Bab 4. Hanya Teman

1062 Kata
Handphone Jarek berbunyi, Jarek pun segera mengangkatnya. "Hallo ma," ucapnya ketika sambungan telpon sudah terhubung. "Kamu dimana? Kenapa kamu tidak membuka pintu apartemen mu? Mama capek menekan bel apartemen mu!" teriak mamanya yang sudah kesal membuat Jarek menjauhkan hanphonenya karena suara mamanya yang memekakkan telinga. "Jarek bukan di apartemen Jarek ma," jawabnya setelah ia kembali menempelkan handphonenya kembali ke telinga. "Terus kamu dimana!" kesal mamanya yang masih berteriak membuat Jarek lagi-lagi harus menjauhkan hanphonenya. "Jarek akan kirim lokasinya ma," jawab Jarek. "Ya sudah, cepat kirimkan," jawab mamanya yang masih terlihat kesal. Jarek mematikan sambungan telphone dan mengirim lokasinya ke Mamanya. Setelah itu Jarek menatap Vio yang masih menutup matanya. Jarek menggengam satu tangan Vio. Dia menggosokkan tangan Vio dengan tangannya agar menjadi hangat. "Saya mohon, bangun Vio, " lirihnya dengan kedua tangannya yang menggosok satu telapak tangan Vio. 15 menit berlalu, suara ketukan pintu membuyarkan fokus Jarek yang sedang menatap Vio. Jarek segera berlari menuju pintu keluar dan membuka pintunya. "Ma," panggilnya pada sang mama dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Mama Jarek langsung memeluk putra satu-satunya itu untuk memberikan ketenangan. Walau nada suara Jarek sudah tidak setakut sewaktu ia menelpon, tapi matanya yang berkaca-kaca membuat dirinya mengerti anaknya sedang tidak baik-baik saja. "Ada apa sayang, siapa yang sakit?" tanyanya setelah mengurai pelukannya pada sang putra. "Dia di dalam sana, ma," tunjuk Jarek seraya menujuk kamar Vio. "Defa tolong," ucap mama Jarek seraya menatap seorang dokter yang terlihat masih muda itu. "Iya tante," jawab wanita itu kemudian ia pun berjalan ke arah kamar di mana Vio berada. Defa adalah anak dari dokter keluarga Jarek dan dia pun juga seorang dokter. Saat ini ia sedang melanjutkan S2 kedokterannya di salah satu universitas kedokteran di kota Jakarta ini. "Kita duduk dulu," ajak mama Jarek seraya menarik lengan sang putra untuk duduk di sofa yang ada di ruang tamu tersebut. "Ada apa? Apa yang terjadi?" tanya mama Jarek seraya menatap sang putra yang hanya diam saja saat ini. "Jarek," panggilanya dengan nada suara lembut. Jarek menundukkan kepalanya, ia meremas celananya. Mama Jarek menarik satu tangan sang putra kemudian menggenggam tangan putranya itu supaya sang putra tenang dan mau bercerita. "Katakan Jarek, ada apa?" tanya mamanya masih dengan nada suara lembutnya. "Jarek, Jarek memperkosanya ma," jawab Jarek dengan nada suara takut-takut. Entah kenapa ia merasa takut untuk berkata pada sang mama. Padahal mamanya itu tahu jika ia sudah terbiasa dengan banyaknya wanita bahkan bermain se* dengan para wanita itupun mamanya tahu. "Apa!" seru mama Jarek dan langsung melepasakan tangannya yang menggenggam tangan Jarek. "Apa yang kamu katakan Jarek?" tanya mamanya yang tidak percaya dengan apa yang baru saja putra satu-satunya itu katakan. Tidak, anaknya tidak mungkin memperkosa seseorang. Anaknya hanya sedang takut jika wanita di dalam sana kenapa-napa jadi ia berkata seperti itu. "Itu benar ma, Jarek memperkosanya. Dia sekarang sedang sekarat ma, bibirnya membiru. Jarek takut, ma. Jarek takut dia meninggal," ucap Jarek yang sekarang sudah menatap sang mama dengan air mata yang sudah membasahi pipinya. "Stop!" ucap mama Jarek. "Kamu tidak melakukan itu sama sekali, wanita itu yang pasti sudah menggoda kamu. Jadi stop berkata seperti itu, Jarek! Anak mama tidak salah!" tegas mama Jarek kemudian berdiri dari duduknya. Ia akan pergi ke kamar itu, ia tidak ingin mendengarkan lagi ucapan sang putra. Tidak, wanita itu yang menggoda sang putra. Wanita itu tahu kelemahan putranya, makanya wanita itu berpura-pura seperti ini. Mama Jarek menghampiri Defa yang masih memeriksa keadaan Vio. "Bagaimana keadaannya, Defa?" tanya mama Jarek seraya menatap Vio yang masih terbaring dengan bibir membiru di atas tempat tidur. "Dia kedingin dan tekanan darahnya rendah. Defa tadi sudah menyuntikan Vitamin untuknya," jawab Defa. "Apa ada hal lain?" tanya Mama Jarek lagi. "Dia mengalami kelalah berlebih juga tante yang menyebabkan ia pingsan. Selain itu, pergelangan tangannya yang mengalami memar juga," ucap Defa. "Apa dia perlu di bawa ke rumah sakit?" tanya mama Jarek menatap Defa. "Eum ..." ucap Defa yang menatap ragu-ragu. "Ada apa? Apa dia benar harus di bawa ke rumah sakit?" tanya mama Jarek menatap serius Defa. "Jika selama 1 x 24 jam keadaannya belum ada tanda-tanda membaik, sebaiknya di bawa ke rumah sakit, tan. Eum, itu ..." ucap Defa yang kembali meras tidak enak untuk membahasnya. "Ada apa Defa, katakan saja semuanya," ucap mama Jarek yang masih menata serius. "Bagian intimnya lecet tante, dan itu sepertinya ini pertama kali untuknya. Takutnya bagian dalamnya ada yang terluka juga karena bagian luarnya sampai lecet," ucap Defa yang merasa tidak enak pada mama Jarek. "Kamu yakin?" tanya mama Jarek dengan mata yang memicing. "Maksud tante?" tanya Defa bingung. "Kamu yakin itu pertama kali untuknya? Bagaimana kamu membuktikannya jika wanita ini baru pertama kali?" tanya mama Jarek seraya bersedekap. "Bisa saja ini hanya permainan wanita ini untuk menjebak Jarek. Jarek anak yang baik, dia tidak mungkin sampai melakukan hal ini," lanjut mama Jarek berucap. Defa terdiam dengan tatapan tidak percaya pada mama Jarek. Bagaimana bisa, mama Jarek berkata seperti itu pada seorang wanita yang terbaring lemah di atas tempat tidur degan bibir membiru? Dia seorag wanita dan seorang ibu yang juga memiliki anak perempuan. Apakah pantas seorang ibu mempertanyakan hal seperti ini dan menyudutkan seorang wanita yang sedang seperti ini karena anaknya? Sungguh, ia tidak habis pikir dengan cara mama Jarek. Dirinya bukan hanya kecewa dengan Jarek, tetapi dirinya juga kecewa bahwa calon mertuanya seperti ini. Sebagai seorang dokter, walau ia masih dokter baru. Ia tahu mana darah perawan atau darah menstruasi. Ia juga tahu wanita yang dengan sukarela atau di paksa melakukan se* seperti apa. Tapi, bisa-bisanya mama Jarek berkata seperti ini padanya. "Defa tahu mana darah perawan dan darah biasa tante," jawab Defa. Defa kemudian mengambil sebuah kertas dan menuliskan beberapa obat di kertas itu. "Ini resep obat yang harus di tebus, tan," ucapnya seraya memberikan kertas resep itu pada mama Jarek. Mama Jarek menerima kertas resep itu. "Kalau begitu Defa permisi, tan. Defa harus segera ke rumah sakit," pamit Defa kemudian ia pun segera membereskan peralatannya dan pergi dari sana. "Oh iya, tunggu Defa," panggil Mama Jarek menghentikan langkah Defa yang sudah berdiri di ambang pintu kamar Vio. "Kamu jangan salah faham ya, Dia bukan siapa-siapa Jarek. Jarek sudah cerita jika wanita ini hanya teman yang ia tolong saja," ucap Mama Jarek seraya tersenyum. "Iya, tente," jawab Defa seraya tersenyum kemudian ia pun pamit pulang dan kembali melangkah untuk keluar dari appartement itu. "Aku pulang," pamit Defa saat melewati Jarek. "Iya," jawab Jarek singkat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN