Vanya ikut sarapan pagi bersama, tapi memilih menyelesaikannya lebih dulu dan beranjak ke dapur. Rasanya canggung sekali berada satu meja bersama Zahra. Wanita itu tidak banyak bicara dengan Khavi jika berada di depannya, tapi tetap saja tatapan matanya seolah menandai jika Khavi adalah miliknya. Vanya baru muncul saat tahu Khavi akan segera berangkat. Hanya untuk mencium tangannya saat berpamitan. Itupun ia lakukan ketika Zahra sudah berada di dalam mobil. "Van, kamu beneran nggak sakit?" tanya Khavi dengan nada khawatir. "Beneran." "Tapi mata kamu merah." "Kelilipan." Khavi mencium pipi Vanya singkat lalu masuk ke dalam mobil dan menjalankannya dengan sedikit terburu-buru. "Kamu buru-buru, Mas?" Tanya Zahra yang sadar Khavi mengendarai mobil lebih cepat dari biasanya. "Iya,

