HARI PERTAMA

1602 Kata
Hari pertama menjadi seorang sekretaris. Cass menatap dirinya sendiri di cermin. Ia mengenakan setelan jas berwarna abu abu tanpa vest. Cass juga memilih dasi berwarna hitam yang membuat penampilannya tidak terlalu menonjol. Inspirasi penampilannya adalah Deon Cannavaro, sekretarisnya sendiri. Ia tersenyum memperhatikan dirinya sendiri. Penampilanku mirip juga sama si Deon. Satu hal yang membuatnya terganggu adalah tablet di tangannya. Ia yang tidak menyukai membawa sesuatu di tangannya merasa tidak nyaman karena harus memegang tablet dan belajar mengoperasikan beberapa aplikasi yang ada kaitannya dengan pekerjaan kantoran. Tapi itu konsekuensi yang harus dilakukannya. Deon dengan sabar mengajarinya dari sejak bangun pukul empat dini hari hingga pukul enam pagi. Cass yang cerdas dengan cepat langsung paham hanya dalam kurun waktu dua jam saja. Dan sekarang, ia bersiap untuk pergi menjemput Brielle Cirillo. Cass menatap dirinya sekali lagi di depan cermin. Apa aku sudah seperti seorang sekretaris? Satu seringai muncul di wajahnya. Aku sang sekretaris. Ok, Rexton, hari ini dan beberapa waktu ke depan kamu adalah Cassius Sachiel, bukan Rexton Orville. “Let’s go..” ia bicara pada dirinya sendiri. Cass bergerak ke ruang tengah. “Aku pergi,” ucapnya pada Deon. “Tidak sarapan?” Deon bertanya tanya. Cass hanya menggeleng. Entah kenapa, ia sedikit malu untuk mengungkapkan kalau mau sarapan di kediaman Keluarga Cirillo bersama Brielle. “Ingat, kalau ada yang bertanya, aku sedang berada di New York,” ucap Cass pada Deon. “Jadi semua hal selama beberapa waktu ini harus melaluimu. Termasuk kalau komisaris meminta ketemu. “Kalau mereka memaksa, atur waktu setelah urusanku selesai. Aku tidak mau mengambil resiko terlihat menemuimu ataupun berada di kantor Orville Corp.” “Noted,” Deon mengangguk. “Mulai hari ini, kamu harus keluar dari apartemen ini,” tegas Cass. “Ya, ya,” ucap Deon lagi. “Sesuai rencana, aku akan tinggal di kediaman Keluarga Orville. Jadi kalau ada perkembangan apapun, aku bisa segera menindaklanjuti.” “Good,” Cass tersenyum lebar. Ia pun bergerak keluar dari unit apartemennya karena pengemudi sudah menghubunginya dan menginformasikan posisinya ada di basemen. Cass melangkah dengan perasaan tak menentu. Ia cukup percaya diri untuk menjalankan pekerjaannya, tapi… Satu hal yang membuat gundah adalah sosok Brielle Cirillo sendiri. Setiap berada di dekatnya, kenapa aku seperti menjadi orang yang berbeda? Aneh… Sungguh aneh…. Ia keluar dari lift dan masuk ke dalam mobil yang telah siap sedia menjemputnya. Cass duduk di dalam mobil tanpa banyak berkata kata. Pikirannya melayang kemana mana. Kamu tenang… Rexton, tenang… Sampai akhirnya mobil tiba di kediaman Keluarga Cirillo, rumah yang semalam ia datangi. Rumah megah yang bergaya Eropa. Nuansanya serba putih dengan sentuhan pagar besi berwarna hitam. Kesan kokoh dan kuat menambah citra rumah tersebut. Saat mobil tiba di pintu depan, Cass turun dan dengan percaya diri masuk ke dalam rumah. Di area foyer, ia bisa melihat foto keluarga yang memperlihatkan Brielle Cirillo bersama sang papa dan mamanya, Bretton Cirillo dan Briana Cirillo. Cass juga mengenal sesosok lelaki yang ada dalam foto berpigura cukup besar, yaitu Berwyn Cirillo, kakek dari Elle. Seorang staf rumah tangga menyapanya, “Tuan Sachiel?” Cass hanya mengangguk. “Mari,” staf tersebut mengarahkan langkahnya. Cass mengikutinya. Mereka terus melangkah sampai akhirnya tiba di ruang makan besar dengan nuansa kayu. Ada pintu