Bab 17. Jerk!

1047 Kata
Calista menemani Vio hingga tertidur, setelah itu ia keluar dari kamar dan berjalan menghampiri suaminya dan Jarek yang saling memunggungi satu sama lain. "Bukan anak kecil lagi kalian itu, sampai-sampai punggung-punggungan," ucap Calista seraya berdiri menatap dua orang dewasa di depannya. "Bagaimana keadaannya?" tanya Jarek yang tidak peduli dengan ucapan Calista. "Dia sudah tidur, jadi biarkan dia istirahat," jawab Calista. "Sebenarnya apa yang lo lakuin ke dia?" tanya Calista menatap serius Jarek. "Gua enggak ngapa-ngapain," jawab Jarek. "Lo pikir gua anak kecil?" tanya Calista menatap kesal Jarek. "Dia takut lihat lo, dan lo bilang enggak ngelakuin apa-apa? Yakin, lo?" tanya Calista seraya menatap Jarek marah. Matanya melotot pada Jarek. "Dia perkosa sekertarisnya itu," jawab Dean masih dengan posisinya yang memunggungi Jarek. "Jaga mulut lo, gua enggak ngelakuin itu!" marah Jarek. "See," ucap Dean seraya menatap Calista. "Dibandingkan Jarek, lo lebih cocok di panggil Jerk! Dasar bajinga*! Dia udah takut seperti itu dan lo masih paksa dia? Gila lo, ya? Hati lo kemana bangsa*!" marah Calista. "Lo punya kakak perempuan, kalau mereka yang ngalamin pelecehan begini, apa lo akan beprilaku bajinga* seperti ini juga?" tanya Calista masih marah. "Jangan bawa-bawa kakak gua!" marah Jarek yang sudah berdiri. "Mending lo berdua keluar dari sini, dan lo Dean, ajarin istri lo untuk enggak usah sok menggurui dan ikut campur urusan gua!" marah Jarek seraya menatap Dean. Dean berdiri dari duduknya, "gua memang yang saranin lo untuk tidur sama Vio, tapi kalau sampai begini, jangan jadi tambah brengs**, Jarek! Dia udah ketakutan dan mohon sama lo, tapi lo masih maksa? Gila, lo!" marah Dean dan satu pukulan kuat mendarat di wajah Jarek tanpa bisa di hindari karena Dean memukulnya secara tiba-tiba. Jarek tadi terus berusaha memukul Dean, tapi Dean berkali-kali menghindar. Dean tahu hari ini ada acara ulang tahun perusahaan, jadi ia pun tidak mau membuat wajah Jarek terluka. Sehingga mereka berakhir duduk di sofa dan saling memunggungi. Perkataan Jarek barusan benar-benar membuatnya marah. Dirinya memang bajinga*, sama seperti Jarek. Bahkan sudah memiliki istri saja, ia masih suka bermain dengan wanita. Tapi tidak sampai berhubungan badan, hanya minta di temani minum saja. Istrinya masih mengejar dunia dokternya, jadi ia masih bermain-main dengan wanita. Yang terpenting, ia tidak sampai berhubungan badan saja dengan wanita-wanita itu. Seorang pria jika sudah di goda oleh wanita, mana mungkin bisa tahan? Memang benar, tetapi Dean langsung menuntaskannya degan sang istri. Ia akan langsung pergi ke rumah sakit dan memesan kamar VIP di rumah sakit karena jika harus ke hotel dahulu terlalu lama katanya, hanya untuk menuntaskan hasratnya. Calista, tentu saja tidak bisa berkutik jika sang suami menginginkannya, jika tidak, dirinya harus mengijinkan suaminya tidur dengan wanita lain. Tentu saja, Calista tidak mau jika suaminya tidur dengan wanita lain. Ia sadar sang suami sering bersama perempuan di luar sana, tapi ia tahu jika suaminya itu tidak pernah sampai tidur bersama wanita lain di luar sana. Setelah mereka bercinta, pasti sang suami akan berkata jika ada wanita nakal yang menggodanya, jadi ia harus menuntaskannya. Calista memaklumi semuanya, bukan karena tidak cinta tapi ia sadar, dirinya tidak bisa memenuhi tugasnya sebagai istri dengan baik. Ia masih ingin mengejar mimpinya sebagai dokter penyakit dalam. Ibunya meninggal karena kanker, jadi ia pun ingin bisa mengobati pasien-pasien penyakit kanker. Dean, satu-satunya orang yang selalu ada untuknya semenjak dulu. Papanya, semenjak ibunya meninggal hanya sibuk bekerja dan bermain wanita di luar sana. Setelah menikah beberapa tahun yang lalu, sikap papanya pun berubah. Papanya sering bersikap kasar padanya karena profokasi sang ibu tiri. Dirinya yang lebih memilih menjadi seorang dokter di bandingkan kuliah bisnis atau sebagai arsitek membuat papanya marah. Mengetahui keadaan dirinya seperti itu, Dean pun mengajaknya menikah supaya bisa keluar dari rumah dan menggapai mimpinya sebagai seorang dokter yang ia inginkan. Dean dan keluarga Dean sangat mendukung mimpinya, bahkan apapun yang di butuhkannya akan di bantu oleh keluarga Dean. Dean anak satu-satunya, jadi orang tuanya menyanyangi Calista seperti anaknya sendiri. Bahkan mertuanya itu sangat bangga pada dirinya dan sering sekali membanding-bandingkan dirinya dengan sang suami hingga suaminya itu kesal pada orang tuanya. Calista menatap sang suami yang sedang marah, sedari dulu suaminya tidak suka ada kekerasan di depannya. Memang apa yang Jarek lakukan tidak langsung di hadapannya, tapi melihat wanita tadi ketakutan pasti membuat Dean marah. "Lebih baik lo yang keluar dari sini!" tegas Dean. "Siapa lo, nyuruh gua keluar? Lo enggak ada hubungan apa-apa sama Vio. Jadi, lo yang keluar dari sini!" tegas Jarek. "Memangnya lo siapanya? Lo juga bukan siapa-siapanya Vio!" ucap Dean dengan nada suara meninggi. "Vio butuh istirahat, lo lebih baik ke tempat acara," ucap Calista seraya menatap Jarek. "Appartement ini milik keluarga gua, jadi gua berhak ada di sini! Vio di sini ngontrak, bukan beli appartement!" tegas Jarek. "Brengse*!" umpat Dean dan akan menghajar Jarek lagi tetapi di tahan oleh Calista. "Kita pulang saja," ucap Calista seraya memeluk tubuh sang suami dari belakang. "Kalau lo masih punya hati, tinggalin dia sendiri di appartementnya, atau kalau bisa sembuhin traumanya. Jangan cuma bisa merusak hidup orang lain, Jerk!" ucap Calista yang masih memeluk pinggang sang suami tetapi tatapan matanya melihat ke arah Jarek. "Trauma? maksud lo apa?" tanya Jarek ketika Calista dan Dean sudah melangkahkan kakinya untuk keluar dari appartement. "Punya otak, enggak usah d***o. Orang kalau di perkosa enggak mungkin enggak trauma," ucap Dean seraya menoleh ke arah Jarek dengan tatapan kesalnya. "Ayo, pulang," ucap Calista seraya menarik lengan suaminya. Dean dan Calista pun kembali berjalan dan keluar appartement. "Sumpah, gua kesel banget sama tuh, bajinga*! Sebajinga*nya gua, gua enggak akan seperti itu," kesal Dean seraya berjalan. "Kok, bisa sih, seenggak punya hati dia sama sekertarisnya yang udah mohon begitu. Ah, siala*! Dia punya kakak dua perempuan dan ibunya perempuan, tapi kenapa bisa dia begitu? Dia enggak pernah mikir atau bayangin yang mohon seperti itu mama atau kedua kakaknya?" tanya Dean yang terus menatap ke depan tanpa menatap sang istri. "Brengs**! Brengse*! lo Jerk!" umpat Dean. "Udah, aku jadi cemburu kamu sebegitu kesalnya sama Jarek karena wanita itu. Aku tahu kamu kesalnya sama sikap Jarek, tapi rasanya seperti kamu enggak terima wanita tadi di permainkan Jarek," ucap Calista seraya memeluk lengan suaminya. Dean menghentikan langkahnya, ia kemudian menoleh ke arah sang istri. "Ada apa ini? kenapa kamu tiba-tiba cemburu?" tanya Dean. "Memang, biasanya aku tidak pernah cemburu?" tanya Calista menatap sebal suaminya. "Enggak, biasa aja," jawab Dean singkat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN