Selesai dengan pelepasannya, Jarek menyandarkan tubuhnya di sofa, Vio terkulai lemah di sofa. Suara ketukan pintu yang tadi terdengar keras dan kasar itu sudah berhenti. Ia sudah tidak mendengarnya lagi. Jarek menoleh ke arah Vio yang masih memejamkan matanya. Tubuh Vio yang berwana kuning lagsat itu terlihat indah karena keringat di tubunya. Adik kecil Jarek di bawah sana mulai terpanggil untuk membuat keringat di tubuh Vio semakin banyak.
Sungguh, Jarek melihatnya sangat cantik sekali kulit tubuh berkeringat Vio. Tanpa menunggu lagi, tangan Jarek mulai bergerak nakal dengan menyentuh milik Vio dan menggerakkannya secara sensual membuat Vio menggerang tertahan.
"Pak, jangan lakukan lagi, saya mo...hon pak..." ucap Vio tersendat-sendat dan di akhiri dengan desahan karena tangan Jarek yang memainkan bagian inti bawah tubuhnya.
Jarek tidak perduli sama sekali, Jarek melakukannya lagi, benar-benar maniak s*x. Baru saja beberap menit ia menyelesaikan pelepasannya, tapi Jarek sudah melakukannya lagi. Jarek melakukannya sampai beberap kali, staminanya cukup kuat apalagi setelah satu minggu tidak melakukan kegiatan se* membuatnya sangat bersemangat. Milik Vio yang terasa masih begitu rapat dan mencengkram miliknya begitu kuat, membuatnya sangat-sangat bersemangat.
Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, Jarek masuk ke dalam ruangan pribadinya yang ada di ruang kerjanya. Vio masih memejamkan matanya di atas tempat tidur di ruangan pribadinya. Ini sudah satu jam lebih dari mereka berhenti melakukan aktifitas panas mereka. Jarek berjalan mendekati Vio yang masih tertidur, dia pun duduk disamping tubuh Vio. Ia mengamati wajah Vio yang nampak kelelahan itu.
"Saat matamu terpejam seperti ini, kamu terlihat tenang. Walau aku bisa melihat wajah lelahmu dan juga wajah kahwatirmu," ucap Jarek dengan nada suara yang begitu lembut.
"Maaf Vio, aku membutuhkan tubuhmu untuk pemuas nafsuku. Aku memiliki nafsu yang sangat kuat, tapi baru kamu wanita yang benar-benar memuaskan aku. Aku tidak pernah melakukan se* dengan wanita yang sama berulang kali dalam satu waktu. Tapi kamu bisa membuat aku ketagihan, milikmu benar-benar memuaskan aku. Hingga aku rasanya ingin terus megulanginya," ucap Jarek seraya merapikan helaian rambut Vio yang menutupi wajahnya.
Vio yang merasa terusik, perlahan membuka matanya. Saat matanya terbuka sempurna, Vio bisa melihat senyuman di wajah Jarek. Satu detik, dua detik, tiga detik Vio masih terdiam dan di detik kelima, "Pak Jarek!" serunya yang langsung terduduk.
Jarek tersenyum, "ada apa Vi? Apa kamu ingin mengoda ku, hmm?" tanya Jarek seraya menatap ke arah d**a Vio.
"Apa maksudnya mengoda?" tanya Vio dalam hati. Ia pun mengikuti arah pandang Jarek, dengan cepat Vio menarik selimutnya dan menutupi dadanya yang ternyata tidak menggunakan apa-apa.
"Pak, saya mohon jangan lakukan lagi," mohon Vio yang perlahan beringsut untuk menjauh dari Jarek.
Jarek menyentuh pipi Vio, karena walau Vio perlahan mundur, itu tidak semudah itu apalagi kedua tangannya memegangi selimut untuk menutupi tubuhnya yang tanpa busana sama sekali.
"Pak,tolong jangan," mohon Vio dengan suaranya yang sudah sangat serak. Matanya pun mulai berkca-kaca lagi, karena takut jika Jarek akan melakukannya lagi. Jarek meletakkan ibu jarinya di atas bibir Vio sebelum Vio mulai bicara kembali.
"Mandilah, setelah itu kamu pakai baju yang ada di dalam lemari. Kita akan menemui klient sore ini. Jadi bersiaplah," ucap Jarek dengan nada suara lembutnya.
"Tapi pak, saya ..."
"Tapi apa lagi? Sudah cepat kamu bersiap. Apa kamu ingin kita melakukannya lagi?" tanya Jarek memotong ucapan Vio.
Tubuhnya bergerak mendekat ke arah Vio. Satu tangan Vio memegang dad* Jarek untuk menahan tubuh Jarek agar tidak semakin mendekat.
"Tidak pak, jangan lagi," ucap Vio seraya menggelengkan kepalanya. Matanya sudah memohon supaya Jarek tidak melakukannya lagi.
Jarek pun berdiri, "bersiaplah dan jangan lama-lama, atau kita akan melakukannya lagi!" tegas Jarek seraya menatap Vio yang hanya menundukkan kepalanya.
"Jawab Vio!" tegas Jarek dengan nada suara yang meninggi.
"Iya pak, saya akan siap-siap," jawab Vio cepat. Setelah mendengar jawab dari Vio, Jarek pun membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar dari ruangan pribadinya.
Vio menatap ke arah pintu yang baru saja tertutup itu. Air mata semakin membasahi pipinya. Satu tangannya bergerak untuk menyeka air mata yang membasahi wajahnya. Perlahan ia turun dari tempat tidur, ia kemudian berdiri dan baru selangkah berjalan, kakinya sudah terasa lunglai tidak bertenaga sama sekali. Ia jatuh terduduk di lantai begitu saja. Air mata itu semakin deras saja membasahi pipi Vio dan memburamkan pandangannya. Suara isakan yang ia tahan itu tidak mampu ia sembunyikan lagi. Vio memukuli dadanya yang terasa sangat berat dan begitu menyesakkan.
"Kenapa harus seperti ini lagi?" tanya Vio seraya terisak dengan tangan yang masih memukuli dadanya.
Kenapa hal ini kembali terulang, ia dan Jarek tidak dalam sebuah hubungan. Hubungan mereka hanya sebatas atasan dan bawahan saja. Lantas, kenapa Jarek menginginkan tubuhnya? Dirinya tidak pernah melakukan hubungan se*, lantas apa yang membuat Jarek ketagihan? Kalau hanya karena dirinya yang masih peraw**, apa iya sampai segituya? Sungguh, ia pikir bosnya yang selalu menuntut kesempurnaan itu tidak mungkin akan melakukannya lagi apalagi di kantor seperti ini. Walau dirinya masih terus was-was setiap kali ada di ruangan yang sama dengan bosnya padahal dirinya tidak sedang berdua dengan bosnya, tapi ia tetap berusaha berpikir positif jika bosnya tidak akan melakukannya lagi.
Namun apa yang terjadi padanya hari ini? Semua benar-benar terjadi lagi, ketakutannya yang ia coba untuk ia hilangkan malah semakin menjadi. Ia yang berusaha menghilangkan image buruk tentang kebejata* bosnya yang telah memperkos*nya itu, kini tidak akan bisa ia lupakan. Perasaannya saat ini sangat kacau, ia sangat salah berpikir jika bertahan dengan pekerjaan disini tidak salah. Bosnya selalu menuntut kesempurnaan setiap pekerjaan jadi, tidak mungkin jika bosnya akan melakukan kesalahan di kantor.
Vio berdiri, dengan perasaan yang kacau dan tubuh yang terasa remuk redam, kaki yang melunglai ia mencoba berjalan. Perlahan tapi pasti, dirinya kini sudah berada di dalam toilet. Ia pun menghidupkan shower yang bisa di atur dengan air hangat. Tubuhnya butuh air hangat supaya bisa merilekskan tubuh.
Vio tidak bisa berlama-lama, selesai mandi dengan air hangat, dirinya sedikit lebih bersemangat. Ia berjalan ke sebuah lemari untuk mengambil baju yang ada di dalamnya sesuai dengan apa yang Jarek katakan. Ada beberapa dress dilemari itu. Vio mengambil dress yang kira-kira sopan untuk dipakai. Dress panjang selutut dan berlengan pendek dengan motif bunga berwarna navy. Vio memakai blazer agar lengannya tidak terekspose. Vio pun keluar dari dalam kamar.
"Ternyata aku tidak salah memilihnya. Kamu terlihat cantik," puji Jarek seraya tersenyum.
Jantung Vio tiba-tiba berdegup cepat hanya melihat senyuman dari bosnya itu.
"Kanapa kamu tidak pakai make up?" tanya Jarek membuat Vio tersadar akan keterdiamannya karena jantungnya yang berdegup cepat hanya karena senyuman bosnya.
"Make up saya ada di ruangan saya, pak," jawab Vio tergagap.
"Pakai make up yang ada didalam kamar!" perintah Jarek.
"Apa pak?"' tanya Vio memastikan, apakah ia tidak salah dengar jika di dalam ada makeup.
"Cepat masuk dan bermake up lah! Pakai makeup yang ada di nakas samping tempat tidur," ucap Jarek.
"Baik, pak," jawab Vio dan ia pun kembali masuk ke kamar untuk bermakeup.