geser yang terbuka menuju taman belakang dengan kolam renang. Angin sepoi sepoi dan matahari pagi membuat pagi hari terasa syadu. Langkahnya terhenti, ia terpana. Sosok Brielle Cirillo sedang duduk di meja makan sambil meminum air dari gelas. Gerakan mengangkat gelas yang anggun dan memesona. Entah apa yang terjadi, tapi seperti ada sinar yang keluar dari diri seorang Elle. Cass menatapnya dan merasa kalau Brielle terlihat bening dan bersinar. Rambut hitam legamnya bergelombang dengan indah terurai hingga menyentuh punggungnya. Bibirnya yang tebal dan merekah diwarnai lipstik berwarna merah menggoda. Bulu mata lentiknya semakin mempercantik mata bulatnya yang berbinar. Elle menoleh ke arahnya dan tersenyum. “Hai,” ia melambaikan tangannya. Cass tersadar. Ia pun membalas senyuman mahluk sempurna di hadapannya. Lalu melangkah mendekat. Brielle mengenakan blouse yang terbuka sehingga memperlihatkan lehernya yang jenjang dan bahunya yang mulus. Bahkan, belahan dadanya mengintip dengan jelas. Cass hanya bisa menenggak air liurnya dengan perasaan bergelora. Dalam dua hari ini berinteraksi, Brielle Cirillo terlihat ‘polos’ dan ramah. Bahkan cenderung pemalu. Dia sosok yang menggemaskan. Tapi… Caranya berpakaian, menunjukkan karakter seseorang yang ‘berpengalaman’. Aku sedikit terintimidasi dengan gayanya. Dia seperti perempuan berani dan tidak mengenal rasa takut. Cass duduk di sisi kiri meja. “Mmm.. Sarapan dulu,” Elle dengan malu malu mempersilahkan Cass untuk menikmati makanan yang ada. Cass mencoba cuek dan mengambil makanan yang tersaji, “Thanks.” “Semoga kamu tidak keberatan untuk menemaniku setiap pagi,” Elle tersipu malu. Seketika, ada kupu kupu terbang di perut Cass, ia tak sanggup berkata kata. Hanya senyum dan anggukan yang ditunjukkannya. Ia ingin mengobrol, tapi bingung harus berkata apa. Cass akhirnya berdehem untuk membuka percakapan,”Ehm… Jujur, ini pertama kalinya setelah cuti panjang. Semoga kamu bisa memahami kalau aku sedikit canggung dan mungkin masih agak grogi.” Brielle mengangguk. “Emmet akan tetap membimbing dan membantumu,” Elle menatapnya dengan kedua matanya yang membulat indah. “I.. Iya…” Cass mengepalkan tangannya untuk mengendalikan gelora di dirinya yang tiba tiba saja bangkit. Ohh.. Ini gila… Ini gila… Apa aku akan lolos dari godaan ini? Cass dengan cepat menghabiskan sarapannya. Tepat saat Elle selesai, piringnya pun tandas. “Kita pergi sekarang?” tanya Cass. “Iya,” Elle mengangguk. Sosoknya yang tinggi langsing itu bangkit dari kursi. Cass langsung tersadar kalau Elle mengenakan rok ketat yang terbilang pendek. Kakinya yang panjang dan jenjang itu begitu indah dan berhasil membangkitkan syahwatnya. O M G… Cass lagi lagi menelan air liurnya. Apa Elle akan berpakaian seperti ini setiap harinya? Kalau iya, aku harus bagaimana? Ia mengikuti langkah atasannya itu dari belakang. Cass menarik nafas panjang berulang kali. Ini godaan, ini godaan… Kamu kendalikan dirimu Rexton. Keduanya naik ke dalam mobil dan bergerak menuju kantor. Diam diam, dari kaca tengah mobil, Rex berulang kali mengintip Elle yang duduk di jok belakang. Pahanya yang mulus tersingkap dengan bebasnya karena Elle duduk dengan santai. Cass lagi lagi hanya bisa mengelus d**a. Sampai akhirnya mereka tiba di kantor pusat Cirillo Group Company. Elle mengarahkan mereka naik ke lantai tiga puluh satu. “Emmet sudah memberikan kartu khusus untuk akses bukan?” tiba tiba Elle bicara. Cass mengangguk, “Sudah.” Elle merespon jawabannya dengan senyuman. Secara reflek, Cass menyentuh dadanya. Oh, no… Senyuman maut. Mereka keluar di lantai tiga puluh satu. Semua staf yang ada berdiri menghormat. Cass pun masuk ke ruangan milik Brielle Cirillo. “Aku akan kenalkan kamu pada tim sekretaris,” Elle lalu memanggil seseorang dari telepon yang ada di mejanya. “Mereka akan ke sini,” ucap Elle. “Ok,” Cass mengangguk. Ia pun berdiri dengan sabar. Tak lama ada sekitar lima orang perempuan dan dua orang laki laki memasuki ruangan Elle. Mereka masuk dengan segan tapi kemudian berderet di hadapan Elle. Elle bangkit dari kursinya dan berdiri sambil bersandar ke meja. “Sesuatu terjadi pada Emmet,” tegas Elle. Cass mengerutkan keningnya. Tiba tiba saja, sosok Brielle yang menggemaskan dan terlihat seperti anak pemalu berubah menjadi seseorang yang terkesan angkuh dan menakutkan. Ketujuh staf sekretaris tersebut menyimak dengan serius tanpa berkata kata. “Emmet tetap bekerja, tapi sementara ini dia mengawasi kalian dari rumah. Untuk menggantikannya sementara waktu, Cass akan menjadi sekretaris dan mendampingiku,” Elle menoleh ke arah Cass lalu menatap ketujuh staf sekretarisnya. “Namanya Cassius Sachiel. “Setiap hal yang keluar dari mulutnya adalah perpanjangan dari Emmet. Dan kalian tahu arti Emmet bagiku,” Elle menegaskan. Ketujuh orang itu mengangguk secara serempak. Cass memperhatikan kalau sepertinya mereka segan dan takut pada sosok Elle. Namun, tiba tiba saja, ekspresinya yang tadi terkesan galak berubah ‘manis’ dan tersenyum kepadanya. “Cass, aku perkenalkan dari kiri ke kanan, ada Evelyn, Gretta, Helena, Julia dan Pamela. Lalu, Alden dan Milton,” terangnya. Elle menatapnya. Cass mengangguk sambil menatap ketujuh staf sekretaris yang akan bekerjasama dengannya, “Saya Cassius Sachiel. Kalian bisa memanggil saya Cass.” Ia memperhatikan kalau para staf sekretaris perempuan memperhatikannya dengan rasa kagum. Tatapan yang biasa ia dapatkan, jadi Cass tidak merasa heran. Elle menyadari hal tersebut. Tiba tiba saja, ia berdiri di antara Cass dan juga para staf nya, sehingga menghalangi pandangan mereka dari sekretaris barunya tersebut, “Kalian bisa keluar.” Evelyn, Gretta, Helena, Julia, Pamela, Alden dan Milton pun keluar dari ruangan Brielle Cirillo. Elle lalu menatap Cass, “Mmm.. Kamu sudah mengenal mereka. Mereka bertujuh merupakan staf yang membantu Emmet.” “Iya,” Cass mengangguk. “Maafkan kalau mereka membuatmu tidak nyaman,” gumam Elle. “Maksudnya?” Cass sedikit heran. “A… Aku memperhatikan kalau staf perempuan sepertinya, mmm… Melihatmu dengan berbeda…” Elle bicara perlahan. Cass menggeleng, “Tidak masalah. Itu hal biasa…” Ia tidak bermaksud menyombongkan diri, hanya berniat membuat Elle agar tidak memikirkannya lebih jauh. Tapi, reaksi Brielle diluar dugaan. Elle tiba tiba saja melotot, “I… Itu hal biasa?” Cass sedikit bingung dengan reaksinya yang seperti marah tapi juga kaget, “I.. Iya. A.. Apa ada yang salah?” “A.. Aku… Mmm.. Tidak suka…” Elle menggigit bibirnya sambil menatap Cass dengan matanya yang sendu dan bulat itu. “Tidak suka kenapa?” Cass bertanya perlahan. Elle hanya menunduk diam sambil meremas jari jemarinya. Entah ada dorongan darimana, tapi Cass otomatis mendekati Elle hingga jarak mereka hanya terpisah beberapa sentimeter saja. Ia mengulang pertanyaannya dengan lembut, “Tidak suka kenapa?” Elle mengangkat kepalanya dengan bingung. Cass memperhatikan wajah cantik perempuan di hadapannya dengan jantung berdebar kencang. Dag, dig, dug... Ada apa dengan sikapmu Elle?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN