"Tapi kamu bukan tipeku!" Ujar Verlona sambil nyengir menyuap makanan ke dalam mulutnya, ucapannya barusan langsung menohok jantung Aiden seolah pisau menghujam secara telak.
"Apa kamu bilang?" Aiden memegangi dadanya seolah terluka parah dan tidak bisa tertolong lagi.
"Kenapa mukamu yang pucat? aku yang terkena masalah malah kamu yang terlihat sakit parah!" Gerutu Verlona sambil berdiri lalu meninggalkan Aiden.
"Apakah dia menganggap aku dengan serius mengatakan cinta? padahal kan aku bilang ini cuma pura-pura! eh di bantu malah sok ketinggian selera?! Udah kayak terkena penyakit pede kronis dia!" Gerutu Aiden kesal sendiri.
"Astaga mobilku kempeeeees?!" Teriak Verlona sambil jongkok melihat dua ban depannya saat berada di parkiran.
"Kenapa? kayaknya butuh bantuan nih?" Ujar Agasta sambil ikut berjongkok di sebelah Verlona.
"Nebeng dong!" Pinta Verlona langsung membuat pria itu terkejut.
"Oke aku ambil motor dulu." Agasta tersenyum manis kemudian berdiri mengambil motornya di parkiran.
Verlona mengambil jurus andalannya untuk melarikan diri dari pria itu. Dia tahu itu pasti ulah Agasta begitu pikirnya saat itu. Setelah agak jauh berlari gadis itu segera menghentikan taksi.
Melihat itu semua Agasta langsung mengejar taksi yang di naiki Verlona. Dia sengaja memainkan gas melajukan motornya di depan taksi Verlona. Membuat pak sopir ketakutan.
"Bagaimana ini neng?" Tanyanya karena Agasta menghentikan motornya tepat di depan taksi. Hingga taksi itupun berhenti di tengah jalan.
"Saya turun di sini saja pak." Ujar gadis itu sambil menyodorkan ongkos taksinya.
Verlona turun dari taksi sambil menyibakkan rambutnya ke belakang.
Dengan langkah kaki yang sangat anggun mendekat ke arah Agasta.
"Kamu niat banget ya ngejar aku?" Ujarnya sambil menunjuk ke dadanya.
"Apa aku segitu mempesonanya hingga membuatmu tidak tahan?" Bisik Verlona di telinga Agasta dengan sengaja.
Pria yang terlihat kuat itu mendadak wajahnya berubah menjadi merah. Dengan berani Verlona mengangkat dagu Agasta agar melihat ke arahnya.
"Antar aku pulang." Perintahnya sambil memegang bahu Agasta.
"Dari tadi juga mau di antar kenapa malah kabur?" Tanyanya setelah mereka naik di atas motor.
"Rokku kabur kesana-kemari jika naik motor!" Teriak Verlona di telinga Agasta.
"Kenapa ban mobilmu kempes?" Tanya Agasta kemudian.
"Bukannya itu ulah kamu?" Verlona bertanya balik.
"Buat apa kurang kerjaan amat bikin ban mobil orang kempes." Ujarnya santai sambil mengambil kecepatan motornya.
"Akh! jangan cepat-cepat!" Verlona memegang erat pinggangnya di atas motor.
Agasta tersenyum manis melirik Verlona dari kaca spion memaki-maki dirinya.
Stop di depan rumah itu.
"Loh bukannya ini rumah pak Daniel?" Tanyanya sambil garuk-garuk kepala.
Verlona hanya tersenyum sambil meletakkan helm di tangan Agasta.
"Kamu tinggal dengan pak Daniel?" Tanyanya kemudian. Gadis itu tersenyum sambil mengangguk.
"Kalian saudaraan?" Tanyanya lagi.
"Aku pacarnya!" Ujar Verlona sambil berlalu.
"Woah! sulit di percaya, dipikir aku segampang itu percaya padanya?!" Desisnya sambil menyalakan motornya dan berlalu dari rumahnya.
Verlona melangkah ke dalam rumah dengan langkah kaki gontai.
"Kak pindahkan aku ke kampus lain dong?" Teriaknya sambil berbaring terlentang di kursi sofa.
"Ini sudah ke delapan kalinya kamu pindah-pindah terus! gak capek apa? dari London ke Paris terus ke Malaysia, ke Indonesia pindah lagi ke Hindia pindah lagi ke Canada, lalu ke Australia, ini yang terakhir di Jerman gak ada pindah-pindah lagi!" Ujarnya sambil meneguk air minum di dalam botol.
"Tapi kayaknya bakal banyak masalah yang lebih rumit dari sebelumnya deh kak." Keluhnya sambil merentangkan kedua tangannya.
"Kamu bikin masalah apalagi sih?" Tanya Daniel sambil duduk di sebelahnya mengusap kepala adiknya itu.
"Aku bilang kalau kamu pacarku!" Ujar Verlona sambil menggenggam tangan Daniel.
"Uhk! byuuuuur!" Daniel tersedak mendengar ucapan Verlona barusan.
"Kali ini kamu mencari masalah denganku?" Tanya Daniel dengan mata membeliak terkejut tidak percaya.
"Tega banget sih?" Keluhnya sambil meneguk air sebotol langsung habis.
"Bukan sengaja juga kok, tapi terpaksa!" Jelasnya jujur sambil meringis.
"Pantas saja aku gak laku-laku! ternyata selama ini kamu biang keroknya!" Teriak Daniel dengan wajah murka pada Verlona.
"Bukanlah! masa gara-gara aku sih? emang wajah kurang cakepan gitu kok nyalahin orang?" Gerutunya sambil menggigit bantal di kursi.
"Wajah cakep begini masih di bilang jelek?!" Teriaknya sambil mencengkeram tengkuk adik sepupunya itu sambil mengguncangkan ke kanan-kiri.
"Nah itu ngaku! emang jelek kok! ha ha ha!" Verlona berlari masuk ke dalam kamarnya bersembunyi dari kejaran kakaknya.
"Awas kamu! pokonya besok kamu harus membersihkan namaku! jika tahun ini aku tidak dapat pacar lagi! kamu yang harus jadi pacarku betulan!" Teriaknya lagi sambil tersenyum di luar pintu.
"Apa kamu bilang? coba bilang lagi?" Tanya Verlona sambil berdiri di ambang pintu kamarnya.
"Kamu harus membersihkan namaku!" Ujar Daniel sambil berdiri berhadapan dengan Verlona.
"Bukan yang itu, tapi setelah itu!" Tanya Verlona dengan tidak sabar.
"Tahun ini aku harus dapat pacar!" Ujarnya lagi.
"Bukan yang itu, tapi setelah itu!" Kejar Verlona sambil menarik krah baju kakaknya.
"Kenapa kamu menarik krah bajuku?" Tanya Daniel karena wajahnya semakin dekat dengan wajah adik sepupunya itu.
"Cepat katakan yang terakhir tadi apa?!" Teriak Verlona dengan geram.
"Kamu yang harus jadi pacarku!" Tandas Daniel sambil melihat gadis di depannya dengan tatapan serius.
"Duaaak!" Membenturkan kepalanya ke dahi kakak sepupunya.
"Akh! sakit!" Teriak Daniel sambil memegangi dahinya yang benjol.
Dengan santai Verlona melangkah keluar dari kamarnya mengambil air minum dan meneguknya sambil menahan tawa.
"Emang segampang itu apa dapat pacar? aku aja yang udah pindah sampai tujuh kampus juga gak nemu yang namanya pacar itu! Ngelihat juga gak pernah apalagi tahu yang namanya pacar!" Gerutu Verlona sambil meniti tangga menuju ke lantai atas. Terus menggelengkan kepalanya berkali-kali, tidak habis pikir dengan ucapan Daniel.
Gadis itu melangkah ke dalam kamar mandi yang ada di lantai atas, dan menjemur pakaian.
Daniel masih sibuk mengoleskan salep pada dahinya di depan cermin, sampai bel rumahnya berbunyi dan membuat pria itu melangkah menuju ke pintu.
Dia langsung membuka pintu rumahnya tanpa mengintip dulu siapa yang bertamu ke rumahnya hari itu.
"Hai!" Sapa seseorang yang tidak asing.
"Apa ada hal penting? tumben ke rumah?" Tanyanya sambil berdiri di ambang pintu rumah menghalangi Erlangga masuk ke dalam. Sengaja merentangkan kedua tangannya di ambang pintu.
"Cuma mau ngasih ini, coba kamu tinjau lagi." Ujarnya sambil melongokkan kepala ke seluruh penjuru rumah mencari seseorang. Terus berjinjit mencari celah untuk masuk ke dalam rumahnya.
Verlona yang ada di lantai atas, dia sedang sibuk menjemur pakaian di atap rumah. Setelah selesai gadis itu turun ke lantai bawah sambil membawa ember, tapi dia berhenti menuruni tangga saat mendengar suara pria, tidak lain adalah dosen yang mengajar di kelasnya itu ada di lantai bawah.
"Ngapain dia tiba-tiba ke mari?" Tanya gadis itu dalam hatinya, sambil menajamkan pendengarannya mencoba mencuri dengar dari percakapan mereka.
Verlona mendengar mereka hanya membicarakan tentang pekerjaan di kampus.
Erlangga terus melongokkan kepala kesana-kemari, lalu pandangan matanya tiba-tiba terjatuh pada timba yang mengayun, dan setengah kaki mulus seorang gadis sedang berdiri di tangga paling atas.
"Ah, aku ingin ke kamar mandi sebentar." Ujarnya sambil menerobos masuk ke dalam rumah menabrak Daniel, hingga membuat pria itu tersungkur ke samping menabrak pintu.
Daniel mengusap hidungnya yang memar.
"Mimpi apa sih aku semalam, baru setengah hari sudah memar dua kali! yang di kening belum sembuh sudah nambah satu lagi di hidung!" Gerutunya sambil cemberut. Kemudian mengikuti Erlangga ke dalam rumahnya.
Erlangga berdiri di depan tangga, mematung seolah-olah kakinya membeku di sana.
"Kamu kenapa?" Tanya Daniel sambil menepuk bahunya.
"Sepertinya aku baru saja melihat hantu wanita berdiri di sana!" Teriaknya dengan suara gemetar. Seluruh tubuhnya mengginggil ketakutan. Sepertinya sebentar lagi pria itu akan terkencing-kencing di celananya.
"Masa sih?" Tanya Daniel tidak percaya. Dia ikut melihat ke arah Erlangga menatap.
"Iya, wanita itu memakai baju tidur sambil membawa ember!" Jelas Erlangga lagi.
"Apa yang dia maksud itu Verlona? tapi kenapa dia bisa mikir kalau itu hantu?" Bisik Daniel dalam hatinya, masih tidak mengerti apa yang di maksud oleh sahabatnya itu
"Sudah mendingan kamu pulang saja." Daniel mendorong punggung Erlangga keluar dari pintu rumahnya.