Setelah Noah keluar dari kamar, Seina tetap duduk di tepi tempat tidurnya. Jantungnya berdetak begitu kencang, bahkan tubuhnya sedikit gemetar. Dia menggenggam ujung selimut dengan erat, mencoba meredam gejolak yang sedang melanda hatinya. “Apa yang barusan terjadi? Kenapa aku justru diam saja saat dia menyentuhku? Bahkan aku menikmati setiap sentuhan yang dia berikan. Bodoh kamu Seina!” gumam Seina pada dirinya sendiri. Dia mengingat kembali saat Noah memegang tangannya dan mencium dirinya. Seketika, perasaan cinta dan kerinduan kembali menyelimutinya. Selama bertahun-tahun dia mencoba melupakan Noah, mencoba membangun dinding yang tinggi di sekeliling hatinya, tetapi kehadiran lelaki itu kembali berhasil mengguncang segalanya. “Apa yang sebenarnya ada di otak kamu, Seina? Kenapa kamu