Enak sih, Tapi...

1032 Kata
Celaka! Ternyata si Tuan Duda belum tidur! Matanya menyeringai seakan siap menerkamku sekarang juga. "Siapa bilang aku mau melarikan diri?" Bibirnya tersenyum mengejekku, "Jangan pura-pura, aku tahu kamu hendak lari. Takut? Ah, aku jadi ragu tentang ucapan ayahmu. Dia bilang gadis kecilnya ini masih polos dan lugu. Sangat penurut dan tidak suka membantah. Apa itu hanya kedokmu saja, gadis nakal?" Sial! Dia sedang meremehkanku! Aku mengangkat daguku dengan berani, "Sayang sekali, Anda belum tahu siapa saya, Tuan Duda!" Dengan asemnya hidung Reza mengendus cuping telingaku. Tahan, Sil. Tahan! "Benarkah? Lalu seperti apa Nona Sesil yang nakal ini?" tanyanya tanpa mau beranjak dari atas tubuhku. Otakku berpikir keras. Bagaimana caranya aku bisa lepas dari manusia yang satu ini? "Jika Anda berpikir aku adalah gadis lugu dan penurut, Anda salah besar. Haha, kasihan sih, Anda mau saja menikah denganku hanya karena ingin mencari gadis lugu yang penurut. Aku memang tidak suka membantah, tapi hanya pada orang tuaku saja. Yang lainnya, keputusan ada di tanganku sepenuhnya." "Lalu apa yang kamu mau dariku?" si Duda mulai berani menempelkan bibirnya di pelipisku. Sial, aku benar-benar buntu saat ini. Lalu .... HATCHI!!! Reza melotot kaget dan refleks menjauh. Huft, akhirnya dia pergi hanya dengan bersinku saja. "Hei, kenapa kamu bersin sembarangan?" Ia mencium bajunya yang sedikit basah terkena semburan bersinku. Haha, ternyata mengalahkannya sangat mudah. "Ah, maaf, kadang-kadang bersin tidak bisa diajak kerjasama. Duh maaf, ya? Sepertinya tubuhku lagi banyak virus, akhir-akhir ini aku sering terserang flu berat nih." Reza benar-benar menjauh. Ia bangkit dan sesekali mencium bajunya. "Bau jigong!" ucapnya lalu membuka baju yang ia kenakan. Hei, kenapa malah jadi gak pakai baju?! "Aku keluar dulu, Tuan Duda! Sepertinya bersinku makin parah ini." ucapku beralasan. Sial, kenapa dia sangat seksi sih? Noh, perutnya itu lho, definisi pria hot yang sesungguhnya. "Eh, tunggu! Mau kemana kamu?" tanpa ku duga Reza malah menahan lenganku. "Lah, kan kamu sendiri yang kesal karena aku bersin terus. Makanya aku mau keluar kamar saja. Ngilangin bau jigong kan?" Reza terdiam beberapa saat. "Jangan lama!" ucapnya. Aku mengedipkan mata dan tersenyum genit, "Tenang saja, hanya sebentar! Sudah gak tahan ya? Sabar, Tuan Duda!" Reza hanya mendengus kecil. Aku keluar dari kamar. Haha, ternyata pria itu kalah dengan bersin. Segampang itu ya? Duh makasih banyak deh bersin. Aku menatap jendela. Jalanan mulai sepi. Malam makin larut. Sebenarnya aku juga ingin merasakan malam pertama. Meski ada yang bilang sakit, tapi aku penasaran. Lah, kalau emang sangat sakit, kenapa banyak pasangan m***m di luar nikah yang malah ketagihan coba? Pasti ada enaknya, kan? Ah, aku belum membuka ponselku. Seharian ini aku sengaja menyalakan mode pesawat. Yakin deh, ponselku pasti banyak yang chat sejak kemarin malam. Selain dari dua kunyuk kesayangan, ada juga beberapa teman priaku yang bertanya tentang kebenaran pernikahanku. Iya, aku punya beberapa teman pria lain. Bahkan ada yang sudah berani menyatakan perasaannya. Hanya saja, aku belum menanggapinya dengan serius. Rata-rata mereka pria jelalatan yang hanya mengagumi ukuran isi bra yang jumbo. Saat membuka ponsel, benar juga. Banyak pesan yang masuk. Bahkan ada banyak panggilan yang tak terjawab. 'Sil, kamu serius mau nikah? Please, jawab!' 'Kamu beneran nikah, Sesil? Tega ya kamu.' 'Sesil, kamu harus tanggung jawab, emakku yang patah hati.' 'Sil, kasih kabar gimana bentukan burung laki lo ya? Ahay!' Aku tertawa lebar saat membaca pesan terakhir. Iya, si Wira sialan! Aku lebih tertarik membalas kunyuk yang satu ini. Me : Sorry, Wir! Burungnya masih bobo, belum nongol. (Lol) "Jangan berisik, sudah malam!" Ha? Aku menoleh ke sumber suara. Lah, si Reza ikut keluar dari kamar. Sial, kenapa pria seksi yang satu itu belum juga pakai baju? "Kedengaran? Maaf ya, aku kalau tertawa memang seperti itu." jawabku cuek. Bagaimana reaksinya ya? Yakin deh dia pasti makin gak suka, haha. Yes, memang tujuanku seperti itu dari awal. Membuat pria kaku itu merasa tidak suka padaku. Dengan begitu, ia akan meminta pisah dariku. Ya, aku gak mungkin yang lebih dulu minta pernikahan ini dibatalkan. Aku bukan anak yang suka membangkang. Apalagi melihat Mama dan Papa yang sangat antusias dengan pernikahan ini. Si Reza tidak menjawab. Aku kembali menatap jalanan melalui jendela. Apa dia mulai terpengaruh? Baguslah. Eh? Alih-alih protes dengan apa yang aku katakan, sepasang tangan malah melingkar di pinggangku. Gila, setan m***m mulai menebarkan aksinya di otakku. Ini nyaman dan hangat. Sialan! Kalau begini, mana bisa aku menolak? "Pura-pura jual mahal padahal merasa nyaman?" ucap si Reza. Asem, ternyata dia hanya mengerjaiku! Tak kehabisan akal, sikutku segera beraksi. Duk! Aku menyikut perutnya. "Hei!" teriaknya saat aku sudah berhasil lepas dari cengkeramannya. Haha sukurin! "Oh sakit ya? Maaf, kadang sikut punyaku suka nakal, semoga Anda terbiasa ya, Tuan Duda!" ucapku dengan memasang wajah pura-pura iba. Ku lihat dia bersiap mau menjawab ucapanku, tapi keburu batal karena benda pipih di saku celananya nampak menyala. "Ya, hallo?" ucapnya. Mata pria itu melirikku sekilas. Lalu ia pergi keluar rumah. Menerima telpon saja pakai jauh-jauhan segala. Awas saja, kupastikan dia merasa risih! Aku nekat mendekat. Memasang posisi orang menguping dengan sengaja di depannya. Ia mengibaskan tangannya, matanya sedikit mendelik padaku. "Apa, Suamiku Sayang? Aku kan hanya ingin tahu," ucapku setengah berteriak. Haha, lihat, matanya melotot kesal padaku. Whoah, aku puas melihatnya! Aku mendekat lagi, "Sayang kamu sedang bicara sama sia-pmh!" Busyet, tangannya membungkamku. Mana kencang banget lagi. Aku memukul lengannya. Ia masih kuat dan terus saja bicara. Sepertinya serius. Apa jangan-jangan dia punya selingkuhan? Wah main gila tuh Duda! Baru kawin aja udah main rahasia punya cemceman sih? Apa kabar kalau udah rumah tangga tahunan? "Aku tahu. Jangan khawatir, semua berjalan sebagaimana mestinya." ucapnya tanpa melepaskan tangannya yang membekapku. "Sa-mph!" Setan banget sih, main bekap aja nih orang! Kira-kira dia lagi ngomong sama siapa ya? Serius amat mukanya. Pasti rahasia besar keknya, sampai aku gak boleh dengar. Akum menyeringai, lalu .... Hap! Aku menggigitnya sekuat tenaga. Rasakan itu! "Argh!" Si Tuan Duda berteriak cukup keras. Aku berlari dan meleletkan lidah. Buru-buru aku mengunci pintu dari dalam. Biar tahu rasa dia. Beberapa kali terdengar ketukan pintu disertai suara si Tuan Duda yang memanggil namaku. "Sesil! Buka pintunya! Awas kamu ya?" Haha, aku tertawa puas. Rasakan, siapa suruh meremehkan Sesilia? Sana tidurlah dengan nyamuk, Tuan Duda tersayang. Enak saja mau langsung terkam secepat itu. Enak sih tapi aku belum mencintainya, begitu juga sebaliknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN