Daru : Tidak mungkin Runa mengkhianati Abizar.
Darma : Kita tidak tahu ceritanya. Aku tidak ingin menghakimi. Bisa saja rumor soal kedekatan Runa dan Hira terjadi karena si Abi yang super sibuk akhir akhir ini.
Darma : Runa mungkin butuh teman.
Daru : Kamu dengar dari siapa?
Darma : Si Asti.
Daru : Nanti coba aku ajak bicara Runa.
Darma : Ok.
"Ada apa? Darma bilang apa?" Abizar bertanya. "Kamu terlihat serius."
"Darma menanyakan kondisi Runa. Tadinya dia mau ke sini, tapi berhalangan karena ada kerjaan," Daru menyimpan ponselnya.
Abizar hanya mengangguk, matanya melirik ke arah Runa berulang kali. Lalu tertunduk lesu.
Daru membaca situasi itu, "Aku ke rumah sakit dulu."
"Hana, kita pergi," Daru mengajak istrinya.
"Iya," Hana mengangguk.
"Kenapa buru buru kak?" Runa bertanya.
"Kakak dan Hana harus ke rumah sakit," jawabnya.
Hana memberikan kode pada Jani, Gema, Anin dan Indi.
"Kita juga pergi," Jani mengecup Runa, "Selain itu, kamu perlu istirahat. Besok kita ke sini lagi."
"Iya," Anin dan Gema memeluknya.
Indi bergerak merangkul Runa, "Sehat sehat kamu!"
"Iya," Runa tersenyum.
Satu per satu sahabatnya pun beranjak pergi. Suasana apartemen terasa lengang.
Abizar menghampiri Runa, "Apa kamu sedih teman temanmu pulang?"
Runa menggeleng, "Ada kamu. Jadi aku tidak sedih."
Abizar bergerak memeluk kekasihnya dengan erat, "Maafkan aku Runa."
"Maaf kenapa?" Runa bersandar di d**a Abizar.
"Apa akhir akhir ini kamu merasa diabaikan?" Abizar bertanya perlahan.
"Aku tidak tahu.." Runa terdiam. "Tapi, rasanya senang sekali ada kamu di sini. Seperti bertahun tahun tidak ketemu.
"Kangen sekali rasanya," Runa melingkarkan tangannya di d**a kekasihnya.
Abizar kembali berkaca kaca, "Aku juga. Aku juga."
"Thank you kamu sudah menerimaku selama ini," Abizar bicara perlahan.
Runa menengadahkan kepalanya, "Kenapa tiba tiba bicara seperti itu?"
Abizar tersenyum, "Hanya mensyukuri hal yang sudah aku miliki. Kamu salah satu hal penting dan berharga dalam hidupku."
Runa lagi lagi tersenyum, "Radhea, kamu juga..."
"Aku sayang kamu seluas samudera dan lautan," Runa mempererat pelukannya.
Abizar mencium kening kekasihnya, "Jangan pernah lupakan kata kata itu."
"Tapi kalau kamu memiliki orang lain, aku pergi Abizar," Runa mencium bibir kekasihnya itu.
"Hanya lelaki gila meninggalkanmu. Arundari Padma Abisatya, aku sayang sekali sama kamu," Abizar membelai rambut Runa dan mengelus luka di pelipisnya. "Kamu terluka. Hatiku ikut terluka dan sedih."
"Sesayang itu sama aku?" Runa tersenyum.
"Kamu tahu itu," Abizar mengecup bibir Runa berulang kali. "Sangat."
"Kalau terjadi sesuatu padamu, aku hancur Runa," ungkapnya.
Abizar merasakan matanya mulai berkaca kaca.
Runa membelai pipi Abizar, "Jangan menangis."
"Aku.. Takut.. Kamu meninggalkanku," Abizar bicara terbata bata. "Jadi, jangan... Bertahan bersamaku.."
Runa merasakan ketulusan kekasihnya. Ia ikut menangis haru.
"Tidak ada rencana meninggalkan Radhea Abizar Nuswantara kesayanganku," Runa mencubit hidungnya. "Ingusmu nanti keluar banyak. Jangan sedih karena aku."
Abizar tertawa, "Kamu tahu setiap hal jelek di diriku. Aku tidak peduli."
Runa tergelak dan kembali memeluk kekasihnya, "Aku tidak ingat apa yang terjadi.. Menurutmu, apa ada yang ingin melukaiku, atau semua terjadi tanpa disengaja?"
"Jangan dipikirkan. Itu urusanku. Siapapun pelakunya tidak akan lolos dariku," Abizar berubah geram.
"Iya Bi, cari dia sampai ketemu," Runa menatap kekasihnya.
"Pasti," Abizar mengangguk.
