5

989 Kata
Jeje memaksakan senyum saat Gabriel, teman SMP sekaligus laki-laki yang sudah dua puluh empat kali menyatakan cinta padanya tengah melawak. Dipikir ini panggung stand up komedi kali. Gue gibeng juga deh nih si Iel. Nggak liat tampang gue udah horor apa! "Je lo nggak suka ya jalan sama gue? Biasanya lo asik, hari ini kenapa gini?" tanya Gabriel, membuat Jeje menghembuskan nafasnya. Ya kali Jeje mau cerita ke Gabriel kalau aset berharganya sudah dicuri pandang oleh  sweeper. Huft, yang ada itu anak malah pengen ikutan ngintip kan gawat kalau begitu. Rugi Bandar dong Jeje jadinya. "Je.. Lo tahu kan, gue.. Gue..." Brakk!! "What the.. Eh, lo ngapain ke sini?" tanya Jeje, kaget dengan keberadaan Damian yang muncul secara tiba-tiba. Di kira lagi uji nyali kali itu orang, datengnya nggak pake permisi dulu. "Ada apaan nih, Dam? Gue nggak lagi cari ribut ya sama lo. Kita tanding masih dua minggu lagi." ujar Gabriel mengira jika Damian datang untuk memberi peringatan mengenai pertandingan basket antara ke dua tim sekolah mereka. Damian menatap Gabriel, wajah kaku laki-laki itu seakan tengah mengejek ucapan Gabriel yang tingkat percaya dirinya sangat tinggi. "Capek deh gue. Lo berdua kalau mau bahas pertandingan besok, gue cabut dulu deh. Puyeng gue liatnya." ujar Jeje. Gadis itu mulai mengangkat pantatnya dari kursi, berniat menghilang saja dibandingkan bertemu dengan Damian. Gini-gini urat malu Jeje yang tipis itu masih ada ya, nggak putus-putus banget. Masih nyatulah setidaknya. Sampai dia menghindar dari Damian. "Duduk kamu!" perintah Damian, mencekal lengan Jeje. Jeje terperangah- Please, Jeje lagi budek apa emang dia tiba-tiba terbang ke alam mimpi secara mendadak? Kok Damian manggilnya kamu. Kamu.. Iya, kamu.. Kamuu... "Hoek! Lo kesurupan, kok aku-akuan?" Jeje menghempaskan jemari Damian dari lengannya. Sumpah! Jeje itu lagi malu pake banget after terintipnya kemolekan tubuh atasnya. Bisa nggak sih Damian itu ngertiin dikit kalau dia mau nenangin diri. Siyok Jeje tuh!   "Hellooooowwww... Di sini ada orang, gue nggak ngontrak di sini. Haloooo..." gemas Gabriel melihat Jeje dan Damian yang saling pandang. Gabriel tuh takutnya ntar salah satu diantara mereka tiba-tiba nyanyi lagu India. Kan syusyaah!! Makanya mending disadarin dulu. "Di.." "Je jangan bilang lo mau nyanyi lagu Dil Hae Tum Hara ya, Je." peringat Gabriel, membuat Jeje mengerutkan keningnya. "Kab.." "Je, Please. Bukan berarti gue nggak bolehin lo nyanyi Dil Hae, lo terus mau nyanyi Kabhi Kushi Kabhi Ghum juga." Jeje mengeram kesal. Ini sih bukan refreshing otak dia namanya, memperparah gilanya otak ini. Damian mencoba membuka mulut nya, namun mulut yang baru saja akan terbuka itu kembali tertutup karena mendengar amukan Jeje. "Lo nggak usah ikutan nyebutin drama Bollywood juga. Gue santet lo!" ancam Jeje membuat Damian menatap tidak percaya gadis itu. Drama Bollywood apa? Tahu juga enggak Damian. "Lo berdua nongkrong deh. Ngomongin apa sana, terserah! Puyeng pala gue. Bye!" sentak Jeje, lalu berdiri dari duduknya sekali lagi sebelum meninggalkan dua manusia yang sukses membuatnya hampir kejang. "Perasaan yang gila nggak punya otak tuh gue! Kenapa jadi mereka yang t***l sih!" gerutu Jeje sembari berjalan meninggkan kafe. Damian menggaruk kepalanya yang mendadak gatal. Kebodohan apa yang sebenarnya dia lakukan. Bukannya ikut responsi, dia malah menghabiskan waktunya dengan Gabriel. Gabriel yang tengah memainkan ponsel mengangkat wajahnya, melihat kelakuan super aneh Damian. "Dam.. Lo kenapa? Tumben lo bolos?" tanya Gabriel seakan apa yang dilakukan Damian kali ini benar-benar sesuatu yang sama sekali tidak menggambarkan sosok laki-laki itu. Membolos? Hell! Sejak tiga tahun lalu, Gabriel bahkan sering menawarkan hang out geratis pada anak itu agar Damian mau ikut membolos dengannya kala Junior High School. Tapi tawarannya tidak pernah disambut baik oleh si pintar kesayangan guru. "Lo nggak takut bokap lo yang bule itu ngamuk?" Damian menggelengkan kepala, sembari mengedikkan bahunya. Jika ditanya marah atau tidak Mr. Ferdinand itu, pasti bakalan marah lah apalagi kalau tahu alasan absurd nya yang nggak banget. "Lo masih suka sama si Jeje?" kali ini Damian yang mengeluarkan suaranya untuk bertanya pada Gabriel. Gabriel menganggukkan kepalanya mantap. Munafik banget dia kalau bilang udah nggak minat sama Jeje. Gesrek-gesrek gitu, Jeje itu kaya badak bercula satu, langka! Jadi suatu kebanggaan kalau misalnya Gabriel bisa dapetin si Jeje. "Emang apa sih yang lo suka? Cewek-cewek lo perasaan juga pada lebih cantik dari Jeje." Satu hal yang membuat Damian terperanjat. Gabriel tidak berpikir ketika menjawab pertanyaan darinya. "Semual hal. Ke anehan dia, semuanya. Apa yang ada dalam diri Jeje, gue pengen jadi bagian terpenting dalam kegilaan cewek itu." Kegilaan? Gila saja.. Ada orang seperti Gabriel? "Fix, lo keserang virus eror Jeje." Gabriel tertawa mendengar penuturan Damian. Sebegitu antinya Damian pada Jeje? "Lo kalau cuman liat sisi anehnya dia, lo nggak akan tahu spesialnya si Jeje, Dam." kekeh Gabriel membuat Damian bergidik. Spesial dari mananya itu makhluk. Ged... Arggg... Enyah, maki Damian dalam hati ketika bayangan itu kembali hadir. Puk! Tubuh Damian menegang kala ada seseorang yang menepuk punggungnya. "What are you doing, Son?" Son? Son? "Papah.." lirih Damian, kala memutar tubuhnya. Shit! Damian yang baru tersadar mulai mengenali tempat di mana saat ini ia berada. Kenapa dia baru ngeh, kalau resto & caffe yang saat ini ia kunjungi adalah aset berharga sang Papah. "Bukannya harusnya kamu responsi saat ini? Dan, hallo Gabriel. Lama tidak kemari? Kalian tidak sekolah?" Gabriel meneguk salivanya, tidak percaya Papah Damian akan turun dari kantornya. "Ha-Hai, Om. Iel ada, tadi ada, kencan! Iya! Tapi  ceweknya kabur. Ja-Jadi, Iel mau pulang dulu ya Om." pamit Gabriel membuat Damian mengumpat karena kepengecutan laki-laki itu. "Bye, Dam." Ferdinand menatap putra satu-satunya dengan pandangan yang sama sekali tidak bisa Damian artikan. Ia tahu setelah ini Papahnya pasti akan mengamuk. "Get up dan ikut papah ke kantor. Kamu harus menjelaskan tentang alasan kenapa kamu membolos dan.." "What the meaning of dan, Pap?" tanya Damian ragu karena tak biasanya sang papah menggantung kalimatnya. "Dan apa yang kamu lihat di kamar Jeje kemarin, Damian. Honestly, Papah kecewa karena kamu tidak menjadi laki-laki gentle untuk meminta maaf pada orang tua Jeje." Satu hal yang Damian tahu. Setelah ini hidupnya akan menjadi tidak nyaman, untuk selama-lamanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN