Wajah pria itu mendadak berubah menjadi pucat pasi, Verlona gadis belia imut dan selalu manja, wajah yang dikenalnya seolah-olah telah menghilang entah kabur kemana.
"Tidak ada, paman tidak bilang apapun sama sekali." Jawab Daniel gugup.
"Ya sudah." Verlona tersenyum lalu menyentuh kedua pipi kakak sepupunya itu.
"Kak? kenapa merem terus begitu? buruan buka matamu?" Wajah ceria dan kekanakan itu sudah kembali ketika Daniel membuka matanya.
"Astaga jantungku! hampir saja hilang!" Pria itu terengah-engah mengatur nafasnya.
"Kamu terlihat bukan seperti gadis yang aku kenal, caramu menatapku barusan seperti seorang wanita sungguhan..." Gumam Daniel sambil duduk lemas bersandar di dinding.
"Kakak suka yang mana?" Ikut duduk sambil tersenyum meletakkan dagunya di atas kedua lututnya.
"Berhenti menatapku seperti itu, jantungku bisa hilang." Daniel melengos menatap ke arah lain menghindari pandangan mata Verlona.
"Oke deh gak akan lagi maaf ya kakak sepupuku yang keren dan imut!" Serunya sambil tersenyum manis seperti biasanya.
"Woi! buka pintunya atau gua dobrak!" Teriak Erlando dengan penuh amarah dari luar.
"Sorry kak, kuncinya jatuh! loncat entah kemana! ini juga sibuk lagi nyari kok! kalau gak ketemu juga gak bakal bisa di buka!"
Verlona cekikikan sengaja menggoda Erlando. Pria itu semakin belingsatan di luar pintu panas dingin hatinya.
Gadis yang sangat penting dalam hatinya, sedang berada dalam ruangan terkunci dengan pria lain.
Jika dulu waktu mereka masih usia belia, melihat adik cantiknya digoda anak lainnya, Erlando langsung menonjok kepalanya sampai babak belur.
"Aku tahu kamu dengan sengaja melakukannya! awas saja kalau kamu keluar!" Geram Erlando dari luar pintu.
"Maka dari itu kami gak akan keluar kak! kayaknya bakalan sampai pagi deh nyarinya!" Teriak Verlona lagi dari dalam kamar.
"Kenapa bikin kakak angkat mu marah?"
"Bukan dengan sengaja, aku masih ingin bicara denganmu." Ujar gadis itu lagi.
"Pasti ada sesuatu yang membuat pria itu ikut menyusulku kemari!" Sergah Verlona dengan wajah serius.
Daniel mengusap wajahnya yang penuh dengan keringat.
"Bagaimana kamu bisa tahu?"
"Dia tidak pernah menunjukkan batang hidungnya selama delapan tahun berturut-turut, lalu tiba-tiba muncul seperti truk sampah melindas mobil tanpa pandang bulu!"
Verlona terkekeh-kekeh melihat Daniel sibuk menyembunyikan sesuatu yang sangat jelas terlihat di wajahnya.
"Kenapa kamu melihatku lagi dengan tatapan mata seperti tadi?" Daniel beringsut mundur, Verlona menahan kepala Daniel agar terus menatap wajahnya.
"Yang direncanakan papa pasti ada hubungannya dengan kakak sepupuku yang sangat tampan ini." Terangnya tanpa berkedip menatap wajah tampan di depannya.
Verlona Eldana masih menahan kepala kakak sepupunya itu. Gadis itu lupa satu hal, jika kakak sepupunya juga seorang pria dewasa.
Pria yang selalu bersikap dewasa dan profesional, mungkin dia sekarang sedang berpura-pura gugup selama berada di hadapan gadis itu dengan tujuan agar tidak menakutinya.
Berusaha tampil senetral mungkin, seimut mungkin demi menutupi permata di dalam hatinya.
Usia Daniel hampi sebaya dengan Erlando, mereka berdua sejak kecil selalu saja bersaing dalam hal apapun.
Entah kenapa saat usia dua puluh tahun Daniel lebih memilih terjun ke dunia seorang pengajar ketimbang dunia bisnis seperti Erlando.
Dia memilih hal yang sangat santai dan sederhana, menjadi seorang dosen di kampus.
Daniel menatap mata Verlona lekat-lekat, gadis itu mulai melihat sisi tersembunyi, sosok sesungguhnya Daniel.
Perlahan pria itu menarik kedua tangan Verlona turun dari kedua pipinya menariknya duduk di depan tubuhnya.
Gadis itu duduk memunggunginya dan bersandar di d**a bidangnya. Dirasakan olehnya lompatan-lompatan bergemuruh mengisi seluruh d**a lebar yang ada di belakang punggungnya itu.
Daniel memeluk pinggangnya dengan kedua lengannya yang kokoh membuat gadis itu tertahan tidak bisa beringsut menjauh sedikitpun darinya.
Verlona memejamkan kedua matanya sengaja menyandarkan kepalanya di bahu kakak sepupunya itu.
"Kakak.." Panggilnya dengan suara sedikit parau.
"Hem."
"Sejak kapan ini jadi begini.." Tanyanya sambil menoleh ke wajah pria yang ada di atas kepalanya.
Perasaan yang di sembunyikan baik-baik melalui tingkah polosnya telah ketahuan. Namun kini pertahanan dirinya lenyap luruh lantak karena tatapan penuh harap menanti jawaban darinya.
"Sudah sejak lama.." Ujarnya sambil tersenyum lembut membelai rambut panjangnya.
Salah satu alasan dia tidak mendapatkan pasangan juga karena perasaan yang dipendamnya itu. Cara menatap wajah gadis itu sejak awal sudah sangat berbeda.
Papa Verlona sudah tahu sejak awal mereka menginjak usia remaja dan dia lebih memilih Verlona berjodoh dengan Daniel Pratama.
Sikap profesional dan ahli dalam segala bidang, namun tetap terbungkus rapi dengan kesederhanaan dan memilih profesi sebagai pengajar di fakultas yang di dirikan oleh keluarga Pratama.
Walaupun putranya sendiri Erlando juga satu tingkat sangat sejajar dengan Daniel Pratama dalam hal apapun dia tetap tidak akan menyetujui hubungan antara Verlona dengan putra kandungnya sendiri demi keutuhan keluarga Eldana.
Perlahan pria itu mendekatkan wajahnya ingin mencium bibirnya. Verlona mendadak merasakan detak jantungnya berubah cepat, pria humoris yang selalu ditemuinya mendadak hilang entah kabur kemana.
Yang berada di depannya saat ini adalah pria dewasa, super tampan, dengan daya pikat unik dan meluluhkan pertahanan hatinya.
Verlona mendadak menutup matanya rapat-rapat dan meremas lengan yang melingkar di pinggang rampingnya.
Melihat manisnya wajah Verlona Daniel mengurungkan niatnya.
"Fuuuuuh!" Pria itu meniup keningnya sampai anak rambutnya menyingkir dari wajahnya.
Spontan gadis itu membuka lebar-lebar kelopak matanya dengan bibir cemberut.
"Kakak sengaja menggoda Lona kan?" Mencoba melepaskan diri dari pelukan Daniel.
Pria itu tersenyum lalu tanpa menunggu lagi segera mendaratkan ciuman di bibir mungilnya.
"Cup!"
"Kakak Daniel benar-benar menciumku? pria cuek bebek itu?! apakah aku sedang bermimpi?!" Gumamnya sambil menyentuh kedua pipinya sendiri.
Daniel sudah berlari ke luar dari kamar adik sepupunya, menatap wajah bodoh Verlona dengan bibir tersenyum.
Pria itu berjalan ke lantai atas untuk mandi. Dalam ingatannya masih terukir jelas bagaimana respon adik sepupunya itu, gadis itu memiliki perasaan yang menurutnya sama seperti perasaan yang ada di dalam hatinya.
Bagaimana caranya bermanja-manja dan wajahnya cemberut ketika dia tidak jadi menciumnya. Diam-diam Verlona jatuh cinta pada Daniel.
Gadis itu selalu menempel padanya, dan menghambur memeluknya. Saat usia mereka masih remaja. Sama juga ketika memeluk Erlando hanya saja perbedaannya Verlona selalu ingin tampil cantik di hadapan Daniel.
Itulah yang membuat ayahnya tahu perasaan Daniel dan Verlona putri satu-satunya itu. Dia juga tahu jika diam-diam putra kandungnya sendiri telah jatuh cinta pada putri angkatnya itu.
Sebagai ayahnya dia tidak ingin mengorbankan perasaan putrinya, dia sangat menyayangi gadis itu.
Setelah pintu tidak terkunci Erlando menerobos masuk ke dalam kamar Verlona.
Gadis itu tengah sibuk melipat baju di dalam wadah keranjang. Verlona mencium aroma parfum kakaknya itu kakinya tiba-tiba sedikit gemetar.
Gadis itu sedikit takut dengan perlakuan kakaknya belakangan ini. Dia benar-benar sudah tidak menganggap dirinya sebagai adiknya lagi.
Dia sudah menganggap bahwa Verlona adalah seorang wanita dewasa yang harus menjadi miliknya apapun caranya.
Erlando tahu adik perempuannya itu sedang mengginggil melihat kedatangan dirinya.
Pria itu melangkah semakin dekat dan tiba-tiba memeluk pinggangnya dari belakang.
"Kakak! lepaskan Lona!" Teriak gadis itu dengan susah payah berusaha melepaskan diri dari pelukan Erlando.
"Apa yang dilakukan Daniel barusan dari dalam kamarmu?!"
"Tidak ada, kami tidak melakukan apapun." Ujarnya masih gemetar. Erlando membalik tubuh Verlona agar berhadapan dengannya.
Lalu mengangkat dagu gadis itu dengan jari telunjuknya.
"Bagus! kamu adalah milikku jadi jangan pernah berfikir untuk mencintai pria lainnya!"