Kedua tangannya bergerak menyentuh bagian belakang paha Runa dan area bahunya. Abizar membopong Runa, "Kamu istirahat dulu."
"Daru bilang, mungkin sesekali kamu akan merasa pusing, tapi itu wajar," Abizar mengecup bibir kekasihnya sambil berjalan ke kamar tidur.
Runa melingkarkan kedua tangannya di leher Abizar, "Sembilan tahun bersama. Rasanya hari ini perhatianmu tumpah ruah. Aku senang."
Abizar tergelak, "Aku kurang perhatian?"
Runa mengangguk, "Ingatanku saat ini mungkin sedikit terganggu, tapi... Sikap cuekmu itu masih aku ingat."
Abizar meletakkan tubuh Runa di atas kasur, "Kenapa dari semua kenangan, hal itu yang bertahan di ingatanmu?"
Runa tergelak, "Itu hal yang membuatku jatuh hati. Abizar yang cuek tapi perhatian."
Abizar berbaring di sebelah kekasihnya, "Aku tidur di sini."
"Harus ada yang menjagamu dua puluh empat jam," Abizar menggumam.
"Ada tim keamanan yang menjagaku. Jangan terlalu khawatir. Bagaimana pekerjaanmu?" Runa menatapnya.
"Pekerjaanku penting. Tapi.. Kamu jauh jauh jauh lebih penting," Abizar meliriknya. "Runa, biarkan aku menginap di sini. Aku janji tidak akan melakukan apapun. Kamu aman dariku."
Runa menggeser tubuhnya dan merangkul lengan kekasihnya, "Aku.. Kamu.. Sembilan tahun Bi.."
Ia menatap mata kekasihnya, "Kamu.. Tidak perlu mengamankan diri dariku."
Abizar merasakan jantungnya berdebar kencang.
Ia tidur menyamping dan menarik tubuh kekasihnya mendekat. Bibirnya memagut pelan bibir Runa. Keduanya berciuman di tempat tidur tanpa henti.
Drrr.. Drrr..
Ada getar masuk di ponsel Runa yang sedang di charge. Selama beberapa hari di tangan Abizar, ponsel itu memang mati.
Hira : Runa, apa kamu baik baik saja?
Hira : Runa, balas pesanku.
Hira : Runa, please... Aku khawatir.
Hira : Maafkan aku.
Hira : Runa, jawab..
Hira : Apa kamu memaafkanku?
***
Darma datang mengunjungi Daru dan Hana di Rumah Sakit Besari. Mereka berkumpul di ruangan Daru.
"Ini," Darma menyimpan dokumen di meja Daru. "Bukti forensik dan pencarian mengenai anting berlian itu."
"Hiranya Garjita?" Hana meragukannya. "Aku yakin bukan dia pelakunya. Mungkin anting berlian itu terjatuh tak sengaja."
"Kenapa bisa seyakin itu?" Daru menatapnya.
"Runa dan Hira itu.. Mmm.. Aku tahu kalau Hira menyukai Runa," Hana menerangkan. "Jadi tidak mungkin dia berani melukai Runa."
"Dia menyukai adikku?" Daru menggumam sambil menatap Darma. "Apa hal yang kamu dengar itu.. Jangan jangan..."
"Hal apa?" Hana bergantian menatap Daru dan Darma.
Darma membuka mulutnya, "Asti bilang, ada rumor di kalangan terbatas, kalau Hiranya Garjita dan Runa itu dekat secara... Mmm.. Romantis.. Bukan teman biasa."
"WHAT?" Hana terkaget kaget, "Tidak mungkin ada hubungan antara Runa dan Hira."
"No way! Itu tidak mungkin," Hana menggelengkan kepalanya.
"Asti salah!" Hana membela Runa.
"Aku tidak bilang kalau Asti benar, ini hanya satu cerita yang bisa mengarah pada kemungkinan kemungkinan si pelaku," jelas Darma.
"Iya sori. Aku terbawa emosi," Hana mengangguk.
Darma menarik nafas panjang, "Tapi, beberapa hari sebelum pernikahan kalian, Asti bilang ada yang mengambil foto Hira dan Runa sedang makan malam berdua di Grande."
"Asti bahkan mengirimkanku foto yang dimaksud," Darma lalu memperlihatkan pesan dari kekasihnya itu.
Hana dan Daru hanya mengerutkan keningnya.
"Apa yang Runa lakukan bersama lelaki itu?" Daru menggumam.
Hana menarik nafas panjang, "Kapan itu?"
Darma melihat catatan data yang ada di foto tersebut, "Ini waktu diambilnya foto."
Hana terdiam dan berpikir.
"I-ini.. Waktu malam itu aku ke apartemennya.. Malam ketika ada stalker mengikuti Runa.." Hana menggumam.