HILANG INGATAN

1138 Kata
"Ru-runa hilang ingatan?" tanya Abizar tiba tiba muncul di dekat Jani dan Hana. "Aku tidak tahu, tapi melihat ekspresinya tadi.. Dia sepertinya tidak mengingat dengan baik. Tapi itu hal yang mungkin terjadi dalam kejadian gegar otak," jelas Hana. "Biasanya sementara saja." "Iya.. Aku juga sedikit bingung dengan reaksi Runa tadi. Dia seperti baru melihatku," jelas Abizar. "Padahal kita ketemu tadi di resepsi." Hana mengangguk, "Aku juga memperhatikan hal itu." "Tapi jangan khawatir, kita tunggu dulu hasil MRI," ucap Hana. Abizar menarik nafas panjang. Ia lalu menatap Jani, "Please, kendalikan dulu kemarahanmu. Aku tahu aku salah. Tapi kita di sini sama sama peduli pada Runa. Aku ingin menemukan pelakunya. Jadi bantu aku." "Iya, iya.. Aku kesal. Tapi.. Aku tahu kalau sepupuku itu sayang sekali sama kamu.." Jani mengatupkan bibirnya. "Jaga perasaan dia. Runa selalu membelamu dalam kondisi apapun." "Aku.. Aku sedih melihatnya seperti tadi," Jani tiba tiba terisak. "Apalagi, akhir akhir ini, dia terlihat selalu bersedih. Setiap kali melihatnya, aku juga selalu merasa sedih. Lalu ada kejadian hari ini. Perasaanku campur aduk," Jani menghapus air matanya. Hana merangkulnya. Jani langsung sesegrukan di pelukan Hana, "Radhea! Aku hanya berpikir, bagaimana kalau ada hal lebih parah terjadi pada Runa?" "Tapi lalu teringat kalau kamu juga seperti tidak memerdulikannya akhir akhir ini. Rasa marahku pun timbul," Jani terus terisak. "Aku marah pada situasi ini..." Abizar menunduk, "I'm sorry.. Sungguh.. Sorry." Ah, Jani benar! Aku salah.. Aku salah... Hana lalu tersenyum dan mencoba meredakan amarah Jani, "Sudahlah.. Sudah..." "Jan, Abizar benar. Kita harus bersatu padu mencari si pelaku," Hana menepuk nepuk punggung Jani, "Selain itu, make up mu nanti rusak." "Ah, kamu benar. Aku ke touch up dulu," Jani berhenti menangis dan berlari ke toilet perempuan. Hana lalu menatap Abizar, "Kita harus bicara." "Ada apa?" Abizar sedikit kaget melihat ekspresi serius Hana. Adik dari sahabat baiknya itu sangat jarang terlihat setegas ini. Kelembutannya sesaat seperti menghilang dan berubah menjadi Hana yang keras. "Runa bercerita sesuatu kepadaku. Dia memang tidak cerita ke Jani karena tidak ingin Jani bicara pada ayah dan ibunya. Runa tidak mau membuat keluarganya khawatir," jelas Hana. "Aku juga belum cerita pada Daru." "Apa?" Abizar menanti dengan tegang. "Stalker itu memang ada. Terbukti dari foto foto yang terkirim ke ponsel Runa," ungkap Hana. "Selain itu, ada surat cinta yang Runa terima. Ada seseorang yang terobsesi kepadanya." "Aku jadi teringat kejadianku waktu kuliah. Surat kaleng yang dikirimkan Tria karena rasa iri.. Tapi kali ini, bukan surat kaleng seperti itu. Isinya lebih ke obsesi seorang lelaki kepadanya," Hana melanjutkan ceritanya. "Obsesi? Seorang psikopat?" Abizar langsung merinding sendiri membayangkan kekasihnya berada dalam bahaya. "Aku tidak tahu. Nanti kamu bisa baca suratnya. Menurutku cukup menjijikkan.." Hana geleng geleng kepala. "Dia menjadikan Runa sebagai fantasi seksualnya. Abizar mengepalkan tangannya dengan geram, "Aku akan menemukan orang itu! Aku akan mengejarnya hingga kemanapun!!!" "Tenangkan dirimu.. Tolong rahasiakan dulu. Mmm.. Dia percaya padaku. Runa menunggumu menghubunginya, tadinya dia ingin meminta bantuanmu untuk menyelidiki diam diam," ucap Hana lagi. "Dia tidak ingin melaporkan pada tim keamanannya karena khawatir ayah dan ibunya jadi terus memikirkan hal ini, Runa berpikir pasti ayah akan memintanya kembali ke rumah, sementara dia ingin mandiri tinggal di apartemen," Hana melanjutkan ucapannya. Abizar terdiam. Tubuhnya terasa lemas. "Aku salah.." Ia menggumam. Hana tersenyum, "Runa tahu kamu sibuk. Dia mengerti dan selalu menyukai Abizar yang memiliki kecintaan besar pada profesinya demi membela kebenaran. Hanya saja, akhir akhir ini, dia mungkin butuh seseorang ada di dekatnya. Aku dan Daru sibuk mengurus pernikahan.. Jani dan yang lainnya juga sibuk membantuku. Itu sebabnya Runa kangen kamu lebih dari biasanya.." Abizar merasakan matanya kembali berkaca kaca. "Apa betul kata Jani? Runa sering menangis?" Abizar bicara perlahan. Hana mengangguk, "Iya. Dia kangen seorang Abizar. Bahkan, dua hari lalu, kita berenam three on three bermain basket." "Bridal shower ku berubah menjadi pertandingan basket," Hana tersenyum. "Kamu tahu, setelahnya dia tidur memeluk bola basket milikmu yang sudah bladus itu.." Hana tergelak. "Aku mengerti rasa rindu itu." "Ah, kenapa juga kamu tidak membalas pesan dan teleponnya?" Ia bicara perlahan. "Aku ingin marah, tapi juga mengerti." "Dia menangis tanpa henti saat membayangkan hubungan kalian akan berakhir. Kulit putihnya mendadak merah dan matanya tetiba bengkak," Hana menonjok pelan bahu Abizar, "Jangan seperti itu pada sahabatku. Runa jadi adikku juga sekarang." Abizar menggeleng, "Aku.. Tidak pernah membayangkan hidupku tanpa Runa." "Mmm.. Hana, kamu orang pertama yang tahu.. Tapi, setelah kasus besar yang aku tangani sekarang. Aku sudah berniat untuk.. Mmm.. Mengikuti jejakmu dan Daru," Abizar tersenyum, "Jadi please, jangan biarkan Runa mengakhiri hubungan ini." Hana langsung tersenyum lebar. Deretan gigi putihnya terlihat jelas. "SE-SERIUS?" Hana tak percaya. "Iya.. Tapi, ini rahasia.. Tolong.." Abizar menggaruk rambutnya. "Kalau itu terjadi, kamu akan menjadi adikku!" Hana tergelak. Abizar ikut tertawa. "Ada apa ini? Jangan bilang kalian menertawakanku!" Jani muncul dengan make up yang kembali mulus tanpa cela. Hana tertawa, "Ada ada saja. Apa juga yang bisa kita tertawakan? Putri Jani cantik begini..." Jani tersenyum kegirangan. Dia selalu senang ketika ada yang memujinya. Tiba tiba Daru muncul ikut mendorong bed yang membawa Runa. Abizar langsung berlari ke arahnya dan menggenggam tangannya, "Runa, kamu baik baik saja?" Ia mengiringi bed dorong tersebut kembali menuju kamar rawat. "Aku baik baik saja. Abizar, kamu kemana saja? Aku kangen," Runa berbinar binar menatapnya. Jari jemarinya dengan lemah meremas jari jemari Abizar. "Aku juga," Abizar berbisik. Aku juga.. Kangen. Sangat." "Apa kamu akan pergi lagi?" Runa tersenyum lebar. "Tidak, tidak.. Kamu prioritasku sekarang," Abizar meremas tangan Runa dengan erat. "Syukurlah.." Runa memperlihatkan lengkungan bibir yang begitu membuatnya cantik menawan hati. Abizar terpesona menatap kekasihnya. "I love you," ia berbisik. "Aku juga," Runa balas berbisik. "Sebetulnya yang pengantin baru itu aku atau kalian?" Daru tergelak melihat tingkah polah sahabat dan adiknya. Hana ikut tersenyum, "Kita rasanya seperti pengantin lama.." Daru merangkul Hana, "Istriku.. Kamu selalu jadi pengantinku seumur hidup." Hana mengecup pipi Daru, "Kamu juga.." Jani langsung cemberut, "Kalian bermesraan di hadapanku.. Annoying!" Hana hanya tertawa. Mereka akhirnya masuk ke kamar rawat. Mitha dan Danu langsung mendekat ke arah Runa. "Aku baik baik saja bu," Runa memperhatikan ekspresi cemas di wajah Mitha. "Syukurlah," Mitha menatap Daru, "Bagaimana hasilnya?" "Runa kehilangan memori jangka pendek, tapi ini biasanya hanya sementara," jelas Daru. Ia lalu memperlihatkan hasil MRI, "Ayah dan ibu bisa lihat bagian otak di bawah ini." "Ini namanya hippocampus. Posisinya terletak pada lobus temporal dekat pusat otak, yang bentuknya melengkung ini," Daru menunjuk bagian tersebut, "Nah fungsinya berperan penting dalam menyimpan memori, terutama ingatan awal. Runa mengalami gangguan di area ini, sehingga melupakan informasi verbal dan juga visual." "Hal yang bisa terjadi pada seseorang dengan cedera kepala," terangnya. "Dalam kasus seperti Runa, biasanya akan pulih dengan sendirinya." "Semoga saja," Mitha menarik nafas lega. "Setidaknya, kamu baik baik saja." "Memang, apa yang terjadi?" Runa bertanya tanya. "Sudah jangan dipikirkan. Nanti kamu akan mengingat dengan sendirinya," Danu membelai rambut putrinya. Runa pun terdiam. Ia mengerutkan keningnya dan berpikir. Apa yang terjadi padaku?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN