Bab 3. Takut

1140 Kata
Matahari sudah menampakkan dirinya. Seorang laki-laki menggeliatkan tubuhnya, dia enggan membuka matanya karena hari ini hari minggu. Jadi dia ingin malas-malasan. Tapi akhirnya dengan kesal dia membuka matanya karena suara isak tangis yang dia dengar. Dia menyapukan pandangan kesekeliling, dia langsung terduduk saat sadar jika dia tidak berada di kamarnya. "Vio!" serunya saat melihat Vio yang naked dan tangannya yang masih terikat dengan dasi. "Pak...to....tolong lepaskan ikatannya," mohon Vio dengan suara yang sudah serak. Melihat tubuh polos Vio entah kenapa tiba-tiba adik kecilnya di bawah mulai menggeliat. Jarek, laki-laki itu adalah Jarek. Jarek menyeringai dan dia pun menindih tubuh Vio kembali. "Pak!" pekik Vio yang terkejut dengan tindakan bosnya yang kembali menindih tubuhnya. Ia juga kembali ketakutan dengan posisi Jarek sekarang. "Tubuh mu membuat adik kecil ku bangun Vio, " ucapnya sambil mengusap wajah Vio. Awal ia terkejut karena terbangun bukan di kamarnya, tetapi setelah melihat tubuh Vio yang naked, ia pun langsung teringat kejadian pagi tadi. "Pak, tolong jangan lakukan lagi. Tolong pak," mohon Vio yang air matanya sudah kering karena terlalu banyak menangis. Bahkan, suara Vio saja sudah sangat serak. "Lakukan lagi? Oh tenang Vio, saya akan melakukannya lagi untuk mu," ucap Jareka seraya tersenyum. "Bukan, bukan itu pak. Saya tidak ingin melakukan lagi. saya mohon tolong jangan lakukan lagi pak, saya tidak ingin sampai hamil," mohon Vioa yang wajahnya sudha sangat berantakan itu. "Tenang Vio, saya tidak akan membuat mu hamil," ucap Jarek seraya tersenyum. "Pak saya mohon jangan, ini tidak bisa pak..." mohon Vio lagi. Berusaha membuat Bosnya itu tidak melakukan lagi. Sungguh, hidupnya sudah sangat hancur sekarang, dan ia juga takut jika harus mengandung. Entah akan seberapa hancur lagi hidupnya, dan ia takut apa yang terjadi dalam hidupnya akan membuat hal buruk di keluarganya. Bukan hanya aib, rasa malu untuk keluarga, tapi ia takut adik-adiknya jadi mencontoh apa yang dia lakukan. "Kenapa tidak bisa?" "Kita bukan muhrim. Dan ini dosa pak, tolong pak, apa yang tadi pagi terjadi jangan bapak ulangi. Saya sudah cukup berdosa. Tolong pak, jangan," mohon Vio. "Aku tidak peduli tentang itu. Yang aku mau kamu memuaskanku saat ini!" tegas Jarek. "Pak tolong ja..." ucapan Vio terhenti karena Jarek yang menciumnya. Dia tidak ingin mendengar ocehan Vio. Yang saat ini dia inginkan adik kecilnya bisa di manjakan dengan milik Vio yang rapat itu. Walau sakit tapi terasa nikmat. Gila, itu yang ada dibenak Vio saat ini. Bosnya benar-benara gila, tidak ada status hubungan di antara mereka tapi seenaknya bosnya melakukan ini padanya. Vio hanya bisa kembali menangis dengan air mata yang sudah kering. Dia kembali menyesali atas apa yang pernah dia lakukan untuk mencoba menggoda bosnya. Dalam hati Vio hanya bisa meminta maaf pada orang tuanya dan meminta maaf pada Allah atas apa yang dia lakukan saat ini. Tapi sungguh Vio sama sekali tidak ingin melakukan ini dengan status tanpa ikatan. Dia ingin melakukannya dengan status ikatan suami istri sah. Jarek mencium kening Vio lama setelah dia selesai melakukan aktifitas paginya. Aktifitas pagi yang kali ini membuatnya candu, bahkan rasanya ia ingin kembali melakukannya lagi. Namun ia sadar, Vio harus beristirahat, dirinya tidak mau sampai Vio harus di bawa ke rumah sakit karena terlalu lelah menghadapi ke perkasaannya. "Kamu membuat ku puas Vio. Walau tanganmu terikat," ucapnya didepan wajah Vio yang sudah sangat kelelahan. "Tolong lepaskan saya pak," mohon Vio dengan suara lirihnya karena sudah sangat kelelahan. Jarek melepaskan ikatan di tangan Vio. Tangan Vio membiru akibat ikatan itu. Vio mendorong tubuh Jarek, Jarek pun menyingkirkan tubuhnya dari atas Vio walau sebenarnya dorongan Vio itu sama sekali tidak kuat. Vio berusaha duduk dan dia pun bangun. Rasanya sudah tidak ada harga dirinya lagi. Dia berjalan ke kamar mandi tanpa memakai apapun. Untuk apa dia menutupi tubuhnya, jika bos gilanya sudah melihat tubuhnya tanpa apapun. Jarek melihat jalan Vio yang menurutnya lucu, karena Vio tidak berjalan rapat dan jalannya pun pelan-pelan. Jareka merebahkan dirinya, tetapi ia terdiam beberapa saat karena melihat noda darah di atas tempat tidur itu. Ia tersenyum, "pantas saja rasanya sangat sempit. Ternyata aku yang pertama mencobanya," ucap Jarek kemudian tidur terlentang seraya menatap langit-langit kamar Vio. Ia tersenyum seraya memejamkan matanya, dan tidak lama, ia pun akhirnya tertidur. Vio menguyur tubuhnya dengan air hangat di bawah shower. Tubuhnya sangat lemas karena terus bergerak menolak sentuhan Jarek. Selain itu rasa sakit di area intimnya membuat dia juga lemas. Seluruh tubuhnya benar-benar lemas. Vio terduduk di bawah guyuran shower. Ia kembali menangis di bawah guyuran shower itu. Ia masih menangisi kejadian pagi ini, dan kebodohannya yang ia lakukan sebelum kejadian ini. Jarek, terbangun dari tidurnya dan melihat jam. Dia pun bangun dan pergi ke kamar mandi. Saat dia ingin membuka pintu kamar mandi, pintu itu tidak bisa dibuka. Pintu kamar mandi masih terkunci dari dalam. Seketika Jarek membulatkan matanya, dia langsung menggedor pintu kamar mandi, tetapi tidak ada sahutan sama sekali. Jarek pun mendobrak pintu kamar mandi karena dia mendengar suara gemericik air yang masih mengalir. Jarek membulatkan matanya saat melihat Vio yang memejamkan matanya di bawah guyuran shower. Jarek segera menghampiri Vio. Dia mematikan shower dan mengambil handuk untuk membungkus tubuh Vio. Jarek menggendong Vio dan membawanya kekamar. Jarek menidurkan Vio diatas tempat tidur dan menyelimutinya. Jarek bingung harus melakukan apa. Jarek pun mendial nomor seseorang. "Ma," panggil Jarek dengan suara yang bergetar takut. "Kenapa sayang? tumben sekali kamu menelpon mama," jawab sang mama yang ada di sebrang telpon. "Ma, tolong Jarek ma," ucap Jareka yang terdengar nada suaranya itu bergetar oleh mama "Kamu kenapa sayang? Ada apa?" tanya Mamanya yang kini terdengar begitu panik. "Ma, tolong Jarek ma, Jarek takut ma," ucap Jarek lagi yang matanya sudah bergerak gelisah seraya beberapa kali menatap Vio yang bibirnya sudah membiru. "Iya, mama akan tolongin Jarek. Jarek tenang sekarang, dan pelan-pelan cerita ke mama ada apa?" tanya mama Jarek yang walau terdengar kahwatir, ia mencoba membuat putra satu-satunya ini lebih tenang. "Mama kesini ma, Jarek ada di apatement," ucap Jarek. "Iya, iya. Mama ke appartement kamu sekarang. Jarek tenang ya sayang, mama siap-siap dulu untuk ke appartement kamu," ucap mamanya yang sudah ikut tenang karena Jarek juga sudah lebih tenang. "Tunggu ma," ucap Jarek sebelum mamanya mematikan sambungan telponnya. "Kenapa?" tanya mama Jarek. "Mama bawa dokter, ma," jawab Jarek. "Kamu sakit?" tanya mamanya. "Bukan Jarek, tapi orang lain. Mama cepet kesini ya ma," jawab Jarek. "Siapa? Wanita randommu sakit?" tanya Mama Jarek yang terdengar suaranya marah. "Mama kesini saja dan bawa dokternya," jawab Jarek. "Oke, mama ke sana dan bawa dokter," ucap mamanya kemudian sambungan telponpun terputus. Setelah sambungan telpon terputus, Jarek mencari pakaiannya dan memakainya. Dia mencari pakaian untuk Vio dan memamakaikan pada tubuh Vio. "Vio, sadarlah, jangan membuat saya takut, " pintanya yang sudah selesai memakaikan baju pada Vio. Ia duduk di samping tubuh Vio yang ia balut dengan selimut tebal itu agar tubuh Vio menghangat. Jarek menyentuh pipi Vio yang begitu dingin, tetapi ia bisa merasakan hembusan napas Vio.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN