Part 7 Dia atau aku

1571 Kata
"Apa sih yang dilakukan mereka berdua?!" Gumam Verlona sambil beranjak berdiri dengan marah. "Ngapain kamu ikut kemari?" Tanya Aiden dan Agasta bersamaan. "Tentu saja buat ngambil ini!" Merebut tasnya dengan kasar sambil mendelik ke arah mereka berdua. "Artinya kamu mengaku aku pacarmu!" Teriak Agasta lagi. "Aku bukan pacarmu juga bukan pacarmu!" Teriak Verlona sambil menarik krah baju mereka berdua. "Wah gadis ini mengerikan! dia berani melawan dua pria sekaligus! yang satu pria yang tak pernah bisa disentuh, yang satunya preman yang sangat ditakuti." Gumam Erlangga ketika masuk ke dalam kelas. "Kalian bertiga! Apa yang kalian lakukan, di depan kelasku?" Teriak Erlangga melangkah mendekat ke arah Verlona. Melihat kedatangan Erlangga gadis itu buru-buru menurunkan kedua tangannya dari krah baju Aiden dan Agasta. "Presentasi Drama Korea pak!" Ujar Verlona asal-asalan sambil nyengir menatap Erlangga, lalu menyeret lengan Agasta dan Aiden duduk ke bangku mereka berdua masing-masing. Anehnya mereka berdua menurut saja ketika gadis itu menyeretnya, seperti kerbau yang dicocok batang hidungnya. Pelajaran hari itu berjalan lancar, hanya Aiden yang terbengong sambil menyibakkan poninya ke atas terus menerus menatap wajah Verlona. "Kenapa Lo? bengong begitu, baru nyadar ya kalau gue cantik gak ketulungan!" Seloroh Verlona penuh percaya diri pada Aiden. Dia diam saja tanpa menjawab masih terbengong. Biasanya saja pria itu tidur seharian, kini malah sepanjang waktu melotot ke arahnya. Verlona mengambil jepit rambut dari dalam tasnya, lalu menjepitkan pada poni Aiden sambil terkekeh geli. Aiden diam saja diperlakukan begitu olehnya. Bel sudah berbunyi dan para mahasiswa bersiap-siap untuk pergi keluar kelas. "Woi! Lo gak pulang Den?" Tanya Verlona sambil menyodok lengannya dengan siku kirinya. "Sejak kapan kamu perhatian denganku?" Tanyanya tiba-tiba, membuat gadis itu tertawa terpingkal-pingkal. "Hahahaha, buka mulut sekali tapi malah melempar pertanyaan yang bikin mual!" Gadis itu terkekeh geli menata buku ke dalam tas. "Waah! salah makan Lo ya? udah bel pulang! Lo mau jadi sekuriti di kelas? oke terserah deh." Ujarnya lagi sambil tersenyum melihat wajah pria itu. Agasta menarik lengan Verlona keluar kelas sambil melotot ke arah Aiden seakan-akan dia telah merebut barang miliknya. Erlando eldana sudah berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya di depan d**a. Dia menunggu Verlona keluar dari dalam kampusnya. "Ngapain dia menungguku di sini?" Melihat ke arah Erlando, sambil mengibaskan genggaman tangan Agasta. "Pria ganteng itu pacarmu?" Tanyanya sudah tidak tahan melihat wajah tampan merasa kalah saingan. Verlona masih mengintip di balik dinding melihat Erlando tak kunjung pergi dari tempat itu. "Dia? pacarku? tahu dari mana Lo? buaak!" Tanyanya sambil menabok kepala Agasta dengan sengaja. "Apa sih! sakit tahu?!" Gerutunya sambil menata kembali rambutnya. "Tahu kok sakit! makanya sengaja nabok!" Ujarnya asal-asalan. "Dia sepertinya sangat menyukaimu!" Berlalu meninggalkan Verlona, menuju ke parkiran. Setelah mengambil motornya dia segera menyalakan dan melaju berhenti di depan Erlando. "Nyari gadis itu?" Tunjuk Agasta pada Verlona yang masih sembunyi di balik dinding. Agasta melepaskan kiss bye ke arah wajah merah padam di balik dinding lalu berlalu dengan sepeda motornya keluar kampus. "Dasar sial! preman sinting itu! awas kamu!" Umpat gadis itu marah pada Agasta sambil mengepalkan tangannya. Erlando eldana tersenyum lalu berjalan menuju tempat Verlona bersembunyi. "Kenapa sembunyi dariku?" Tanyanya dengan nada lembut. Verlona enggan menjawab, malah mengambil ponsel dari dalam tasnya menghubungi sepupunya