Ch-6 Pertemuan tak terduga!

1177 Kata
Erlando tidak menjelaskan apapun padanya, seolah-olah dengan sengaja ingin mengusir adiknya itu keluar menjauh dari dalam keluarga besarnya. Erlando yang selalu menggendong tubuhnya sejak kecil, sejak dia berusia lima tahun. Dan temannya bermain, dia juga yang selalu menjemputnya di saat gadis itu menginjak di bangku SMP. Namun kini kakaknya yang sangat disayanginya itu juga yang membuatnya terpisah dari keluarga angkat yang sangat dicintainya. Verlona sengaja belajar mati-matian, dia bertekad untuk segera pulang setelah meluluskan studinya. Dan dia juga bertekad untuk meraih nilai tertinggi di setiap mata pelajaran yang dia tekuni. Tapi begitu dia lulus dan pulang, papanya terus mengirimkan dirinya kembali ke luar negeri untuk melanjutkannya studi di bidang yang lain. Sampai delapan tahun berturut-turut. Kini usia gadis itu sudah dua puluh lima tahun, dan papanya mengirimkannya ke Jerman untuk kuliah lagi di sana. Dia masih tetap tidak tahu maksud papanya mengirimkannya ke tempat yang jauh. Dia juga tidak memiliki perasaan apapun pada kakaknya Erlando Eldana. Dia menganggap Erlando Eldana sebagai saudaranya sendiri, tapi siapa sangka jika kakaknya itu akan menggunakan dirinya untuk membatalkan acara pertunangannya. Dan membuat dirinya menjadi gadis yang terusir dan terkucilkan dari keluarganya. *** Tak lama kemudian Verlona beranjak berdiri lalu melangkahkan kakinya menuju tempat tidurnya. Entah sudah berapa lama dia terlelap di atas tempat tidurnya. Saat jam tiba-tiba berbunyi membangunkannya. "Ah sudah pagi rupanya!" Gadis itu menggeliat lalu berjalan keluar menuju ke kamar mandi. "Papa hanya ingin menyingkirkanku." Gumam gadis itu perlahan, dia tidak tahu jika Daniel sedang berdiri di dinding di sebelahnya. Pria itu mendadak menghentikan langkahnya ketika mendengar gumaman Verlona. "Kenapa dia mengatakan hal itu?" Bisik Daniel tidak mengerti, padahal selama ini Verlona sangat disayanginya, dan hampir setiap minggu dia menanyakan kabar putri satu-satunya itu. Daniel tahu Verlona adalah puteri angkat pamannya, saat pamannya sedang melakukan perjalanan bisnis ke London dia pulang membawa gadis kecil berusia empat tahun. Dan meresmikan gadis itu sebagai putrinya juga memasukkan di dalam daftar keluarganya. Nyonya Eldana juga sangat senang memiliki putri cantik dan imut. Sudah sangat lama dia menginginkan putri kecil. Apalagi Verlona adalah gadis yang penurut, dia tidak pernah membantah apapun yang di perintahkan oleh papa dan mama angkatnya. Dia selalu ingin bersama dengan mereka, baginya merekalah keluarganya. Cukup dengan kebersamaan dengan mereka sudah sangat membuatnya bahagia. Karena itulah dia selalu giat dan rajin untuk meraih segala prestasi. Daniel sudah menunggu di dalam mobil, Verlona dengan gayanya seperti biasa melangkah anggun ke dalam mobil kakak sepupunya itu. Dari kejauhan tampak pria tampan sedang duduk di dalam mobil sport mencermati Verlona. Dua butir air bening merembes, menetes keluar jatuh di bawah kacamata hitamnya, turun di kedua pipinya. Pria itu menyandarkan kepalanya di sandaran mobilnya, tangannya meremas kemudi mobilnya dengan geram. "Bagaimana caranya aku menjelaskan segalanya pada gadis itu!" Geramnya dalam amarah. Verlona sampai di kampus, dia sengaja diturunkan di kafe yang berjarak sekitar dua puluh meter dari kampus. "Kenapa kamu menurunkan aku di sini?!" Protes gadis itu ketika Daniel mendorongnya paksa keluar dari dalam mobilnya. "Aku tidak ingin kita terlibat gosip!" Jelasnya sambil lalu melambaikan tangan. "Dasar!" Gumam Verlona dengan kesal menyibakkan rambutnya ke belakang, masih memegangi kepalanya. "Astaga!" Teriaknya sambil menghentikan langkah saat mobil sport merah menghadang tepat di depannya. Verlona terpaksa menyingir, dan hendak lewat tapi lagi-lagi mobil itu dengan sengaja di hadangkan di depan langkah kakinya. "Woi! apa-apaan kamu! mau nyeberang atau gimana sih nih mobil!" Geramnya sambil berkacak pinggang menggedor kaca mobil tersebut. Saat kaca jendela hitam itu turun, alangkah terkejutnya dia melihat sosok yang sudah delapan tahun menghilang dari pandangannya. Sosok yang dahulu sangat dekat dengannya tapi telah lenyap bak ditelan bumi. "Kakak?" Verlona menjatuhkan tas di tangannya, air matanya menetes tanpa disadari olehnya. Erlando Eldana segera membuka pintu mobil dan berdiri berhadapan dengan dirinya. Pria itu melangkah mendekat. Verlona melangkah mundur menjauh darinya berlari terhuyung-huyung masuk ke dalam kampus, dia bahkan meninggalkan tasnya di jalan. Erlando memungutnya dan melihat isinya, ada ponsel dan beberapa buku mata pelajaran kuliah hari itu. Erlando eldana berjalan menuju ke dalam kampus, bermaksud mengembalikan tas adiknya itu. Agasta melihat tas Verlona ada di dalam genggaman Erlando, dan dia juga melihat wajah ketakutan Verlona yang tiba-tiba berlari ke dalam kampus saat melihat pria itu. Waktu itu dia sedang mengendarai motor balapnya juga hendak masuk ke dalam kampus. Agasta berhenti di depan Erlando berdiri, mencermati dari ujung kepala sampai ujung kaki tanpa berkedip masih nangkring di atas motornya. "Eh kamu penculik ya?" Tanya Agasta tanpa rasa sopan santun. "Bukan." Jawab Erlando santai. "Penjahat?!" Tebak Agasta lagi. "Bukan!" Jawabnya dengan senyum sinis. "Lalu kenapa pacarku kabur saat melihatmu?!" Agasta merebut tas Verlona dari genggaman Erlando lalu mengalungkan di lehernya. Pria itu tersenyum sinis menatap wajah Erlando Eldana. Wajahnya terperanjat syok mendengar pernyataan darinya. "Verlona pacaran sama pria berandalan begitu?" Bisik Erlando dalam hatinya. "Jika aku yang menyukainya saja dia dikirim ke Amerika, apalagi pria macam begundal begitu? pasti papa bakal mengirimnya ke planet mars." Ujarnya sambil mengangkat kedua alisnya. Setelah memarkirkan motornya Agasta berlari mengejar Verlona ke dalam kelas. Verlona terus berlari menuju gedung kampusnya. Dia berpapasan dengan Aiden di depan kafetaria, karena mata pria itu selalu tertutup oleh poninya dia tidak melihat Verlona yang sedang berlari kencang melaju ke arahnya. "Duk! Akh! gubraak!" Aiden jatuh terguling ke lantai sambil meringis menahan nyeri kakinya. "Woi kalau lari pakai mata dong! enak aja nabrak-nabrak terus kabur!" Umpat Aiden sambil berusaha bangkit berdiri. "Ini pakai kaki, bukan pakai mata! kalau lari pakai mata mau di copotin dulu satu-satu? mending tu poni di pendekkin deh!" Ujar Verlona tanpa perduli terus melangkah pergi. Agasta berlari mengejar Verlona dia tidak memperdulikan Aiden yang sedang berpegangan pada dinding masih berusaha berdiri. "Woi! ngalangin jalan aja Lo! minggir dong!" Teriak Agasta sambil berlari. "Duk! Braaak!" Aiden kembali terguling jatuh ke dalam parit, untung parit kampus sudah tertutup semen. Jika tidak sudah bau parit tubuh pria berponi itu. "Enak aja, emang ni jalan punya nenek moyang Lo? gue juga punya hak lewat sini! kuliah gak gratisan juga!" Dumelnya kesal masih terlentang di tepi jalan. "Apes banget gue, pagi-pagi sudah ketemu pasangan sinting." Gerutu Aiden sambil membersihkan bajunya dari kotoran debu. Pria itu melangkah hati-hati sambil memegangi poninya ke atas dahinya, terus melihat sekitar takut ada orang nyelonong menabrak dirinya lagi. "Kamu ngapain jalan lambat-lambat macam keong? gak dengar bel masuk!" Sergah Erlangga berlalu di sampingnya, berjalan mendahuluinya. "Ah iya maaf pak! whuuuuussssshhhh!" Berlari secepat kilat mendahului Erlangga, membuat berterbangan lembaran soal yang berada di tangannya. "Astaga! anak itu!" Gerutunya sambil memungut kertas soal yang berhamburan di lantai. Verlona duduk di kursi seperti biasanya, Agasta berdiri di depan kelas sambil menenteng tas Verlona yang tergantung di lehernya. "Pacarku mana ya?" Ujarnya keras sekali sampai diteriaki seluruh siswa di dalam kelas. "Huuuuuu!" Teriak riuh siswa lain. "Sayang kemari dong, ini tas kamu Abang bawain." Ujarnya lagi sambil tersenyum menatap wajah Verlona. "Huhu lebay! lebay!" "Eh bukankah itu tasnya Verlona!" "Iya! mereka berdua jadian?" "Pak Daniel gimana dong?" Aiden masuk ke dalam ruangan mendengar ejekan yang dilemparkan seluruh kelas pada gadis itu, dia juga melihat wajah Verlona yang terus terbenam di atas meja. Verlona menenggelamkan wajahnya di atas meja, gadis itu malu setengah mati mendengar ucapan Agasta di depan kelas. Harga dirinya benar-benar terasa ternoda. Aiden berjalan ke arah Agasta. "Ngapain Lo kemari?" Tanya Agasta dengan nada tidak senang. "Balikin tas pacar gue!" Teriaknya sambil membuka poninya ke atas memandang penuh amarah. "Wah! kayaknya Lo salah alamat deh!" Sergahnya tak mau kalah sambil berkacak pinggang. "Serius kok kita kemarin jadian!" Ujar Aiden tambah memperburuk keadaan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN