KAMU, SATU SATUNYA

1112 Kata
Setelah melewati serangkaian pemeriksaan dan pengecekan, Runa diperbolehkan pulang. "Pulang ke rumah ya sayang?"Mitha membujuk putrinya. "Tidak bu, aku mau tetap di apartemen saja," Runa menggeleng. "Aku baik baik saja." Danu menepuk bahu Mitha, "Sudah biarkan, kita memaksa malah Runa nanti tidak enak." Runa lalu memeluk ayah dan ibunya, "Percaya padaku. Aku baik baik saja. Sedikit pusing, tapi dengan tidur dan istirahat, mungkin akan segera pulih." "Selain itu Jani dan Hana akan menemaniku," Runa membujuk ibunya. "Aku sedikit malu kalau sudah umur segini masih ditemani ibunya," Ia tertawa. "Ah, mendengarmu tertawa, setidaknya ibu sedikit lega," Mitha tersenyum. "Ya sudah. Tapi jangan dulu masuk kerja ok?" "Iya. Aku janji," Runa mengangguk. "Sesuai saran dokter, setidaknya tiga hari aku istirahat." "Ibu dan ayah bisa datang kapan saja, aku di apartemen," ucap Runa, "Tidak kemana mana." "Iya, iya," Mitha membantu Runa merapikan barang barangnya. "Ponselmu kemana?" Mitha baru sadar. "Oh ya, aku lupa, kemana ya?" Runa mengerutkan keningnya. Tiba tiba sosok Abizar masuk ke ruangan, "Ada di aku. Waktu acara, kamu menitipkan tas kepadaku." "Ohh.. Ok," Runa mengangguk. "Kamu mau diantar Abizar atau ayah ibu?" Mitha tersenyum penuh makna. "Sama Abi, boleh?" Runa tersenyum lebar. Danu hanya tertawa, "Iya, iya. Ayah dan ibumu juga pernah muda.." Mitha mengecup putrinya, "Hati hati. Nanti ibu dan ayahmu ke sana, sekarang ayahmu ini ada urusan dulu." "Iya," Runa mengangguk. "Saya akan menjaganya om, tante, tenang saja," Abizar menjinjing tas Runa. Mitha dan Danu tersenyum. Mereka berempat keluar dari ruang rawat menuju area parkir tempat mobil menunggu. Danu dan Mitha berpamitan lalu bergerak lebih dulu. "Aku senang sekali melihatmu," Runa masuk ke mobil Abizar. "Kenapa ya rasanya seperti sudah lama tidak ketemu?" Abizar tersenyum. Ini kesempatan kedua untukku. Jangan mengacaukan segalanya Abizar! Ia memasangkan sabuk pengaman di tubuh kekasihnya, "Pasang dengan erat, jangan sampai kamu kembali terluka." Runa mengecup pipi kekasihnya, "Kangen." "Sama," Abizar mengecup bibir Runa, "Aku kangen sekali." "Kita pergi sekarang?" tanya Abizar. "Iya, aku ingin mandi air hangat dan tidur," Runa memejamkan mata. Abizar mengelus rambut Runa secara perlahan, "Kamu tahu kalau aku sayang kamu bukan?" Runa membuka matanya dan tersenyum, "Kenapa tiba tiba bicara hal itu? Tumben." Abizar ikut tersenyum, "Hanya tidak ingin kamu pergi meninggalkanku." "Tidak akan," Runa merangkul lengan Abizar. "Rasa sayangku seluas samudra." Abizar terharu, matanya sedikit berkaca kaca, "Dari dulu sampai sekarang, sembilan tahun Runa. Tidak pernah aku menyukai seseorang seperti ini." "Ah, kamu aneh. Kenapa tiba tiba mellow sih? Aku baik baik saja," Runa mencubit pipi Abizar. "Iya. Kita berangkat," Abizar menggerakkan mobilnya. Sampai akhirnya mereka tiba di apartemen Runa. Saat pintu terbuka, tiba tiba saja teriakan menggema di telinganya. "Welcome home Runa!" Hana, Jani, Gema, Anin dan Indi menghampirinya satu persatu dan memeluknya. "Thank you," Runa tersenyum senang. Daru muncul dari arah dapur, "Halo sister. Senang sekali kamu terlihat segar." "Kak," Runa merangkul lengan Daru. "Tidak ke rumah sakit?" "Setelah dari sini langsung ke rumah sakit," jawabnya. "Bagaimana perasaanmu?" Daru bertanya. "Baik baik saja," Runa tersenyum. Sedikit pusing dan bingung, tapi selebihnya tidak ada keluhan." "Syukurlah," ia merangkul adiknya, "Kita makan dulu." "Kamu tidak ke kantor?" Daru menatap Abizar yang sedang membuat secangkir teh. "Nanti," Abizar menggeleng. Ia lalu membawa teh itu ke arah Runa, "Untukmu." "Thank you," Runa menerimanya dengan senang hati. Abizar lalu menghampiri Daru, "Kita harus bicara." "Aku juga ingin membahas semua ini," Daru berkata. Keduanya memisahkan diri dan duduk di meja makan. "Hana sudah cerita soal surat itu, stalker dan semuanya," Daru menatap Abizar. "Setelahnya, aku memikirkan sesuatu." "Apa..?" tanya Abizar. "Tim keamanan yang menjaga Runa tidak bertindak. Padahal Runa ada yang mengawasi secara diam diam. Artinya ada dua, antara si stalker tidak terlihat, atau memang stalker itu orang yang ada di sekitar Runa," jelas Daru. "Aku memikirkan kalau kemungkinan kedua adalah jawabannya," lanjutnya. "Human eror pasti ada saja. Tim keamanan bisa saja melewatkan sesuatu. Tapi kalau sampai tidak melihat seorang stalker yang bisanya rutin mengikuti mangsanya, rasanya kecil kemungkinan," ucap Daru lagi. "Itu sebabnya, aku pikir tim keamanan tidak mencurigai si stalker, karena Runa mengenal si pelakunya," ungkapnya. "Masuk akal," Abizar mengangguk setuju. "Aku akan mengerahkan segala upaya dan tenaga untuk mencari si pelaku." "Ada dugaan siapa yang mungkin bisa menjadi tersangka pelaku?" Abizar menatap Daru. "Kalau Runa kenal, berarti kemungkinan ya hanya dua, antara teman atau rekan kerja." "Iya. Nanti aku dan Hana coba sortir. Kita selidiki diam diam," ucap Daru. "Aku tidak ingin ayah dan ibu tahu soal stalker itu. Mereka bisa panik, terutama ibu." "Apalagi sekarang ayah, ibu dan Om Bisma sedang menyelidiki juga kejadian di galeri. Hal ini tidak pernah terjadi. Keamanan sangat payah," Daru geleng geleng kepala. "Aku mungkin bisa mengerti andai ini terjadi di tempat atau lokasi lain, tapi di galeri? Itu seperti rumah kedua kita. Pengamanan tingkat tinggi dan berlapis. Tapi satupun tidak ada yang melihat?" "Tak hanya itu, tidak ada cctv di area tersebut. Aku marah!" Daru mengepalkan tangannya. Abizar mengerutkan keningnya, "Mmm... Mendengar ucapanmu, tiba tiba saja terbersit dalam pikiranku, orang ini, si pelaku, mungkin tahu situasi. Dia mengenal lingkungan galeri." Daru terdiam. Itu benar! Dia seperti tahu situasi dan lokasi. "Oh ya, mamaku menemukan anting berlian tergeletak di rerumputan. Sudah dengar?" tanya Abizar. "Iya, Darma cerita," ucapnya. "Om Bisma sedang mencari tahu dan dalam proses uji forensik." Abizar menarik nafas panjang, "Mmm.. Kamu tahu, sebelum kejadian, Runa terlihat bersedih." "Aku merasa bersalah. Kesibukanku membuatnya merasa dilupakan dan tidak diperhatikan. Tapi.. Aku tidak begitu.. Runa, satu satunya," Abizar menatap Daru. "Dia sangat penting bagiku." Daru tersenyum, "Aku tahu. Kamu si pembela kebenaran. Tidak bisa disalahkan." "Tapi, bicarakan saja semuanya dengan Runa. Yang terpenting, jangan putus komunikasi. Adikku pasti mengerti," Daru berkata dengan bijak. Abizar ikut tersenyum, "Sekalian, mmm.. Kamu harus tahu..." "Setelah kasus besar yang sedang aku tangani terselesaikan, dan juga kejadian yang menimpa Runa ini, aku berniat akan melamarnya. Give your blessing ok?" Abizar menatap sahabat yang juga kakak dari kekasihnya itu. "Hana sudah cerita. Tidak ada hal rahasia di antar kita. So, aku tahu," Daru tersenyum lebar. "Aku merestui kalau Runa memang menerimamu." "Apapun yang membuat adikku bahagia, aku akan mendukungnya," Daru menepuk bahu Abizar. "Tapi sebaliknya, kalau adikku terluka, kamu tahu apa yang akan terjadi." "Kamu scary bro.." Abizar tersenyum. "Sekarang, kita fokus dulu untuk mencari jawaban atas peristiwa yang menimpa Runa," Daru menegaskan. "Iya," Abizar mengangguk. Tiba tiba ponsel Daru berbunyi. Ternyata sepupunya. "Sebentar. Ini Darma," ucapnya. Abizar hanya mengangguk. Darma : Ada perkembangan terbaru. Si pemilik anting berlian itu sudah kita ketahui. Daru : Siapa? Darma : Hiranya Garjita Daru : Penyanyi itu? Darma : Iya, Dia menyanyi saat resepsi. Salah satu pengisi acara. Daru : Tapi.. Kenapa bisa? Apa Runa dan Hira saling kenal? Darma : Jangan dulu bilang Abizar. Tapi katanya, dia dan Runa dekat. Daru : What?!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN