BERSATUNYA DUA KUTUB

1332 Kata
Cass memperhatikan Elle yang ada di hadapannya. Meski perempuan itu mengenakan masker, tapi Cass langsung mengetahuinya. Dari tatapan mata dan bentuk hidungnya, wanita secantik Elle bisa dengan mudah dikenali. Ia mengenakan legging hitam dan kaos putih yang membentuk tubuhnya dengan sempurna. Elle juga mengenakan sneaker dan bukan sepatu hak tinggi. Rambutnya yang panjang terikat rapi ke belakang dengan gaya ekor kuda. Ada beberapa tetes keringat di pelipisnya. Sepertinya ketika Emmet meneleponnya, Elle sedang berolah raga. Elle kemudian melepas maskernya. Penampilannya memang sederhana, tapi kecantikannya jauh dari kata ‘sederhana’. Sebagai seorang laki laki, ia harus mengakui kalau Brielle Deandria Cirillo sungguhlah perempuan menawan. Bahkan meski tanpa make up berlebih, perempuan di hadapannya itu berhasil membuatnya kagum. Dia cantik luar biasa. Cass tak bisa mengedipkan matanya, atau lebih tepatnya, dia tidak mau mengedipkan matanya. Ia terus menerus menatap Elle. Mata bulat nan indah dari seorang Brielle juga melihat ke arahnya. Cass tidak tahu apakah itu tatapan kagum, penasaran, atau kaget. Ia tidak bisa membacanya. Yang pasti, perutnya mendadak berdesir. Jantungnya pun berdetak begitu kencang. Namun, beberapa detik berselang, ia pun tersadar. Cass kemudian menatap Emmet, “Aku lihat, ehm, istrimu sudah datang. Jadi aku pamit dulu. Semoga kamu cepat membaik.” Elle tiba tiba membelalak. Cass menggigit bibirnya menahan rasa. Betapa menggemaskannya mata bulat itu ketika membesar seperti boneka. Suara tawa Emmet memecah keheningan yang membuat debar debar tak menentu itu mencair. Baik Cass dan juga Elle menoleh ke arahnya dengan bingung. Emmet menatap ke arah Cass, “Kata katamu terasa lucu di telingaku.” “Kata kata yang mana?” Cass pura pura tidak tahu apa apa. Ia menatap Emmet dengan ekspresi bingung. “Dia bukan istriku,” ucap Emmet. Elle kemudian mendekat ke arah Emmet hingga berada di sampingnya. “Iya. A.. Aku bukan istrinya,” Elle menggumam pelan. DUG. Jantung Cass mendadak seperti berhenti. Ada aliran energi yang begitu hangat di tubuhnya. Suara Elle terdengar lembut di telinganya. “Oh.. Maafkan aku telah salah mengira,” Cass meresponnya. Diam diam ia memperhatikan kalau Elle tersenyum. “Perempuan ini adalah atasanku,” Emmet tiba tiba menerangkan. “Meski begitu, dia seperti adikku sendiri. No heart feeling.” Elle lagi lagi tersenyum. “Oh..” Cass ikut tersenyum. Ia memperhatikan kalau Elle menatapnya tak berkedip. Entah kenapa, ia merasa grogi. Ada gugup yang menyergap. Tatapan itu membuatnya tak menentu. Tiba tiba dokter dan suster masuk ke dalam ruang gawat darurat tersebut, “Sebentar lagi kita kita cek ke ruang rontgen.” “Iya,” Emmet mengangguk. “Biasanya berapa lama proses penyembuhannya?” “Saya harus memastikan dulu hasil rontgen. Tapi kalau secara umum, luka seperti ini biasanya satu hingga dua bulan, tergantung tingkat keparahan,” ungkap dokter. “Suster akan mempersiapkan segala sesuatunya,” dokter pun keluar dari ruangan kecil tersebut. Elle kemudian menatap Emmet, “Satu atau dua bulan? Bagaimana denganku?” Emmet kemudian tertawa, “Aku masih sehat dan bisa membantumu dari rumah. Tapi untuk mendampingimu, mungkin aku akan minta salah satu staf sekretaris untuk melakukannya.” “Aku… Tidak mau itu. Kamu tahu aku…” Elle tidak melanjutkan ucapannya. “Mereka tidak seahli kamu untuk menjadi sekretarisku. Aku membutuhkan seseorang sepertimu.” Cass menahan senyumnya. Ini kesempatan untukku. “Sorry, bukan maksudku menguping. Tapi… Aku ada di sini,” Cass berdehem. “Aku…” “Kenapa?” Emmet menoleh ke arahnya. “Apa kalian membutuhkan sekretaris?” tanya Cass. “Aku… Baru saja cuti panjang selama bertahun tahun. Menjadi sekretaris adalah pekerjaanku. Siapa tahu aku bisa membantu kalian.” “Ka kamu serius?” Elle tiba tiba saja tersenyum. Ada binar bahagia di matanya. Cass mengangguk sambil mengerutkan keningnya. Brielle terlihat bahagia. Apa penglihatanku tidak salah? Emmet berubah serius, “Kamu memiliki resume? Apa ada file nya di ponselmu?” Cass mengangguk, “Ada. Tapi… Untuk informasi, aku baru saja mengambil cuti panjang dan tidak berniat untuk kembali bekerja secara permanen.” Emmet tersenyum, “Aku tidak ada niatan juga lama lama sakit dan menyerahkan pekerjaanku.” Cass ikut tersenyum, “Temporary, aku bisa membantu kalian. Kalau memang dibutuhkan, dan lulus penilaian kalian.” Emmet menatapnya, “Kirimkan resumemu ke ponsel Elle, dan nanti kita pertimbangkan.” “Ok,” Cass mengirimkan satu file ke nomor yang tertera di history call. Elle kemudian mengecek ponselnya, dan memberikan anggukan sebagai tanda kalau file sudah diterimanya. “Aku… Tidak akan berlama lama. Kalau kalian membutuhkan bantuanku, tinggal hubungi saja,” Cass berpamitan dan bergerak pergi. Elle menatapnya tak berkedip. Ia menggigit bibirnya memperhatikan kepergian lelaki yang menolong Emmet tersebut. Setelah Cass menghilang, Emmet langsung menoleh ke arah Elle sambil menahan senyumnya. “Kamu…” Emmet geleng geleng kepala. “Kenapa?” Elle menahan senyumnya. “Ekspresimu,” Emmet memutar telunjuknya di wajahnya. “Apa kamu menyukai lelaki tadi?” Elle mengatupkan bibirnya. “Dia… Keren…” Elle tersipu malu. Ia mengingat sosok Cass yang tinggi besar dengan wajah tampan yang menawan hati. Hidungnya yang besar dan rahangnya yang tegas memperkuat kesan gagah di dirinya. Kamu… Boleh juga Cass. Elle sedikit bingung dengan perasaannya. Cukup banyak lelaki tampan yang ditemuinya, tapi tidak membuatnya terkesan seperti pada Cass. “Bapak, sekarang waktunya ke ruang rontgen,” ucap suster. “Baik suster,” Emmet mengiyakan. “Aku sudah minta staf sekretaris mengurus ruang VVIP,” ucap Elle mengikutinya hingga ke lorong ruang gawat darurat. “Setelah selesai, aku tunggu kamu di ruang rawat.” “Di sini membuatku tidak nyaman.” Elle kemudian mengenakan maskernya dan bergerak ke sebuah lorong lain untuk menuju ruang rawat VVIP. Saat melewati lobi, ia memutuskan untuk berbelok ke sebuah mini market kecil yang ada di pojokan untuk membeli air mineral. Gara gara kejadian ini, aku pergi tanpa membawa botol minumku. Tadi sedang asyik asyik yoga, tiba tiba si Emmet mengalami kecelakaan. Ia memasuki mini market tersebut dan memilih air mineral terbaik yang ada di situ. Hhh… Tidak ada yang biasa aku minum. Tapi.. Bagaimana lagi, aku haus… Saat hendak mengambil botol minum yang dimaksud, tiba tiba ada tangan lain mengambil botol yang sama. Keduanya saling bertatapan. Elle tersenyum dari balik maskernya ketika menyadari kalau itu Cass. “Hai, ketemu lagi,” Cass menyodorkan botol minum ke tangan Elle, “Untukmu. Aku ambil yang lain.” Cass mengambil botol yang lain. “Thanks,” Elle menggigit bibirnya dengan rasa senang. Ia tak menyangka bisa kembali bertemu dengan si tampan penolong Emmet. “My treat,” Cass mengarah ke kasir lalu membayarkan air mineral miliknya dan juga Elle. “Thanks,” Elle lagi lagi tersenyum. “Menunggu pasien?” Cass berbasa basi. Elle mengangguk, “Iya. Mmm… Emmet seperti kakakku sendiri. Jadi kejadian ini, sedikit membuatku khawatir.” “I see..” Cass tersenyum. Keduanya melangkah keluar dari mini market dan berdiri di lorong rumah sakit. Cass dengan cueknya mengambil botol air mineral dari tangan Elle lalu memutar tutup botolnya. “Siap minum,” Cass tersenyum sambil menyodorkan kembali botol tersebut. Elle menerimanya dengan perasaan senang. Hatinya berbunga bunga. Gestur sederhana tapi membuatnya bahagia. “Aku haus… Tapi.. Mmm… Untuk meminumnya, aku harus melepas maskerku,” gumam Elle. Cass langsung mengerti maksud Elle, “Kamu tidak mau ada yang mengenalimu? Atau melihat wajahmu?” Elle mengangguk. Cass tersenyum, “Kamu bisa menghadap tembok dan aku akan menghalangimu dari lalu lalang orang.” “Ah, thank you..” Elle tersenyum senang. Ia pun membalikkan tubuhnya. Di belakangnya, Elle bisa merasakan ada tubuh tinggi besar yang menjaganya. Sekilas ia melirik dari sudut matanya. Lelaki ini tampan sekali. Dia juga gagah. Lehernya kokoh, bahunya bidang dan ahh… Otot tanganmu.... Aku ingin menyentuhnya. Glek, glek, glek… Elle menenggak air minum untuk menghilangkan rasa haus dan juga kegugupannya. Setelah selesai, ia menutup botol air mineral tersebut dan kembali mengenakan maskernya. “Sudah, thanks,” Elle membalikkan badannya. Di saat yang sama, Cass juga memutar tubuhnya hingga keduanya saling berhadapan. Tubuh mereka begitu dekat seperti hampir tanpa jarak. Mata tajam Cass beradu dengan mata bulat nan sendu milik Elle. Seperti ada magnet yang begitu kuat menahan Elle dan juga Cass, keduanya pun diam terpaku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN