"Vio... buka pintunya." Suara lembut itu terdengar dari balik pintu, membuat Vio buru-buru menyeka air matanya. Dengan langkah gontai, ia berjalan ke arah pintu, lalu membukanya perlahan. Mama Jarek berdiri di ambang, tatapannya penuh tanya. Saat melihat wajah menantunya yang basah oleh air mata, kekhawatiran langsung menyelimuti sorot matanya. "Ada apa, Vio? Kenapa kamu menangis, Nak?" tanyanya pelan, penuh kasih. Vio terisak. Ia menyerahkan Afsheen yang masih menangis ke dalam pelukan sang nenek. "Tolong gendong Afsheen, Ma," ucapnya dengan suara bergetar. Mama Jarek menerima cucunya dengan hati-hati. "Iya, sini, sini sama Oma, Nak." Ia mengayun lembut tubuh kecil Afsheen, berusaha menenangkan tangisan mungil itu. "Hati-hati, Ma, ada pecahan gelas di lantai," lirih Vio sambil mengu

