"Tapi itu! itu!" Ujar Erlangga masih dengan wajah gugup sambil menunjuk ke arah lantai atas. Daniel segera menutup pintu rumahnya setelah pria itu keluar.
Dia bersandar di daun pintu sambil mengelus dadanya menarik nafas dalam-dalam.
"Kenapa?" Tanya Verlona sambil turun membawa ember kosong.
"Astaga! apa itu? pantas saja Erlangga sepucat itu! muka mirip kuntilanak begitu siapa yang tidak takut!" Daniel terkejut melihat muka gadis itu memakai krim setebal tiga sentimeter.
"Apa sih? ini masker tahu!" Ucapnya cuek sambil mengelus pipinya berdendang santai menuju dapur.
Malam itu Daniel duduk di ruang tengah sambil mengerjakan pekerjaan yang dibawakan oleh Erlangga tadi sore.
Verlona asik nonton film telenovela kesayangan di ruang belakang. Gadis itu mengenakan bando telinga kelinci warna merah jambu.
"Woi kecilin dikit volumenya dong!" Teriak Daniel dari ruang tengah.
Verlona mematikan televisi kemudian berjalan menuju ruang tengah menghampiri kakak sepupunya itu.
"Apaan? gak dengar tadi kamu ngomong apa?" Tanyanya, terus mengunyah keripik singkong memeluk toples besar.
"Gak jadi!" Ujar Daniel sambil tersenyum garing melihat kelakuan konyol adik sepupunya.
"Apaan sih! udah teriak-teriak di datangi, malah katanya gak jadi." Gerutu gadis itu sambil berjalan menuju beranda depan rumahnya.
"Kamu gak belajar?"
"Gak, aku kan udah pinter sejak lahir." Sahut gadis itu santai.
"Pinter bikin masalah!" Gumam Daniel dengan suara pelan.
"Pinter beneran tahu!" Teriak gadis itu tidak terima, karena merasa diledek.
Verlona mengambil skrip nilai dari dalam laci kamarnya lalu meletakkan di atas meja kakak sepupunya itu.
Daniel melihat daftar nilai adiknya itu, ternyata benar semuanya adalah nilai A. Bahkan adiknya itu mendapat piagam penghargaan terbaik di setiap kampusnya.
Bahkan dia tidak pernah mendapat teguran dari pihak kampus.
"Lantas kenapa kamu setiap tahun pindah?!" Tanya Daniel terkejut, ketika adiknya itu bahkan mendapat tawaran untuk mengajar di kampus bidang kedokteran juga ahli kimia.
"Spesialis bedah, spesialis organ dalam, spesialis kulit, spesialis mata, bedah jantung, matematika, spesialis tulang, dan ahli kimia?!" Teriaknya sambil membelalakkan matanya melihat ijasah kelulusan milik Verlona di atas meja.
Semua bidang di tempuh oleh gadis itu dalam waktu kurang lebih satu tahun.
"Papa yang mengirimkan aku ke sini." Ujarnya santai sambil duduk di sebelah Daniel masih mencomot keripik dari dalam toples.
"Kenapa?" Tanyanya sambil melirik Daniel yang masih mematung menatap wajahnya sejak tadi.
"Lalu kenapa paman mengirimmu ke mari? bahkan kamu mendapatkan sertifikat kelulusan dari Amerika di bidang kimia?" Daniel masih tidak mengerti apa tujuan pamannya itu mengirimkan Verlona tinggal dan sekampus dengan dirinya.
"Gak tahu, malas mikir, capek, aku tidur dulu, besok nebeng, bangunkan aku, mobilku di bengkel." Ujar Verlona bertubi-tubi sambil berlalu ke dalam kamarnya.
Gadis itu bersandar pada daun pintu di dalam kamarnya. Matanya terpejam dan tiba-tiba merembes butiran bening di sela-sela bulu matanya yang lentik.
Dia ingin menangis dan bersandar di bahu kakak sepupunya itu, tapi dia tidak bisa membebani Daniel dengan masalah pribadinya. Dia ingin menceritakan segalanya tapi tetap tidak bisa.
Bukan rahasia lagi bahwa sebenarnya Verlona adalah gadis kecil yang tidak jelas asal-usulnya.
Dia saat itu tersesat, yang kemudian ditemukan oleh keluarga Eldana. Dan diangkat sebagai puteri mereka.
Verlona memiliki dua kakak laki-laki yang sekarang menjabat sebagai Presdir di setiap perusahaan untuk meneruskan bisnis keluarganya.
Kakak pertamanya bernama Erlando Eldana, dan kakak keduanya bernama Dilan Eldana.
"Jika saja kakak Erlando tidak melakukan itu! jika saja aku bisa bersikap tegas! papa tidak akan menyingkirkan aku dari rumah, setiap menyelesaikan studiku."
Geram gadis itu masih terus menangis, tubuhnya perlahan merosot jatuh di lantai.
Verlona terisak sambil memeluk kedua lututnya.
Ingatan gadis itu kembali melayang saat usianya masih enam belas tahun.
***Flash back
Kakaknya Erlando Eldana bertaruh dengan adiknya Dilan Eldana. Mereka bertaruh untuk mendapatkan Reyla Kirana, gadis cantik asal Portugis.
Dan Erlando yang memenangkan pertaruhan tersebut. Namun sebenarnya Erlando Eldana tidak mencintainya, dan dia berusaha menyingkirkan gadis itu dari sisinya.
Erlando tidak ingin bertunangan dengan Reyla Kirana. Pada saat itu perusahaan Eldana sedang menjalin hubungan bisnis yang sangat baik dengan keluarga Reyla Kirana.
Tepat pada malam pertunangan itu, di dalam kamar Verlona.
Gadis yang muda belia, Verlona mulai menginjakkan usia tujuh belas tahun tampil dengan gaun setengah d**a.
Mulai terlihat lekukan tubuhnya yang menonjol, tubuh gadis itu sangat sekal dan padat berisi membuat pria manapun tergiur. Dan kecantikan yang alami, kepolosan wajahnya mengundang setiap orang menaruh simpati padanya.
Saat itu Erlando yang ingin kabur tanpa sengaja menerobos masuk ke dalam kamarnya. Dia melihat adiknya sedang menyisir rambut panjangnya di depan cermin.
Gadis lugu itu menoleh ke arah kakaknya, dia bertanya-tanya kenapa kakaknya masuk ke dalam kamarnya waktu itu.
"Kakak? kenapa kakak kemari?" Tanyanya sambil berdiri menatap polos wajah Erlando.
Erlando sangat tampan, dia memiliki rambut ikal, tatapan bola matanya setajam elang. Memiliki alis yang tebal, dia juga sangat profesional di bidang pekerjaannya.
Setelah perusahaan Eldana dipegang olehnya, perusahaan tersebut meraih keuntungan berlipat ganda dan lebih maju dari sebelumnya.
Erlando eldana berjalan mendekat ke arah Verlona, sambil membekap bibir adiknya. Kemudian mengancungkan jari telunjuknya pada bibirnya sendiri sambil menoleh ke arah pintu.
"Erlando! keluar kamu!" Suara papanya sedang mencari dirinya sambil membuka pintu di setiap ruangan.
Tepat saat pintu kamar Verlona terbuka, Erlando tanpa angin tanpa hujan, merobek gaun Verlona dan mendorong tubuh gadis kecil itu di atas tempat tidur kemudian mencium bibirnya. Melumatnya dengan buas, dia tidak memberikan kesempatan kepada Verlona untuk menolaknya.
Tidak memberikan kesempatan pada gadis itu untuk bertanya padanya kenapa dia melakukan itu tiba-tiba.
Verlona berusaha berontak tapi kakaknya menahan kedua tangannya. Dia hanya bisa membeku meremas seprei di kedua sisi tubuhnya. Menatap mata kakak angkatnya lekat-lekat, mencari jawaban dari pertanyaan yang berputar-putar dalam kepalanya.
"Apa yang kalian lakukan!" Teriak Tuan Eldana sambil menarik Erlando dari tubuh Verlona.
"Papa aku, aku tidak!" Ujar Verlona dengan suara terbata sambil menahan gaunnya agar tidak jatuh dari tubuhnya.
"Plaaak! plaaaak!" Tamparan keras melayang di kedua pipi Verlona.
"Besok papa akan mengirim kamu pergi ke Amerika!" Ujar tuan Eldana dengan wajah murka dan kebencian melihat wajah Verlona.
Gadis itu jatuh terduduk di lantai mendengar ucapan papanya itu.
"Dan kamu! lanjutkan acara pertunangannya!" Teriaknya pada Erlando, sambil menyeret putra pertamanya itu keluar dari kamar Verlona.
Erlando menatap wajah Verlona sambil tersenyum, seolah-olah mengatakan bahwa kamulah yang aku mau, bukan Reyla Kirana.
Pertunangan Erlando tidak bertahan lama, setelah tiga bulan pertunangan tersebut berakhir. Karena Erlando Eldana yang memutuskan hubungan tersebut.
Verlona tidak mengerti kenapa kakaknya melakukan hal itu padanya. Dia melakukannya begitu saja, tanpa kata tanpa isyarat.
Bahkan saat gadis itu berangkat ke Amerika untuk melanjutkan studinya, Erlando Eldana tidak memperlihatkan batang hidungnya.