KISAH SI STALKER

1015 Kata
Danu, Mitha, Daru dan Hana tiba di Rumah Sakit Besari. Mereka bergegas masuk ke ruang VVIP tempat Runa dirawat, bersama dengan Dara dan Jani. Di dalamnya sudah ada Abizar dan Barra. Yang lain berdiam di ruang rapat eksekutif sambil menanti kabar terbarunya. "Bagaimana kondisi Runa?" Mitha dengan cepat mendekat ke arah putrinya. Danu mengikuti di belakangnya. Ia mengusap usap kening Runa. Barra menyerahkan hasil tes rontgen dan CT Scan pada Daru. "Kita tidak lakukan MRI, karena menunggu kedatangan kalian untuk persetujuan keluarga," ucap Barra. "Tapi sejauh ini kondisinya tidak mengkhawatirkan." Dengan serius Daru membacanya, "Tidak apa apa bu, Runa gegar otak ringan." "Ta-tapi, kenapa belum juga sadarkan diri?" Mitha meremas lengan putrinya. Hana bergerak ke arah Mitha dan mengelus punggungnya, "Kita tunggu." Abizar terlihat murung. Barra menepuk nepuk bahu putranya berulang kali. "Maafkan saya om," Abizar menatap Danu. "Saya.. Tidak menjaga Runa." Danu melihat wajah kekasih putrinya yang bersedih dengan mata merah, "Ini di luar kendali kita. Yang penting sekarang, Runa baik baik saja." Tiba tiba, ada gumaman pelan keluar dari mulut Runa, "Mmm.." Abizar langsung bergerak mendekat, "Runa.." Mitha membelai rambut putrinya, "Sayang.." Daru langsung mengecek mata Runa. Barra menyodorkan peralatan dokternya dan mengeluarkan senter untuk digunakan Daru. Secara perlahan, Runa membuka matanya. "A-aku dimana?" ujarnya terbata bata. "Di rumah sakit," Mitha mengecup kening putrinya. "Oh," Runa lalu menoleh ke arah Abizar dan tersenyum. "Kamu datang?" Abizar mengerutkan keningnya, "Iya aku datang." Ia lalu menatap Daru dengan heran. Daru langsung mengerti yang dikhawatirkan Abizar. "Ayah, ibu, sepertinya kita harus melakukan MRI," ucapnya. "Lakukan saja," Mitha menyetujui ucapan putranya. Daru keluar dan memanggil dokter yang memeriksa Runa. Suster pun membawa Runa langsung untuk pengecekan. "Aku ikut," ucap Daru. "Hanya dokter atau pasien yang bisa masuk ke ruangan MRI." "Iya sayang, perhatikan adikmu," Mitha meremas lengan Danu. Setelah Daru dan Runa pergi, ia lalu menatap suaminya, "Danu, apa yang terjadi? Kenapa Runa? Bahkan kejadiannya di galeri." "Bisma dan Darma sedang mengatasinya, nanti kita cari tahu setelah mereka ke sini," Danu menenangkan istrinya. "Sudah kak, yang penting sudah sadarkan diri. Daru juga tadi bilang kalau Runa baik baik saja. Kita pantau terus ok?" Dara ikut menenangkan kakak iparnya. "Iya," Mitha menarik nafas panjang. Jani menatap Abizar dan Hana penuh makna. Ia memberikan kode agar mereka keluar dari ruangan. Abizar dan Hana pun mengikutinya. "Ada apa?" tanya Abizar. "Aku mencurigai kalau pelakunya si stalker itu?" Jani mengepalkan tangan dengan geram. "Stalker?" Abizar bingung sendiri. "Sama. Aku sepemikiran," Hana mengangguk. "Jelaskan padaku.." Abizar tidak memahami pembicaraan mereka. "Ini yang aku dan Gema mau bicarakan tadi! Kamu sibuk sekali menyelamatkan dunia, sampai sampai kekasihmu kamu abaikan!" Jani menatap Abizar dengan kesal. "Tujuh hari ini, Runa menangis dan menangis. Kamu.. Kamu... TEGA!" Jani mengeluarkan kekesalannya. Abizar hanya diam. Iya, aku salah. "Hilang tanpa kabar. Apa itu namanya sayang?" Jani berkaca kaca saking kesalnya. "Runa berpikir kalau hubungan kalian tidak akan bisa diselamatkan. Dia sedih membayangkan kalian berakhir." "Ta-tapi tidak begitu. I-itu tidak mungkin!" Abizar langsung kaget. Runa terpikirkan untuk putus? Hana menatap Abizar, "Aku sangat mengerti kalau kamu sibuk dan mengurusi banyak hal penting. Tapi, Runa juga penting bukan?" Abizar menunduk dan menggumam, "Sangat." Ah, aku salah, aku salah! Tak heran Runa tidak semangat menangkap buket bunga tersebut. "Dari berjuta lelaki lain yang mendekatinya. Ya aku bilang jutaan! Karena tidak hanya satu, tapi banyak.. Banyak sekali lelaki yang mendekati Runa," Jani berkata tegas, "Tapi.. Tapi.. Kenapa dia bertahan dengan Radhea Abizar Nuswantara yang bahkan tidak memperdulikannya?" "Tidak begitu, aku sangat peduli sama Runa," Abizar membela diri. "Buktikan! Bukan cuma bicara.." Jani terus meluapkan emosinya. "Maafkan aku, tapi banyak lelaki lain di luar sana yang mungkin bisa menyayangi sepupuku lebih baik dari kamu." Hana menenangkan Jani, "Sudah. Sudah." "Aku kesal. Bahkan lelaki yang mengaku kekasih Runa ini tidak tahu kalau ada stalker yang mengganggunya!" Jani terus saja bicara. "Maafkan aku," Abizar terdiam. Ia menggigit bibirnya. "Aku salah," Abizar menunduk. "Tapi, jelaskan siapa stalker itu? Tolong," ucap Abizar. "Kita juga tidak tahu," Hana mulai bicara. "Sekitar lima hari lalu, ada kejadian menimpa Runa." "Dia pulang kantor berjalan kaki ke apartemennya. Sepanjang jalan, Runa merasa seperti ada yang mengikutinya. Tapi saat di mengonfirmasi tim keamanan yang menjaganya, menurut mereka tidak ada siapa siapa," jelas Hana. "Akhirnya Runa berpikir kalau itu mungkin hanya perasaannya saja," lanjutnya. "Tapi.. Setibanya di apartemen, ada pesan masuk ke ponselnya. Ada nomor tak dikenal mengirimkan foto foto Runa sedang berjalan kaki," Hana menceritakan kejadian hari itu. "Malam itu, aku dan Jani langsung datang ke apartemen menemani Runa yang ketakutan," tambahnya. "Besoknya terjadi lagi. Tapi kemudian berhenti. Tidak ada lagi kiriman foto foto, sampai kejadian hari ini." "Kita sudah meminta tim keamanan mengecek nomor tersebut, tapi tidak terlacak. Itu dari burner phone," jelas Hana. "Aku tidak mengerti maksudnya. Apa menakut nakuti Runa? Atau dia penggemar gelap? Atau apa?" Hana menambahkan. "Kamu tahu, mmm.. Banyak sekali lelaki yang mengejar Runa. Jadi, aku dan Jani berpikiran kalau mungkin saja pelakunya salah satu dari mereka," terangnya. Abizar diam diam mengecek ponselnya, ada pesan dari Runa dan misscall lima hari lalu. Runa : Abi, apa kamu pulang hari ini? Kabari aku ya? Runa : Abi, kamu dimana? Runa : Aku kangen. Apa kamu mengingatku? Abizar langsung berkaca kaca, "Nanti kita bicara lagi." Ia berjalan dengan cepat ke arah toilet laki laki. Air mata tak tertahankan lagi. Aku bodoh sekali! Apa susahnya membalas dan menelepon balik telepon dan pesan ini? Bagaimana kalau Runa terluka dan aku malah sibuk mengurus hal lain? Abizar menarik nafas panjang dan berusaha menenangkan diri. *** "Kamu jangan terlalu galak pada Abizar. Kita tahu kalau dia tidak melakukan itu dengan sengaja," Hana memberi nasihat pada Jani. "Aku tahu. Tapi.. Apa sih susahnya membalas pesan dan menelepon balik?" Jani menarik nafas panjang. "Iya, sudah. Kamu sudah bicara yang seharusnya," ujar Hana, "Sekarang kita bersama sama mencari tahu si pelaku." "Semoga saja Runa mengingatnya," tambah Hana lagi. "Memang, Runa bisa tidak mengingat?" Jani mengerutkan keningnya. "Gegar otak bisa menimbulkan hilang ingatan sementara, jangka pendek, atau jangka panjang. Aku tadi memperhatikan ekspresi Runa yang senang ketika melihat Abizar. Dia seperti tidak ingat kalau sebelumnya sudah ketemu di resepsi," ungkap Hana. "Runa... Hilang.. Ingatan?" Jani menggumam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN