Meninggalkan bungkusan ditangannya ke atas meja dekat kamar Jeje, Damian melangkahkan kakinya cepat untuk meninggalkan lantai terkutuk dirumah Jeje. Teriakan nyaring Jeje, Damian anggap angin lalu. Baginya menghilang secepat mungkin adalah tindakan terbaik untuk saat ini.
"Damian, Udah ketemu Jeje?" tanya Diki melihat Damian lari-larian menuruni tangga rumahnya.
Damian menganggukkan kepalanya, "balik dulu, Om." pamitnya pada Diki dan kembali menambah kekuatan kakinya, meninggalkan rumah Jeje yang horor.
Damian membanting pintu rumahnya. Menyandarkan punggungnya, sembari mengatur nafasnya yang terengah.
Damian menggelengkan kepalanya dari bayang-bayang dua gunung laknat yang mencemari kesucian matanya. Sepertinya dia harus segera membasuh wajah dengan air wudhu agar bayangan setan Jeje tidak mengganggu benaknya terus menerus.
"God, Damn! Gue harus sholat ini. Harus! Bisa sawan gue." gerutu Damian kembali melangkahkan kakinya untuk melaksanakan niat mengusir bayang-bayang aset Jeje yang meracuni otaknya.
Sesampainya di kamar, Damian masuk ke dalam kamar mandi. Laki-laki itu mulai menggulung celana trainingnya, setelah itu menyalakan keran air untuk mengambil wudhu.
"Aaarrgggg..." teriak Damian kencang. "Jeje sialan!" makian itu keluar bagitu saja saat baru saja niat wudhu ia lafalkan, bayangan setan itu kembali melayang-layang seakan benar-benar nyata ada dihadapannya.
"Gue nggak lagi mau manjat gunung. Minggat!!" geramnya, kembali mencoba membaca niat. Namun lagi-lagi anak muda yang biasanya menjauhi Jeje itu kembali berteriak sembari melayangkan kepalan tangannya ke ubin dinding kamar mandi. Rasanya Damian hampir gila, karena dua gunung laknat itu tak mau enyah dari pikirannya.
"Gagal! Gagal! Gue nggak sanggup udah!" kesal Damian melangkahkan kakinya meninggalkan kamar mandi. Damian berjalan lesu ke ranjang, sepertinya dia butuh tidur untuk meredakan kegilaan tentang aset Jeje yang menodai mata dan imannya.
Betapa kagetnya Damian saat anak itu melihat layar ponselnya yang menyala. Jika tidak salah ingat, wajah manusia yang terpampang di layar ponselnya adalah wajah makhluk astral yang selama ini mendiami rumah depan.
"Hih!" Damian bergidik ngeri. Jari telunjuknya ia layangkan untuk menyentuh tombol bulat berwarna merah di layar ponsel tersebut.
Jenifer M : c***l! Angkat telepon gue!!
"Bodo, amat!" kesal Damian membaca pesan yang Jeje kirimkan untuknya. Damian memilih mematikan daya ponselnya ketimbang mengurusi si pembuat onar. Sudah cukup kekacauan yang gadis itu berikan untuk dirinya. Damian butuh hidup tenang. Butuh banget!
Memejamkan matanya, Damian berharap malam nanti sang Mamah tidak akan membangunkan dirinya untuk makan. Dia butuh tidur sampai pagi, mengistirahatkan otaknya yang sepertinya sudah tercemar oleh limbah pabrik.
"Domba satu.. Domba dua.. Domba tig.." hitungan Damian terhenti. Matanya kembali ia buka saat bukan bayangan domba yang menari-nari di benaknya. Harusnya domba-domba itu berlari melompat melewati pagar, bukan mendaki..
gunung kembar!
"Jejeeeeeeeeee!" teriak Damian super kencang sembari meremas rambutnya. Dia butuh rukiyah secepatnya agar kembali menjadi manusia normal.
*
Sinar mentari pagi menyapa mata Damian. Damian menguap beberapa kali saat menaiki kuda besinya. Matanya yang biasanya tajam, kini terlihat sayu dengan warna kehitaman yang menghiasi sekitaran mata Damian.
Sial! Damian bahkan tidak tidur dari sore karena selalu terbayang bagian it... "Aaarggg! Gue harus cepet sebelum itu manusia muncul dan cari tebengan ke gue." ujar Damian frustasi. Damian mulai menyalakan motor kesayangannya. Baru dia akan melajukan motornya menembus pagar rumah yang sudah ia buka, Damian melihat sosok itu berjalan masuk ke dalam sebuah mobil putih.
"Tumben dia bawa mobil." cicit Damian mengamati pergerakan Jeje yang masuk ke dalam MBW X5 nya. "Lah, bukanya itu mobil katanya abis dibuat nabrak ya sama nyokapnya?"
Tin...
Suara klakson mobil membuat kesadaran Damian kembali. Ia menyerngitkan alisnya saat mendengar raungan mobil yang sepertinya baru saja dimodifikasi itu. Setelahnya hanya lahan kosong yang Damian lihat dibalik gerbang tinggi rumah Jeje.
"Sialan, bisa telat gue."
Damian mulai melajukan kuda besinya sekencang mungkin. Matanya menangkap mobil milik Jeje yang berbelok berlainan arah dari rute yang seharusnya. Mengacuhkan kemana anak itu akan pergi, Damian memilih fokus pada tujuannya. Biarkan saja anak itu tidak ikut responsi, bukan urusan Damian juga.
Damian memarkirkan motornya. Melepaskan helm full facenya, sebelum meletakkan pelindung kepala seharga tiga puluhan juta itu ke atas jok motornya.
"Si Jeje gila ya. Bukannya responsi malah minum-minum ini bocah."
Damian menghentikan langkah kakinya menuju meja dan kursi milik laki-laki itu saat pembahasan seputar Jeje masuk ke gendang telinganya.
"Iya, nih. Kumat dah nih gilanya si Jeje."
"Ada apaan?" tanya Damian mulai ingin tahu.
"Liat nih. Jeje sama anak sekolah tetangga lagi pada bolos. Sengklek emang ini bocah." ujar salah satu teman kelas Damian sembari memperlihatkan salah satu postingan anak sekolah sebelah ke Damian.
xgabrielx
❤ 45 Menyukai
xgabrielx Kapan lagi kan hangout sama calon pacar.. Mantan, sorry! Gue sama sekolah musuh dulu ya gaes, mumpung mau di ajak bolos bareng anaknya.
"Tahu nih gue tempatnya. Daerah Kemang kan? Nih tempah jualan wine gitu sama, adalah beberapa minuman mahal lainnya. Makanannya juga enak-enak. Gue pernah ke sana." ujar salah satu anak terkesan promosi.
"s**t!" umpat Damian. Damian dengan cepat membalikkan tubuhnya.
"Dam, mau kemana? Responsi woi." teriak teman Damian saat Damian melangkahkan kakinya keluar dari ruang kelas.
"Setelah lo siksa gue semalaman nggak bisa tidur. Lo enak-enakan ngedate sama cowok! Biang rusuh lo ya!" kesal Damian berniat melabrak dan memberi perhitungan pada Jeje.