Daniel. "Kak, kamu dimana? bisa gak pulang bareng?" Tanyanya tanpa melihat ke arah Erlando. Pria itu terabaikan sepanjang jalan. "Gak bisa, naik taksi saja." Balas Daniel dari seberang. Verlona menghentikan taksi, dan segera masuk ke dalam. Dia tidak ingin bicara apapun dengan kakak tirinya itu. Bersamanya hanya akan membuat dirinya terluka. Kenangan yang sudah dipendam selama delapan tahun. Dan harus dikuburnya untuk selamanya. Verlona turun dari taksi di depan rumah Daniel. Dengan sangat santai dia melangkah masuk ke dalam rumah, saat di halaman dia terkejut melihat mobil Erlando terparkir di halaman rumah milik Daniel. "Jangan-jangan kakak?!" Teriak gadis itu sambil berlari menyerbu masuk ke dalam rumah. Hening, lenggang.. tidak ada siapapun di dalam rumah. Tanpa curiga sama sekali Verlona masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu melepaskan pakaiannya dan melangkah ke kamar mandi hanya berbalut sehelai handuk. Saat tiba di lantai atas dia mendengar suara air mengalir dari shower di balik pintu yang tertutup itu. "Jangan-jangan! Kak Erlando ada di dalam kamar mandi ini???!" Bisiknya lalu segera berbalik. "Bukankah kamu ingin pergi mandi?" Pintu kamar mandi terbuka, Erlando Eldana keluar dengan rambut basah. Langkah Verlona semakin cepat menuruni anak tangga, dia ingin segera menyingkir dari hadapan kakaknya itu. Dia tidak ingin dekat-dekat dengannya lagi, setelah dia membuat luka di hatinya. Suara langkah kaki cepat berada di belakangnya, dia tahu Erlando sedang mengejarnya. "Sudah delapan tahun dia menghilang! dan kenapa sekarang muncul seolah-olah tidak terjadi apapun antara dirinya dan diriku? aku sudah terbuang begitu lama!" Gerutu Verlona terus menuruni anak tangga. Kaki basah Erlando melangkah lebar menuruni anak tangga, dengan baju mandi yang diikat di pinggang. Mereka sudah sampai di lantai bawah, Verlona terus melangkah menuju ke dalam kamarnya. Erlando menarik tangannya hingga gadis itu berbalik berhadapan dengannya. Tapi situasinya tiba-tiba berubah drastis. Saat jarak antara mereka berdua sudah dekat kaki Erlando tergelincir karena tetesan air di lantai dari tubuhnya. "Akh! braaaakkkkk!" Erlando memekik jatuh menimpa Verlona. Verlona berada di bawah tubuhnya, mata mereka saling memandang satu sama lain. Verlona tidak bisa membaca pikiran kakak angkatnya itu, yang dia pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya bisa membebaskan diri dari himpitan tubuhnya. Erlando mendekatkan bibirnya ingin mencium bibir Verlona, tapi gadis itu melengos menghindar. "Kenapa kamu menghindariku?!" Teriaknya masih berada di atas tubuh Verlona. "Kamu bertanya kenapa aku menghindarimu?!" Tanya Verlona kembali padanya dengan mata berkaca-kaca. "Sadarlah! kak Erlando! aku adikmu! dan ini! apa ini? kamu menganggapku apa? wanita simpananmu?!" Verlona menunjuk d**a pria yang masih berada di atas tubuhnya. "Aku mencintaimu!" Ujar Erlando mengungkapkan perasaannya sambil menatap wajah Verlona lekat-lekat. "Kamu sudah gila!" Verlona mendorong tubuh Erlando agar menyingkir dari atas tubuhnya. Tapi pria itu sama sekali tidak mau menggeser posisi tubuhnya. "Cinta? cinta macam apa yang kamu suguhkan padaku? seorang kakak mencintai adik angkatnya?! cinta yang kelam dan terus berada selamanya di dalam kabut?!" Sergah Verlona masih terus berusaha untuk keluar. Verlona merasa sia-sia saja, pria itu tetap kukuh dan tidak mau melepaskan dirinya. "Kakak! cepat lepaskan aku! kamu tidak pantas melakukan ini padaku! aku adalah adikmu!" Teriaknya sudah kehabisan tenaga sambil memukul bahu Erlando. "Kamu bukan adikku!" Sergahnya lalu melumat bibirnya dengan lembut. Bukan rasa bahagia yang ada di dalam hati gadis itu. Tapi rasa pedih dan hancur di dalam hatinya, kenapa harus dia? kenapa harus kakak angkatnya? kenapa sekian banyak dari pria di luar sana adalah kakaknya sendiri. Perlahan air matanya terus mengalir. "Aku sangat mencintaimu, dan aku sangat merindukanmu." Bisiknya di telinga Verlona lalu beranjak duduk membenahi kembali bajunya. "Dasar pria b******k! Plaaak!" Verlona dengan wajah sembab menampar pipi kakaknya dan berlari masuk ke dalam kamarnya. Setelah memakai kembali bajunya gadis itu terus meringkuk di atas tempat tidurnya sepanjang sore. "Bagaimana mungkin hal ini menimpaku? kenapa dia begitu egois!" Verlona tengkurap sambil memukuli bantal yang sudah basah penuh dengan air matanya. "Verlona?" Suara Daniel memanggil dari luar pintu kamarnya. Gadis itu tidak menjawab tapi tetap meringkuk di atas tempat tidurnya. "Apa yang kamu lakukan padanya? dia tidak pernah seperti ini sebelumnya!" Menatap tajam ke arah Erlando Eldana yang sedang duduk santai di ruang tengah. Pria itu menyilangkan kakinya, sambil membaca surat kabar. "Menurutmu apa yang sudah aku lakukan padanya, dia gadis dan aku pria?" Erlando sengaja menyulut amarah Daniel. Erlando melemparkan surat kabar di atas meja, lalu melangkah menuju ke arah Daniel dengan tatapan mata tidak senang. Erlando melihat binar-binar cinta di dalam mata Daniel, dia melihat saudara sepupunya itu jatuh cinta pada adik angkatnya. Apalagi papanya juga diam-diam menjodohkan Daniel dengan Verlona. Tanpa sengaja Erlando mendengar percakapan antara paman dan ayahnya itu. Dan itu yang membuatnya mengambil penerbangan dadakan dari rumahnya menuju Jerman malam itu juga. Dia merasa tidak punya peluang sama sekali, Erlando tidak bisa tinggal diam. "Kamu kakaknya! kamu yang merawatnya sejak kecil! sampai hati kamu melakukan itu padanya!" Teriak Daniel tidak bisa mengendalikan amarahnya. "Sejak awal aku jatuh cinta padanya, aku tidak pernah menganggap dia sebagai adikku, dan aku menjaganya sepanjang waktu karena tidak ingin kehilangan dirinya!" Teriak Erlando tanpa rasa bersalah sama sekali. "Kamu juga tahu kami tidak memiliki hubungan darah! dan aku bisa menikahinya!" Teriaknya lagi sambil mencengkram kerah baju Daniel. "Langkahi dulu mayatku! jika kamu ingin menikahinya!" Teriaknya tidak mau kalah. "Braaakkkk!" Pintu kamar Verlona terbuka, gadis itu mengenakan kaos berwarna merah muda setelan baju tidur. "Kenapa kalian berisik sekali di depan kamarku! bisa diam tidak!?" Teriaknya sambil melotot ke arah Erlando Eldana dan Daniel. "Kami cuma mau bicara sebentar denganmu." Ujar Erlando Eldana sambil tersenyum menatap Verlona dari ujung kepala sampai ujung kaki. Gadis itu tampil manis dengan stelan baju tidurnya. "Dasar m***m!" Umpat Verlona dalam hatinya melihat seringai nakal dari wajah kakaknya itu. "Kenapa kamu biarkan dia tinggal di sini?!" Bisik Verlona setelah berhasil menyeret Daniel masuk ke dalam kamarnya kemudian mengunci pintunya dari dalam. "Lalu? aku harus mengusirnya begitu?" Tanya Daniel bingung, pria itu menggaruk ubun-ubunnya dengan jari telunjuk kanannya. Keduanya adalah sepupunya, dia tidak tahu harus memihak siapa di antara keduanya. "Papa bilang sesuatu tidak? ketika memutuskan aku tinggal di sini?" Selidik Verlona sambil mengangkat kedua alisnya. Gadis itu berjalan mendorong Daniel dengan langkah kakinya. Bagi Verlona Eldana bertindak ekstrim seperti itu sudah sangat biasa. Gadis belia di usia mekar-mekarnya berpetualang setiap tahun berpindah negara namun masih bertahan dengan kegadisannya sampai di usia dua puluh lima tahun. Daniel sangat gugup mendapatkan perlakuan mendadak seperti itu. Jangankan menyentuh gadis, menggoda saja dia tidak pernah sama sekali.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN