"Darah memang selalu lebih kental daripada air, tetapi manusia kadang melupakan itu. Karena untuk melihat darah, mereka harus mengiris kulit lebih dulu. Sementara untuk melihat air, tidak perlu sampai begitu." - Anonim - Silvi terdiam, menatap Damar yang sejak pulang dari rumah orangtuanya terasa aneh, berbeda. Damar memang masih tersenyum, nada suaranya lembut, kalem tetapi entah kenapa tampak seram. Silvi bisa merasakan ada kemarahan di sorot mata suaminya yang coba laki-laki itu redam sendiri. Silvi tahu, Damar adalah seorang lelaki yang mengerti agama, santun dan tidak pernah menunjukkan kemarahan padanya. Tetapi, kini dia tahu bahwa Damar tetaplah manusia biasa. Lelaki itu juga memiliki hawa nafsu dan Silvi merasa lega entah bagaimana dengan itu. Silvi beringsut turun dari kasur,

