12. MoonCake

2275 Kata
Pagi ini tidak seperti pagi biasanya. Kabiru datang menggunakan sepedanya dan memarkirkan di tempat semestinya. Saat berjalan menuju ke kelasnya, banyak pasang mata yang menatapnya. Kabiru tidak menanggapinya, pria itu terus memandang lurus ke depan. Pandangan itu tampak berbeda-beda dari teman-temannya. Ada yang memandangnya penuh iba dan ada pula yang menatapnya mencemooh. Kabiru tidak keberatan bila semua orang mencemoohnya, tapi tidak untuk mengasihaninya. Yang Kabiru benci adalah, saat dia dikasihani. Selama Kabiru masih bisa berdiri dengan kakinya sendiri, itu artinya Kabiru masih kuat.  “Kabiru!” teriak beberapa suara dari arah belakang. Kabiru menghentikan langkahnya, remaja itu menolehkan kepalanya.  Caesar, Erlan, Fiya dan Sahnum berlari ke arahnya. Senyum mereka tampa mengembang menatap Kabiru. Mau tidak mau Kabiru pun tersenyum tipis. Saat semuanya berlari menghampiri Kabiru, Sahnum menghentikan langkahnya tatkala melihat senyum Kabiru.  Senyum Kabiru adalah satu hal yang langka, dan kini mampu membuat tubuh Sahnum membeku. Senyum itu sangat manis bagi Sahnum. Entah kenapa reaksi tubuh Sahnum berlebihan saat melihat senyum itu.  “Sahnum, ngapain di situ? Ayo segera masuk!” tegur Fiya. Sahnum terkesiap, remaja putri itu segera menyusul teman-temannya. Pandangan Kabiru sangat lekat pada Sahnum. Bibir Kabiru berkedut membentuk senyuman lagi. Mengingat hari kemarin, membuat kabiru tidak bisa menahan senyumnya.  “Hasying!” Sahnum bersin sembari menutup hidungnya.  “Hasyiing!” kini giliran Fiya yang bersin. Mereka berlima menuju ke kelas dan duduk di bangku masing-masing. Namun di perjalan, Erlan, Fiya, dan Sahnum terus bersin-bersin. Hujan deras kemarin membuat kekebalan tubuh mereka menurun.  Kabiru menatap teman-temannya satu persatu. Hanya dia dan Caesar yang tidak merasa sakit sama sekali. Saat teman-temannya duduk di bangku masing-masing, Caesar malah nyelonong kembali ke luar kelas sembari berlari.  Kabiru menatap teman-temannya tidak tega. Gara-gara dirinya, teman-temannya menjadi sakit berjamaah. Namun hati Kabiru merasa hangat saat mengingat kini dia mempunyai teman. Selama ini tidak ada yang mau berteman dengannya karena semua orang menganggapnya seperti kayu yang kaku, tidak pernah ramah kepada orang lain dan hanya sibuk belajar. Namun dengan berbesar hati, Sahnum, Erlan, Fiya dan Caesar mau berteman dengannya. Kabiru bersumpah dalam hatinya, bila dunia berbalik dan dirinya sukses di masa depan, mereka lah yang akan dia cari pertama kalinya.  “Kalian tunggu di sini, aku akan mintakan obat di UKS,” ucap Kabiru yang merasa teman-temannya tidak baik-baik saja.  “Ah tidak perlu. Ini hanya flu biasa,” ucap Erlan yang memilih meletakkan kepalanya di meja.  “Tidak perlu, kami tidak selemah itu,” tambah Fiya.  Kabiru menganggukkan kepalanya, mata Kabiru melirik Sahnum yang juga meletakkan kepalanya di meja.  “Sahnum, kamu mau teh hangat?” tanya Kabiru dengan berbisik.  “Hah, apa?” tanya Sahnum balik yang tidak mendengar ucapan Kabiru.  “Kamu mau teh hangat? Aku akan belikan di kantin,” bisik Kabiru lagi. Kabiru berbisik agar dua orang di bangku belakangnya tidak mendengarnya.  “Tidak perlu,” jawab Sahnum.  “Aku akan belikan,” kata Kabiru dengan keukeuh. Kabiru mengambil termos kecil di tasnya, pria itu beranjak ingin ke kantin. Namun apa yang dia lihat menghentikannya.  “Ayo cepat minum ini, biar kalian segera baikan,” ucap Caesar membawa nampan berisi lima gelas teh hangat. Kabiru meremas termosnya, dia kalah start lagi.  “Sahnum, Kabiru, Erlan, Fiya, abil satu-satu!” titah Caesar. Mereka pun mengambil teh satu persatu. Tanpa sengaja Caesar menatap termos yang dibawa Kabiru, Caesar segera memalingkan wajahnya. Pria itu turut meminum teh hangatnya. Suasana pagi juga mendung membuat hawa begitu dingin.  “Kalian yakin mau berteman dengan Kabiru?” tanya Ata yang tiba-tiba nyeletuk.  “Memangnya apa urusan kamu? Kita semua berteman,” ucap Sahnum yang sudah ngegas saat ada yang bernada sinis dengan Kabiru.  “Sahnum, Kabiru hanya modal otak. Latar belakang dia-”  “Latar belakang apa? Kamu masih menjadi beban keluarga saja bangga. Beda dengan Kabiru yang sudah bisa mencari nafkah sekarang. Harusnya kamu malu, uang jajan, kuota masih minta-minta jangan sok kaya!” sahut Fiya yang lebih galak dari Sahnum.  Ata yang geram pun melempar penghapus yang dia pegang ke arah Fiya. Dengan tepat Erlan menangkap penghapus itu dan balik melemparnya tepat mengenai kepala Ata.  “Di dunia ini tidak ada yang meminta dilahirkan di keluarga siapa. Kaya, miskiin, itu hanya kasta sosial. Tapi harga diri terletak pada diri sendiri. Kamu cowok tapi mulutnya kayak comberan, itu lebih gak ada harga dirinya!” tandas Erlan.  “Kenapa kalian membela? Kabiru tidak bisa bicara sendiri? Atau dia hanya mau sembunyi di ketek kalian?” oceh Ata semakin menjadi.  Brakkk! Sahnum memukul mejanya dengan kencang, perempuan itu ingin menghajar Ata. Namun tangannya dicegah oleh Kabiru. Kabiru mendudukkan Sahnum kembali, remaja itu kini menghampiri Ata. Ata menatap Kabiru dengan tajam.  “Ata, aku tidak pernah ada masalah denganmu. Kalau boleh  tahu kenapa kamu ingin sekali menjatuhkanku?” tanya Kabiru.  “Siapa yang menjatuhkanmu? Aku hanya bicara kenyataan kalau kamu tukang becak!” ucap Ata menunjuk-nunjuk tangan Kabiru dengan tangannya. Kabiru mencekal tangan Ata dengan kuat hingga membuat Ata meringis. Kini teman-teman mereka sudah berkumpul mengerumuni Kabiru dan Ata.  “Iya memang itu kenyataannya. Dan aku bangga saat teman-temanku tahu kalau aku tukang becak. Aku tidak mengelak kalau aku anak dari orang menengah ke bawah, tapi aku bangga dengan diriku sendiri. Mungkin aku memang minus di latar belakang, tapi aku punya otak yang cerdas. Sebenarnya aku malas menanggapi manusia sampahh kayak kamu, mulut bisa lancar mengoceh tapi otak lambat dalam berpikir,” tandas Kabiru dengan tajam. Sontak sorakan dan tepuk tangan pun terdengar nyaring karena ucapan Kabiru.  “Tuh rasain kamu, Ata. makanya jadi cowok jangan lemes,” sorak teman-teman mereka.  “Jangan mancing singa yang tidur. Sekali Kabiru bersuara, kicep bibir kamu!” tambah yang lainnya.  “Kamu boleh menggangguku, tapi tidak dengan teman-temanku. Kalau kamu mengulangi melempar apapun pada teman-temanku, aku jamin aku patahkan tulangmu saat itu juga,” ancam Kabiru menguntir tangan Ata hingga membuat Ata berteriak. Sorakan dan tepukan tangan kembali terdengar.  Sahnum menatap tidak berkedip ke arah Kabiru. Sahnum tidak menyangka kalau Kabiru akan seberani ini. Remaja yang selalu diam di tempatnya kini menunjukkan taringnya dengan elegan. Marahnya Kabiru tidak perlu ngamuk sampai berteriak, tapi tenang dan menghanyutkan.  “Sahnum, ilernya diusapin,” bisik Caesar menyenggol bahu Sahnum. Buru-buru Sahnum menetralkan ekspresinya.  “Cukup!” teriak suara nyaring sembari ketukan papan tulis pun terdengar. Mereka yang semula menatap Kabiru dan Ata kini menatap ke depan. Mata mereka membulat sempurna saat melihat wali kelas mereka, Pak Arya.  “Sudah cukup berdebatnya? Atau masih mau lanjut?” tanya Pak Arya.  “Tidak, Pak,” jawab mereka segera duduk di tempat masing-masing. Pak Arya menggelengkan kepalanya. Pak Arya mendengar jelas apa yang diperdebatkan anak muridnya.  Pak Arya tahu betul asal usul Kabiru. Kabiru adalah anak pertama dari pengusaha properti yang bernama Pak Bahru. Namun karena orang tuanya bercerai, Kabiru memilih bersama ibunya dan bekerja keras sendiri. Pak Arya kenal betul karena Pak Bahru adalah temannya dulu saat masa sekolah. “Kabiru, nanti saat istirahat ke ruangan saya!” pinta Pak Arya.  “Baik, Pak,” jawab Kabiru.  “Tidak bisa. Pak, Kabiru tidak bersalah. Ata lah yang memulai duluan!” pekik Sahnum mengangkat tangannya. Sontak kelakuan Sahnum membuat teman-temannya mengalihkan pandangannya ke arahnya. Begitu pun Pak Arya yang menaikkan sebelah alisnya.  Kabiru memijat pelipisnya karena ulah Sahnum. Tangan pria itu menarik tangan gadis di sampingnya agar turun.  “Tidak perlu bersuara!” ujar Kabiru.  “Tidak bersuara bagaimana? Jelas Ata yang salah, kenapa kamu yang dipanggil?” tanya Sahnum dengan ngegas.  Brakk … Brakk … Brak ….  Pak Arya memukul papan tulis dengan penggaris yang dia bawa, “Sahnum, saya tahu siapa yang salah dan benar. Saya hanya meminta Kabiru datang ke ruangan saya, bukan mau menghukumnya,” ucap Pak Arya.  “Cieeee ….” sorakan seisi kelas pun terdengar. Sahnum menundukkan kepalanya, sedangkan kabiru memalingkan wajahnya berlawanan dari Sahnum. Mata Pak Arya tidak lepas dari Kabiru dan Sahnum yang tengah malu-malu. Pria paruh baya itu menggelengkan kepalanya.  “Sudah, cinta monyetnya ditunda dulu. Sekarang keluarkan buku matematikanya!” pinta Pak Arya.  Cesar menyobek halaman terakhir bukunya dengan kencang, pria itu melempar kertasnya ke sembarang arah. Di balik senyum Kabiru dan Sahnum, ada lengkungan bibir yang mengarah ke bawah dari Caesar. Pria itu bukannya mendengarkan penjelasan guru, malah meletakkan kepalanya di meja seraya menutupnya dengan buku paket tebal. Potek hati Caesar. ****** Saat jam istirahat, Kabiru benar-benar menemui Pak Arya di ruangannya. Kabiru berdiri di hadapan Pak Arya yang tengah duduk sembari memainkan penggaris kayu-nya ke lantai.  “Kabiru, ada yang mau kamu ceritakan?” tanya Pak Arya. Selama ini, Kabiru mendapatkan sosok ayah di diri Pa Arya. Pak Arya tidak selalu menempatkan dirinya menjadi guru, tapi Pak Arya juga orang terpercaya untuk anak-anak muridnya bila ingin bercerita. Pak Arya benar-benar mendedikasikan dirinya untuk anak muridnya. Saat di kelas menganggap mereka murid, tapi saat seperti ini menganggap anak sendiri. Maka itu Pak Arya sangat menjadi idola semua murid. Meski sangat galak dan tegas, Pak Arya juga penyayang.  “Kemarin saya lagi narik becak di aloon-aloon, ketemu sama teman-teman,” ucap Kabiru mulai menceritakan kejadian kemarin. Kabiru menceritakan dengan detail termasuk Sahnum yang menyatakan kalau sekarang mereka berteman. Pak Arya mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar cerita Kabiru. Tidak jarang ia akan tersenyum.  “Kabiru, kamu tidak ingin meminta hak kamu sebagai anak ke ayah kamu?” tanya Pak Arya.  “Saya tidak akan minta, kalau ayah saya ingat dengan kewajibannya, pasti ayah akan mencari saya,” ucap Kabiru.  “Tapi kamu masih sekolah. Seharusnya ayah kamu mencukupi semua kebutuhan kamu. Meski orang tua sudah bercerai, ayah masih berkewajiban menafkahi,” jelas Pak Arya.  “Lebih baik saya begini tapi bisa melihat ibu dan adik saya daripada hidup berkecukupan tapi pisah dengan mereka. Saya memang bekerja, tapi saya tidak akan lupa belajar. Saya akan serius belajar sampai nanti membanggakan ibu dan adik saja, juga Pak Arya,” ujar Kabiru.  “Kabiru, hidup kalau hanya sekadar rebahan lalu ada uang, itu tidak akan nikmat. Kamu banyak-banyak bersyukur, ya. Saat usia dini kamu sudah melewati lika-liku hidup, nantinya kamu akan mendapatkan apa yang kamu tanam saat ini. Yang penting tetap bersyukur, bekerja keras, jangan pernah malu.”  “Tentu, Pak.”  “Saya akan carikan beasiswa untuk kamu melanjutkan kuliah. Nanti saya akan kabari kamu.”  “Saya berterimakasih sekali atas perhatian Pak Arya,” ucap Kabiru. Kabiru benar-benar kagum dengan Pak Arya yang sampai memikirkan kelanjutan sekolahnya nanti, sedangkan ayahnya sendiri pun tidak terlalu peduli.  “Em, lalu bagaimana hubungan kamu dengan Sahnum?” tanya Pak Arya yang membuat Kabiru melotot.  “Saya lihat Sahnum sangat membela kamu,” ucap Pak Arya lagi.  “Tidak, Pak. Tidak begitu. Kami hanya-”  “Nikmati masa-masa cinta di SMA, tidak apa-apa asal tidak mengganggu waktu belajar kamu. Lebih bagus lagi kalau nilai Sahnum naik saat bersama kamu,” jelas Pak Arya.  “Hubungan kami tidak seperti yang bapak pikirkan, saya permisi!” ucap kabiru yang buru-buru ngacir keluar dari ruangan Pak Arya. Pipi Kabiru memerah malu mendengar ucapan Pak Arya. Sedangkan Pak Arya hanya menggelengkan kepalanya.  Kabiru keluar dari ruang Pak Arya. Namun saat sampai di luar ia dikagetkan dengan Sahnum, Erlan, Fiya dan Caesar yang menunggu di depan pintu, “Kalian ngapain?” tanya Kabiru.  “Kabiru, kamu tidak mendapatkan hukuman dari Pak Arya, kan? Tadi Pak Arya ngomong apa?” tanya Erlan bertubi-tubi.  “Hanya bicara soal nilai,” jawab Kabiru berbohong.  “Yakin?” tanya Fiya yang tidak percaya.  “Iya. Kalian kenapa nguping? Kalian tidak makan?” tanya Kabiru.  “Ayo makan sama-sama, kita makan di belakang sekolah ada penjual mie ceker, enak banget,” ucap Sahnum.  “Tapi gerbang sekolah ditutup.” kata Kabiru.  “Kita memanjat tembok belakang. Ayo!” Erlan segera menarik tangan Kabiru. Kabiru protes, ia tidak mau memanjat tembok hanya untuk makan mie ceker. Namun Caesar pun ikut menyeret Kabiru agar Kabiru mau. Kelima anak remaja cowok dan cewek itu menuju ke gerbang belakang sekolah. Yang pertama mereka membantu Sahnum dan Fiya untuk naik terlebih dahulu. Setelahnya Erlan mendorong Kabiru agar naik juga. Dalam kamus hidup Kabiru, tidak ada kata melanggar aturan sekolahan. Namun kini gara-gara teman-temannya, ia pun jadi melanggar aturan. Ini kali keduanya Kabiru memanjat tembok. Yang pertama karena membelikan Sahnum cupcake, yang kedua gara-gara akan makan mie ceker. Kabiru turun dari tembok dan mendarat sempurna ke bawah. Sedangkan Fiya dan Sahnum belum mendarat ke bawah. Kabiru menatap ke atas.  “Ayo turun!” titah Kabiru pada Sahnum. Sahnum segera melompat turun, Kabiru menahan tubuh Sahnum agar tidak terjatuh. Sedangkan Fiya turun sendiri dan harus jatuh menubruk rerumputan. Tidak berapa lama Erlan dan Caesar ikut mendarat dengan sempurna.  “Huh, mau makan mie ceker perjuangannya sampai nyosor di rumput,” umpat Fiya membersihkan tubuhnya.  “Ayo aku tadi sudah SMS sama mbaknya, kita tinggal duduk dan makan,” ucap Erlan mengajak teman-temannya ke warung mie ceker. Kabiru menatap teman-temannya yang sangat antusias mengambil duduk. Kabiru pun duduk di depan Sahnum. Saat mie ceker sampai, mereka tampak antusias segera memakan mie tersebut.  “Ini kali pertama dan terakhirnya aku manjat tembok, aku gak mau lagi,” ucap kabiru tiba-tiba.  “Ah gak asik kamu. Masa SMA tidak datang dua kali, lebih baik kita senang-senang,” ucap Caesar sembari memasukkan kerupuk ke mulutnya.  “Iya, Kabiru. Kamu tanpa belajar saja pinter, sekali-kali kita jalan begini. Nanti kalau kita sudah lulus sekolah, sudah pasti akan sulit untuk berkumpul. Kamu pasti melanjutkan kuliah kamu di universitas ternama, jadi jarang ada waktu buat kita,” oceh Erlan.  Kabiru menundukkan kepalanya, pria itu melirik Sahnum yang masih asik makan. Dulu ia sangat ingin cepat lulus sekolah, tapi sekarang mendengar kata lulus sekolah membuat hatinya merasa tidak enak. Baru saja dia punya teman, dan kini ia sudah diingatkan dengan perpisahan. Ada satu orang yang membuat Kabiru tidak rela berpisah, yaitu teman sebangkunya, Sahnum. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN