. Sesuai permintaan Nara agar abang driver untuk mengebut, kendaraan roda dua itu pun melesat laju menuju Rumah Makan Padang yang letaknya tidak terlalu jauh dari titik jemput. Hingga beberapa jarak telah ditempuh. Mereka akhirnya tiba di tempat tujuan. Membayar ongkos kepada abang driver. Nara berjalan masuk ke Rumah Makan sembari membetulkan rambutnya yang sedikit berantakan akibat mengenakan helm. Begitu Nara memasuki Rumah Makan Padang tersebut, ia langsung melakukan pemesanan. Usai memesan, Nara segera mencari-cari tempat duduk yang kosong sebab pengunjung Rumah Makan ini sangat ramai. Kedua mata Nara terus berkeliling, menyapu seluruh penjuru rumah makan yang terbilang luas ini. Hingga netra miliknya menangkap sosok yang tidak begitu asing, Nara menemukan keberadaan Damar yang tengah duduk menunggu pesanannya. Entah sebuah takdir atau apa namanya, yang jelas hari ini Nara dipertemukan secara tidak sengaja sebanyak tiga kali dengan Damar. Meneguk saliva cukup berat, Nara memberanikan diri untuk membuka langkah ke arah Damar. Karena hanya di meja Damar yang tersedia bangku kosong. Maka dari itu Nara mau tidak mau harus menuju dan duduk di sana meskipun tidak merasa nyaman. “Selamat siang, Pak Damar,” sapa Nara untuk kedua kalinya setelah pertemuan mereka di koridor kantor beberapa saat yang lalu. Mengalihkan pandangannya dari handphone ke arah sumber suara, Damar hampir terperanjat saat mendapati Nara berdiri di hadapannya. Belum sempat Damar membalas kalimat yang telah Nara ucapkan untuknya, wanita itu kembali membuka suara, “Boleh saya duduk di sini, Pak?” tanya Nara sedikit ragu, detik kemudian, “Karena hanya di sini tersedia bangku kosong.” Wanita itu menambahkan. Damar mengangguk tanpa ragu. Dengan senang hati Damar mengiyakan Nara yang meminta izin untuk duduk di seberangnya. “Ya, silahkan saja,” sahut Damar. Nara mengangguk sembari tersenyum ramah, membuat Damar kembali terpesona untuk kedua kalinya. “Terima kasih, Pak,” ujar Nara kemudian duduk tepat di seberang atasannya itu. Tidak banyak obrolan yang terjadi diantara mereka. Hanya beberapa kalimat basa-basi yang diucapkan oleh masing-masing insan itu. Tidak lama kemudian pelayan Rumah Makan tersebut datang membawakan pesanan mereka berdua. “Ini makanan kalian, selamat menikmati,” ucap sang pelayan begitu ramah. Damar dan Nara menerima Nasi Padang sesuai pesanan mereka. Duduk berseberangan dengan atasan barunya, membuat Nara sedikit tidak nyaman dan canggung. “Selamat makan,” kata Damar sebelum menyendok makanan ke dalam mulut. Kedua mata Nara hampir membola. Untung saja wanita itu dapat mengendalikan diri. “Ah, iya, Pak. Selamat makan,” sahut Nara nampak kaku. Usai mengucapkan kalimat tersebut satu sama lain, keduanya makan dengan tenang dan lahap. Di seberang Nara, Damar selalu mengambil kesempatan untuk mencuri pandang pada wanita cantik yang berstatus karyawan di perusahaannya itu. Damar sama sekali tidak dapat mengendalikan diri. Entah kenapa ia selalu ingin menatap wajah cantik Nara. Nara yang merasa jika atasannya itu selalu mencuri pandang kepadanya. Semakin dibuat kikuk dan tidak nyaman. Hingga makanan di piring mereka habis tak tersisa, Nara berniat untuk kembali ke kantor secepatnya. “Nara ...,” panggil Damar ketika Nara sibuk membereskan tas miliknya. Muncul sebuah kerutan halus pada dahi wanita bermata indah itu, dari mana Damar tahu namanya? Bukankah tadi pagi hanya Damar yang memperkenalkan diri? Lalu dari mana Pria itu tahu? Sebenarnya, Damar tahu nama Nara dari Pak Dirja. Pria itu sengaja bertanya kepada sekretarisnya itu siapakah nama dari wanita berwajah cantik yang berhasil membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Dan jawabannya adalah Genara. Ya, Genara Kamilia Mustika atau akrab disapa Nara. “Ya, ada apa, Pak Damar?” sahut Nara begitu lembut. “Kamu mau kembali ke kantor? Ingin sekalian bersama saya?” tanya Damar menawarkan diri. Kedua mata Nara benar-benar membulat kali ini. Tentu saja Nara sangat terkejut dengan tawaran atasan barunya itu kepadanya. “Ah, tidak perlu, Pak. Saya perlu mampir ke suatu tempat lagi kali ini,” sahut Nara bohong. “Nanti sekalian akan saya antarkan,” ujar Damar lagi. “Tidak perlu, Pak. Saya sudah memesan ojek online.” Lagi Nara berbohong. Damar mengangguk paham. “Ya sudah kalau begitu,” ujarnya sedikit kecewa. Nara pun memberikan sebuah senyuman kepada Damar. Kemudian membuka langkah untuk keluar dari Rumah Makan itu. Sebuah kesialan bagi Nara, ternyata hari sedang hujan saat ia berada di depan pintu masuk Rumah Makan. Padahal ketika ia baru saja tiba di sini, cuaca sangat terik. Lalu dalam waktu yang sangat singkat, cuaca terik itu tiba-tiba berubah menjadi muram dan turun hujan dengan begitu derasnya. “Sepertinya kamu harus membatalkan ojek online yang sudah kamu pesan,” kata Damar membuka suara. Nara mematung sejenak. Sedikit terperanjat dengan suara yang tiba-tiba masuk ke dalam indra pendengarannya. Membatalkan pesanan ojek online kemudian ikut Damar ke dalam mobilnya dan menuju kantor bersama. Apa yang akan dipikirkan orang-orang kantor nantinya? Tidakkah terlalu berlebihan jika Nara datang bersama dengan Damar pada hari pertama Pria itu bergabung dengan perusahaan sebagai atasan baru mereka? Nara benar-benar terjebak dalam situasi yang sulit. Apakah ia harus bersikukuh menolak tawaran Damar? Namun apa yang Damar pikirkan nanti? Tidakkah ia akan sedikit tersinggung jika ditolak kedua kalinya? Ah, Nara benar-benar dalam kesulitan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN